Sosiolog Dr Ignas Kleden menggambarkan kesederhanaan Mgr Hilarius Moa Nurak, SVD dengan sebutan genuine simplicity (kesederhanaan yang murni, sejati, tanpa rekayasa). “Banyak kita jumpai orang yang mencoba tampil sederhana karena ingin terlihat sederhana hanya demi pencitraan, it is not genuine simplicity,” kata Ignas.
Ignas mengatakan ini dalam sharing dan testimoni pada perayaan misa peringatan 40 hari meninggalnya uskup Keuskupan Pangkalpinang, Mgr Hilarius Moa Nurak, SVD di kapela sekolah Kanisius, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (7/6). Perayaan tersebut diselenggarakan oleh keluarga besar Alumni Seminari Mataloko (Alsemat) Jabodetabek yang diorganisir Marsel Ado Wawo dan kawan-kawan. Misa yang dipimpin Pater Eduardus Dopo SJ berlangsung hikmat dan semarak, dihadiri para alumni dari berbagai angkatan. Ikut menjadi konselebran, lima imam muda dari Keuskupan Pangkalpinang, Keuskupan Maumere, dan Keuskupan Agung Ende yang sedang dalam tugas belajar di Jakarta.
Beberapa alumni senior yang hadir di antaranya, Yoseph Gae Luna (lulusan ITS, konsultan pada berbagai perusahaan), Marselinus Ado Wawo SH (eksekutif perusahaan properti Grup Sumarecon), Valens Daki-Soo (Komisaris Utama PT Veritas Dharma Satya, konsultan di Artha Graha Network, politisi PDI-Perjuangan), Dr Ignas Iryanto Djou (alumnus Jerman, aktif di Yayasan Adaro), dan Abraham Runga Mali (wartawan senior harian ekonomi Bisnis Indonesia)
Homili diisi dengan sharing dan testimoni oleh beberapa wakil yang dianggap mengenal Mgr Hila dari dekat. Mereka adalah Romo Stefanus Kelen, Pr, putra FloresTimur, lulus dari Seminari Tinggi Pematang Siantar, sudah mendampingi Mgr Hila semenjak masih frater hingga ditahbiskan menjadi imam diosesan Keuskupan Pangkalpinang. Sharing dan testimoni juga disampaikan Moses Timu, alumnus angkatan pertama SMAK Syuradikara Ende yang pernah menjadi guru dari Mgr Hila di Seminari Menengah St Yohanes Berkhmans, Todabelu, Mataloko. Pater Edu menggambarkan Mgr Hila sebagai cahaya yang tidak terpadamkan dan garam yang tidak tertawarkan dalam hidupnya di dunia ini.
Sharing dan testimon dilanjutkan usai misa, antara lain oleh sesepuh Maumere Blasius Bapa. Hadir juga wakil alumni Seminari Menengah San Dominggo Hokeng Dr Ignas Kleden, serta wakil alumni Alsemat, Thobias Djadji, mantan guru Bahasa Inggris di Seminari Mataloko dan pensiun Direktur HRD perusahaan minyak Perancis, Total. Menurut Thobias, Uskup Hila adalah figur pendidik sejati, menampilkan kesederhanaan dan kerendahan hati yang otentik, pendidik yang mengajar dengan teladan, lemah-lembut dalam tutur kata, berhati sabar namun bisa cukup tegas bila diperlukan. Dari salah satu muridnya yang sudah menjadi uskup Keuskupan Denpasar, Mgr Silvester San, Thobias mendapat penegasan tentang sosok Mgr Hila yang rendah hati dan bekerja keras membangun umat basis (Komunitas Basis Gerejani) di Pangkalpinang.
Kesederhaan yang genuine itu, kata Ignas, yang membuatnya dekat bahkan sangat dekat dengan berbagai kelompok, bukan hanya umatnya (umat katolik), namun juga dengan golongan dan agama lain di mana saja Mgr Hila berada. Romo Stef menceritakan bahwa Mgr Hila mengenal dan memanggil sebagian besar umatnya dengan nama mereka masing-masing meskipun baru sekali bertemu. Karena itu, menurut Ignas Kleden, kemampuan Mgr Hila dalam mengingat nama umatnya di 1000 pulau tersebut menunjukkan perhatiannya yang tulus serta kedekatan yang datang langsung dari lubuk hatinya. “Itu pasti karya Roh Kudus,” ujar Ignas Kleden.
Sikapnya yang visioner yang terlihat dari konsistensinya mengembangkan komunitas gereja basis yang juga menjadi wadah terjadinya interaksi saling asuh antar umat. Visinya untuk mempersiapkan pemimpin-pemimpin umat lewat pendirian seminari untuk mendidik para calon imam diosesan di Pematang Siantar, menjadikannya tokoh yang akan dikenang dalam waktu yang sangat lama.
Menurut Ignas , Mgr Hila menghayati betul apa yang dalam teologi disebut teologi Kerajaan Allah, “Saya lebih nyaman menyebutnya teologi Keluarga Allah, di mana gereja adalah (hanyalah) bagian dari kerajaan Allah. Dengan semangat seperti itulah beliau mampu menyapa siapapun dari agama apapun karena diyakini mereka semua adalah bagian dari kerajaan (keluarga Allah) tersebut.” Sisi hidup paling menonjol dari Mgr Hila yang membuatnya sangat dikenang dan dicintai adalah kesederhanannya dan semangat pelayanan yang total kepada semua orang tanpa memandang suku, agama, atau golongan.
Kesederhanaan dan kerendahan hati Mgr Hila juga dituturkan Moses Timu. Pada suatu waktu, ketika sudah ditahbiskan menjadi uskup, Mgr Hila menyapa dan memeluknya ketika bertemu pada suatu acara. Mgr Hila masih mengingat Moses yang pernah menjadi gurunya di Seminari Mataloko, padahal sudah puluhan tahun tidak pernah bertemu. Apalagi Moses hanya sempat menjadi guru bagi Mgr Hila dan kawan-kawan hanya selama enam bulan dan tidak bisa lagi mengingat muridnya satu per satu.
Sementara Blasius punya kesan yang mendalam tentang Mgr Hila karena sudah empat kali didaulat untuk berbicara mewakili keluarga besar Maumere dalam acara yang dihadiri almarhum, terakhir pada hari pemakaman Mgr Hila baru-baru ini.
Romo Stef dengan gaya lugas dan jenaka menceritakan moment-moment penuh kenangan bersama Mgr Hila. Mgr Hila diceritakan sebagai sosok yang sederhana karena itu mampu beradaptasi dengan situasi yang ekstrim untuk ukuran seorang uskup yang sudah berusia lanjut. Hanya demi mengunjungi sebuah stasi yang dihuni sembilan kepala keluarga, Mrg Hila rela menempuh perjalanan ratusan mil dengan menumpang pompong dan ojeg.
Simon Leya
sumber : http://indonesiasatu.co/