Mentok, BerkatNews.com – Sinar mentari sore menyinari ratusan umat yang berdiri khusyuk menyambut perarakan petugas liturgi dalam Ibadat Jumat Agung di Gereja Paroki Santa Perawan Maria Pelindung Para Pelaut Mentok, Jumat (18/4). Dengan penuh ketenangan dan doa, mereka mengikuti prosesi mengenang sengsara dan wafat Tuhan kita Yesus Kristus yang dipimpin oleh Pastor Marko.
Ibadat diawali dengan prosesi tiarap yang dilakukan oleh Pastor Marko sebagai lambang kerendahan hati dan penyerahan total kepada kehendak Allah. Setelah itu, liturgi Sabda dilaksanakan dan berpuncak pada Passio – Kisah Sengsara Tuhan Yesus – yang dinyanyikan dengan syahdu oleh Frater Amandus, Ibu Sumiyati, Ibu Juju, Bapak Kamilus, serta Koor Paroki Mentok. Suasana gereja dipenuhi ketenangan dan perenungan mendalam.

Suasana Jumat Agung Paroki Mentok
Dalam homilinya, Pastor Marko mengajak umat untuk sungguh-sungguh memaknai Jumat Agung bukan sekadar peristiwa liturgi, tetapi sebagai ajakan pertobatan yang nyata. “Saudara-saudari, hari ini kita akan berlutut di salib Yesus, kita merenungkan kematiannya. Lebih besar lagi, kita merenungkan betapa besar cinta Yesus kepada kita yang berdosa ini,” ucapnya dengan penuh kasih. Ia menambahkan bahwa dialog Yesus dan penyamun yang bertobat adalah bukti nyata betapa besar kasih Allah kepada manusia. “Salib adalah awal kebangkitan, dan Jumat Agung adalah pintu masuk menuju Paskah Ilahi-Nya,” tegasnya.
Liturgi dilanjutkan dengan penghormatan salib. Pastor Marko bersama petugas liturgi menjemput salib yang telah ditakhtakan di ruang Ekaristi. Pada titik-titik tertentu, ia membuka kain ungu sambil melantunkan, “Lihatlah Kayu Salib, di sini tergantung Kristus Penyelamat Dunia,” yang dijawab oleh umat, “Mari kita bersembah sujud kepada-Nya.” Setelah ditakhtakan di depan altar, satu per satu umat maju mencium salib, sebagai ungkapan hormat dan syukur atas pengorbanan Yesus yang telah menebus dosa umat manusia.

Suasana Jumat Agung Paroki Mentok
Ibadat dilanjutkan dengan penerimaan komuni. Sakramen Mahakudus yang sebelumnya ditakhtakan di Kapel Paroki, dibawa ke altar oleh Frater Amandus dan Suster Felis. Setelah komuni dibagikan, petugas liturgi kembali ke ruang Ekaristi dalam suasana hening tanpa lagu pengiring, menandai kesakralan permenungan Jumat Agung.
Momen sakral ini menjadi perhentian rohani bagi umat yang hadir. Dalam diam dan doa, mereka diajak untuk merenungkan arti pengorbanan Yesus dan menghayati kembali panggilan pertobatan. Jumat Agung bukan hanya sekadar mengenang peristiwa kelam di Kalvari, tetapi menjadi saat yang penuh harapan—karena dari salib, lahir cinta dan kehidupan yang baru.
Semoga perayaan Jumat Agung ini menggerakkan setiap hati untuk terus memandang salib sebagai tanda kasih yang hidup dan tak pernah berakhir.
Penulis : Tarsisius
Foto : Gracia Josepha Biora