PANGKALPINANG– Kabar duka dialami umat katolik Keuskupan Pangkalpinang hari ini, Sabtu 17 Juli 2021. Salah satu imam senior asal Wolorowa, Ngada, Flores, NTT, Pastor Anton Mite meninggal pukul 06.15 pagi tadi di Kota Pangkalpinang.
Jenazah imam kelahiran 9 Juli 1953 yang ditahbiskan menjadi imam di Mataloko pada 26 Juni 1990 tersebut direncanakan dimakamkan di Pemakaman Katolik Jalan Koba, Pangkalpinang, Minggu (18/7/2021) besok
Kabar meninggalnya imam yang pernah menjabat Direktur Puri Sadhana ini membuat banyak umat sekaligus rekan imamnya merasa kehilangan.
Sejak Sabtu pagi, ucapan duka cita disampaikan para imam maupun umat Keuskupan Pangkalpinang lewat jejaring media sosial Facebook maupun pesan WhatsApp.
“RIP, RD Antonius Mite. Berharga di mata Tuhan kematian semua orang yang dikasihinya,” tulis salah satu imam muda Pangkalpinang, Romo Martin Da’Silva.
Romo Martin, begitu biasa disapa, mengenal almarhum Romo Anton sebagai imam yang punya bakat olahraga luar biasa.
“Saya juga mengenal beliau sebagai rekan imam yang dekat dengan umat dan punya level spiritual bagus,” kata Romo Martin.
Terpisah, salah satu imam senior Keuskupan Pangkalpinang Pastor Marcel Gabriel saat dihubungi mengungkapkan dirinya mengenal Pastor Anton Mite jauh sebelum keduanya akhirnya menjadi rekan imam di Pangkalpinang.
“Perjumpaanku dengan Rm Anton Mite sudah terjadi sejak saya masih di SMAK Santo Gabriel, Maumere. Beliau (almarhum-red) waktu itu adalah Frater SVD dari Seminari Tinggi Santo Paulus, Lerdalero, maumere, NTT. Waktu itu, Frt Anton bersama rekan-rekan frater lainnya biasa datang ke Stasi tempat asal saya, Stasi Santa Maria, Nara Bei, Paroki Hati Kudus Yesus, Ili, Maumere, Flores, NTT. Para frater ini biasa datang setiap Sabtu sore bersama RP. Dr. Paul Klein, SVD,” tulis Pastor Marcel.
Karena kedekatan sejak awal itulah Pastor Marcel mengakui kehadiran Frater Anton bersama rekan waktu yang selalu tampil dalam Perayaan Ekaristi dengan mengenakan “long dress” alias “jubah putih” turut berpengaruh terhadap panggilan imamatnya.
“Maka muncul juga keinginan dalam diriku saat itu, untuk memakai long dress putih seperti itu. Setelah tamat SMAK St. Gabriel, saya masuk KPA Seminari San Dominggo Hokeng. Dari Hokeng saya mencoba bergabung ke SVD hingga selesai Masa Novisiat, namun karena alasan “kesehatan” maka tidak menjadi imam dalam konggregasi Serikat Sabda Allah ini. Pasca Novisiat, saya menjadi mahasiswa awam dan tetap kuliah di STFT hingga saat Mgr Hilarius Moa Nurak SVD dipilih menjadi Uskup Keuskupan Pangkalpinang, saya melamar untuk menjadi imam projo Keuskupan Pangkalpinang, dan diterima. Ternyata Romo Anton juga berhenti dari SVD, dan kemudian melamar ke Keuskupan Pangkalpinang. Jadilah kami rekan dalam imamat dan juga dalam pelayanan pastoral bersama sama di Keuskupan ini,” kenang Romo Marcel Gabriel.
Sementara dalam tugas sebagai imam Keuskupan Pangkalpinang, kisah Romo Marcel, dirinya pernah satu tim bersama Romo Anton Mite dan almarhum Romo Frans Atbau di Paroki Katedral Santo Yosef, Pangkalpinang.
Wilayah Paroki Katedral Santo Yosef saat itu (tahun 1990 an) meliputi setengah Pulau Bangka. Mulai dari Baturusa terus ke Lampur, Karakas, Simpang Rimba lanjut ke Koba, Trubus, Lingku, Nadi, Lubuk Besar, Kampung Baru, Air Semut, Batu Betumpang, Toboali dan Rias.
“Jumat sore kami sudah keluar dari Pastoran St Yosef menuju ke Stasi stasi untuk pelayanan ibadah Minggu. Sejak Jumat sore, kemudian Sabtu pagi dan sore, hingga Minggu pagi dan sore. Sekalipun hanya bertiga, saya, Romo Anton Mite, dan Romo Frans Atbauw, namun semua wilayah itu dapat kami layani dengan baik. Minimal pada setiap hari Minggu dan hari hari Raya, umat dapat mengikuti Perayaan Ekaristi,” ujar dia.
Romo Marcel mengakui kehebatan lain dari Romo Anton Mite sebagai seorang yang multi talented.
“Beliau suka berolahraga, dan banyak bidang olahraga yang disukai mulai tenis meja, badminton, volley, basket, dan juga sepak bola. Saat di Katedral, Romo Anton bersama group umat yang bermain di lapangan SMADA di Baciang. Sebagai pesepakbola, Romo Anton pernah ikut bermain dalam Tim Persatuan Sepak Bola Ngadha, dan sempat bertanding melawan Persebaya dan menang. Namun kemudian ketika bertanding dengan tim dari Bali, mereka kalah. Pernah juga bermain di Tim PERSAMI (Persatuan Sepak bola Maumere Indonesia) pada saat sebagai frater SVD. Dan berhenti dari SVD beliau menjadi guru di beberapa SMA di Ngadha, dan antara lain menjadi guru olahraga,” tukas Romo Marcel.
Romo Anton juga dikenal sebagai pengajar Bahasa Latin, Bahasa Jerman, dan Bahasa Inggris.
Sebagai olahragawan, Romo Anton memiliki sikap sportif, yang juga ia terapkan dalam hidup dan pelayanannya sebagai imam dan gembala.
“Ketika bermain sepakbola di lapangan di Baciang itu, Romo Anton ikut aturan dengan baik. Misalnya ketika timnya kebobolan, mereka harus lepaskan baju, Romo Anton ikut juga melepas baju saat timnya kebobolan. Ada sikap sportif dan KOMUNIO yang kuat dengan sesama anggota tim sepakbolanya,” kenang Romo Marcel.
Selain sebagai guru, olahragawan, Romo Anton juga ternyata seorang musikus. Beberapa alat musik seperti organ, piano, guitar dan accordeon dapat dia mainkan dengan baik.
“Ada kesan bahwa para pemusik sering tampil sebagai orang-orang introvert, namun tidak demikian dengan Romo Anton. Beliau ini dapat bersahabat sengan semua orang. Teringat saat di Katedral, seorang anggota Mudika dari Mesulaut datang mau berjumpa dengan Pastor Paroki. Kebetulan saat itu saya sebagai Pastor Paroki. Namun melihat tampang saya yang gondrong dan brewokan, Mudika itu tidak berani menemui saya, dan merasa lebih baik bertemu Romo Anton Mite,” imbuhnya.
Romo Anton juga dikenal sosok yang tak pernah menolak tugas yang diberikan kepadanya. Sebaliknya, setiap tugas yang diberikan dia terima dan lakukan dengan sungguh sungguh.
“Teringat sekali saat berada di Mentok, salah seorang imam yang harus melayani Misa Minggu, harus ikut pertandingan volley, dan di Katedral tidak ada yang menggantikannya. Romo Anton diminta menggantikannya, dan beliau ini langsung naik motor dari Mentok menuju Pangkalpinang, dengan kecepatan seperti pembalap, supaya tidak terlambat merayakan Misa. Beliau dapat tiba sebelum Misa, tetapi tidak bisa langsung kembali ke Mentok, karena knalpot motornya “terbakar” dan harus diganti,” jelas Romo Marcel.
Masih menurut Romo Marcel, semangat hidup dan gaya pelayanan yang sama, terjadi juga ketika bersama-sama lagi menjadi Tim Formator di Seminari Menengah Mario John Boen.
“Selain sebagai Pembimbing Rohani, Romo Anton juga bertugas sebagai guru dengan mata pelajaran khusus, yakni Bahasa Latin. Setelah berhenti dari Seminari hingga kini, belum ada lagi yang menggantikannya untuk mengajar Bahasa Latin di Seminari Menengah Mario John Boen. Selamat jalan Romo Anton, doakan kami yang masih berjuang,” pungkas mantan Rektor Seminari John Boen Pangkalpinang ini. (Stef Lopis)