Keuskupan Pangkalpinang didirikan bersama dengan terbentuknya Hierarki Gerejawi di Indonesia pada tanggal 3 Januari 1961 dengan Uskup yang pertama adalah Mgr.Gabriel vd Westen,SS.CC. Wilayahnya mencakupi Pulau Bangka, Belitung dan Kepulauan Riau.
Sebelumnya Keuskupan Pangkalpinang merupakan Vikariat Apostolik (tahun 1951) dan Prefektur Apostolik ( tahun 1923).
Benih iman Katolik ditanam dibumi Keuskupan Pangkalpinang, tepatnya di Pulau Bangka, terhitung sejak tahun 1830. Menariknya, sosok yang menyebarkan benih iman ini, bukanlah seorang Pastor. Dia adalah Paulus Tjen On Ngie.
Paulus tak lain adalah seorang shines/Shinsang (tabib) yang berkarya di antara kuli-kuli tambang timah di kampung Sungai Selan. Beliau dibaptis di Pulau Penang, Malaysia. Dan di saat itu, ia menjadi satu-satunya satu-satunya orang Tionghoa yang beragama Katolik yang ada di Pulau Bangka.
Bahkan, di Bangka pada masa itu, belum ada gereja. Juga, Pastor belum ada di Pulau Bangka. Sehingga masuk akal, ketika beberapa kuli tertarik dengan cara hidup beriman Paulus Tjen On Ngie. Lantas, mereka (para kuli-red) itu memintanya untuk mengajari agama katolik kepada mereka.
Mereka yang sudah dipersiapkan oleh Paulus Tjen ini kemudian diutus ke Singapura untuk dibaptis di sana. Hal ini terjadi, lantaran Paulus Tjen, pada saat itu tidak mengetahui bahwa di Batavia alias Jakarta ada Pastor dan Uskup.
Beberapa waktu kemudian, lalu terjalinlah komunikasi/kontak dengan Uskup Batavia. Konon, jaringan itu mulai terhubung melalui perantaraan seorang warga Belanda yang beragama Katolik yang secara kebetulan berjumpa dengan Paulus Tjen On Ngie.
Warga Belanda yang tidak disebutkan namanya ini, pernah mampir dirumah Paulus. Dan melihat ada salib yang bergantung di dinding rumah Paulus Tjen yang beralamatkan di Sungai Selan.
Pada masa itu, Uskup ( Vikaris Apostolik) Batavia digembalakan oleh Mgr.Vrancken. Mgr Vrancken lalu mengirim Pastor Claesen,Pr untuk mengunjungi komunitas umat Katolik di Sungai Selan dan bertemu dengan paulus Tejn On Ngie. Dalam kunjungan tahun 1849 itu dibaptis 50 orang katekumen yang telah dipersiapkan oleh Paulus Tjen.
Sungai Selan, Stasi Pertama Keuskupan Pangkalpinang
Pada tahun 1853 benih-benih pertumbuhan Gereja Keuskupan Pangkalpinang dibenum Pastor J.J Langenhoff,Pr. Ia menetap di sungai Selan dengan wilayah pelayanan yang meliputi sebagian Pulau Sumatera.
Tak ayal, Sungai Selan dinobatkan sebagai stasi pertama di Indonesia pada abad ke-19 yang dimulai bukan oleh para misionaris dari Belanda.
Tetapi setelah adanya imam yang menetap di Sungai Selan, Paulus Tjen tetap giat merasul. Ia diangkat menjadi katekis.
Pernah juga, dalam suatu waktu terjadi kekosongan, karena tidak ada imam di Bangka. Sehingga dari tahun 1867-1871 , Paulus Tjen turun tangan lagi, memimpin umat sampai akhir hayatnya. Ia meninggal pada tanggal 14 September 1871.
Keesokan harinya, (15/9/1871), seorang imam Jesuit Tiba di Sungai Selan. Imam itu melanjutkan karya Paulus di Sungai Selan. Menurut beberapa sumber, nama Pastor itu, Pastor J.de Vries,SJ. Misa pertama yang diadakan pastor ini, di Sungai Selan ialah Misa Requiem dan penguburan bagi Rasul Awam dan Perintis Gereja katolik di Keuskupan Pangkalpinang- Paulus Tjen On Ngie.
Pada tahun 1889 untuk keduakalinya Misi di Pulau Bangka ditinggalkan. Lagi-lagi Gereja di Bangka mengalami kekosongan imam. Alhasil pelayanan diatur dari Batavia. Sehingga dengan kondisi itu, dalam setahun, umat di Sungai Selan mendapatkan kunjungan Batavia.
Sejarah misi pun akhirnya bisA memberikan angin segar kepada Gereja di Bangka, setelah prefektur Sumatra didirikan pada tahun 1911. Ketika itu juga, Sungai Selan lepas dari Batavia dan diserahkan kepada imam-imam kapusin ( OFM Cap). Berselang dua tahun, tepatnya tahun 1913, Pastor J.van Hoof,OFM Cap menetap di Sungai Selan.
Imam Praja Pertama Indonesia dan Keuskupan Pangkalpinang
Siapa yang menyangka bahwa misi di Pulau Bangka yang dirintis rasul Awam itu melahirkan seorang imam asal Bangka? Dia disebut-sebut sebagai imam praja atau diocesan pertaama di Indonesia. Sebagai putera Bangka, imam ini ditahbisakan di Pulau Bangka, tahun 1935.
Nama imam itu, Pastor Johanes Mario Boen Thiam Kiat,Pr. Semasa pendudukan jepang ( 1942-1945) semua imam,bruder dan suster berkebangsaan Belanda ditawan oleh Jepang. Banyak dari mereka yang meninggal dalam tahanan Jepang termasuk Mgr.Vitus Bouma,SS.CC, Prefek Apostolik. Hanya Pastor Boen dan Bruder Angelus Manopo,BM yang tidak ditahan dan melayani umat Katolik di Pulau Bangka khususnya di wilayah Pangkalpinang.
Setelah Perang Dunia II usai, Gereja kembali berbenah. Beberapa Misionaris SS.CC didatangkan dari Belanda dan menempati Paroki-Paroki yang selama perang kosong. Pada tahun 1951 didirikan Vikariat Apostolic Pangkalpinang dan diangkat sebagai Vikaris Apostolik Mgr.Gabriel van der Westen,SS.CC.
Lantas, tahun 1960 Konggregrasi Suster Dina keluarga Suci (KKS) Pangkalpinang diresmikan. Status Hukum Gereja ini untuk konggregasi ini adalah Konggregrasi Suster Pribumi, atau Konggregasi Tingkat Keuskupan Pangkalpinang. (disarikan oleh redaksi BNC)
arsip: 06 Juni 2014