Dilansir Ucanews.com, Kamis (8/12/2016) Konferensi Wali Gereja Indonesia (KWI) mendesak pemerintah menerapkan moratorium terhadap kebijakan hukuman mati.
Ketua Komisi Keadilan dan Perdamaian KWI Romo Paulus Christian Siswantoko mengatakan, pemerintah harus mengevaluasi pelaksanaan hukuman mati untuk melihat dampak dari eksekusi tersebut. Pemerintah juga harus memastikan apakah eksekusi mati berhasil menimbulkan efek jera dan menekan angka kriminalitas.
“Gereja katolik berharap adanya moratorium hukuman mati. Pemerintah harus mengevaluasi pelaksanaan hukuman mati,” ujar Romo Paulus dalam diskusi bertajuk ‘Hak Hidup dan Hukuman Mati dalam Teologi Agama-Agama’ di Jakarta, Selasa (6/12/2016), seperti dilansir Kompas.com.
Romo Paulus berpandangan, praktik hukuman mati bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945 di mana hak hidup merupakan hak dasar manusia yang harus dilindungi. Di sisi lain, dia melihat hukuman mati terbukti tidak efektif dalam menekan angka kejahatan.
Sampai saat ini penyebaran narkoba masih menjadi persoalan, sementara sejak 2015 sudah ada belasan terpidana kasus narkoba yang dieksekusi mati. “Apa ada dampak yang signifikan dan efek jera. Sudah 18 orang yang dieksekusi mati. Hukuman mati sendiri tidak sesuai dengan Pancasila dan HAM,” kata dia. Ia juga menegaskan, secara jelas Gereja Katolik menolak praktik hukuman mati.
Dalam ensiklik Evangelium Vitae yang diterbitkan tahun 1995, Paus Yohanes Paulus II menghapuskan status persyaratan untuk keamanan publik dari hukuman mati. Paus menyatakan bahwa dalam masyarakat modern saat ini, hukuman mati tidak dapat didukung penerapannya.
Hal senada juga diungkapkan oleh Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom. Menurut Pendeta Gomar, pemerintah tidak etis jika mempermainkan hidup seseorang melalui peraturan hukum dan perundang-undangan. Di sisi lain, PGI sendiri meragukan anggapan hukuman mati bisa menjadi efek jera. PGI telah berkali-kali menyampaikan protes kepada pemerintah. “Tidak etis jika negara mempermainkan hidup melalui hukum dan undang-undang,” ujar Pendeta Gomar.***
Sumber : Ucanews.com versi Bhs. Indonesia