Diberikan oleh RD. Lucius Poya Hobamatan, Pastor Kepala Paroki Maria Bunda Pembantu Abadi, Tembesi, Batam Pada Pertemuan Pembukaan AsIPA Gelombang III Tahun 2006
Sejarah Lahirnya:
- 1990, dalam sidang para Uskup Asia di Bandung, 17-27 Juli.
- Latar: Milenium kedua Asia diwarnai oleh sebuah kondisi hidup yang memperihantinkan akibat dari: globalisasi (ekonomi) yang menyebabkan jurang kaya-miskin yang lebar,fundamentalisme (religius): perpecahan antar agama, Politik: pembajakan demokrasi untuk kepentingan pribadi melalui korupsi, Ekologi: perusakan lingkungan hidup rakyat dan satwa demi kepentingan kaum kaya, Militerisasi: hak hidup masyarakat tergantung di pucuk senapan.
- Kaum Muda: kota-desa, miskin dan kaya, terpelajar atau tidak sekolah, bekerja atau menganggur, terorganisir atau tidak terorganisir, sedang diombang-ambingkan oleh gelombang kebudayaan kontemporer.
- Kaum Perempuan: Perempuan tidak punya tempat dalam pengambilan keputusan, karena budaya patriarkhat sangat membelenggu. Harus nikah dengan ini……………, atau kalau tidak menikah dianggap sebagai tidak laku, dan bukan panggilan
- Keluarga: Individualisme, hedonisme, materialisme, konsumerisme, mentalitas kontraseptif merupakan pengaruh zaman dalam melawan kesucian dan ketahanan nilai luhur keluarga dan stabilitas perkawinan.
- Fenomena Asia: ada gerakan-gerakan muncul: demokrasi, partisipasi perempuan, HAM, Gender, ekologi, pengembangan hidup rohani dan nilai-nilainya. (sakral – profan)dikembangkan.
Dalam situasi seperti itu, Gereja memang berteriak, tetapi hanya pada tingkat surat gembala. Bagaimana suara itu menjadi gerakan bersama umat ternyata sangat sulit. Mengapa? Karena: massal, ritual (misa, puasa dan pantang, dll), tradisional: Bulan Maria, sembah sujud, dll),. Yesus memang disembah, tetapi tidak diikuti. Yesus adalah pemimpin yang tidak punya pengikut. Dia seperti berjalan sendiri. Diua punya fans tetapi tidak punya orang yang terlibat dalam gerakan-Nya.
Dimensi utama yang digarisbawahi
Untuk menciptakan sebuah iklim Asia yang diharapkan itu, maka perlu sebuah cara baru hidup meng-Gereja (A New Way of Being Church). Oleh karena itu, dimensi-dimensi pokok yang dihasilkan dalam pertemuan FABC adalah:
- Gereja sebagai persekutuan komunitas-komunitas di mana sabda menjadi pusat(Communio in Comunitatum). Mengapa Persekutuan komunitas-komunitas? Karena dengan membangun persekutuan, kita mengambil bagian dalam persekutuan Tritunggal Mahakudus, yang kita terima ketika kita diinisiasikan.
- Dalam persekutuan yang berpusat pada sabda itu, imam, awam (sekami, keluarga, mudika. Religius) berpartisipasi mengamalkan karunia-karunia roh yang diterima dari sakramen-skaramen Gereja.
- Menjadi saksi Tuhan yang bangkit.
- Gereja itu ragi (kecil yang berpengaruh), tanda kenabian. (Gereja bisa merombak dunia menjadi Kerajaan Allah).
AsIPA
Untuk mewujudkan cara baru hidup meng-Gereja itu, maka perlu sebuah pendekatan pastoral, yang melalui pendekatan itu, Gereja partisipastif bisa diwujudkan. Pendektan itu yang disebut AsIPA.
- Asian?Asia, Mewujudkan visi para Uskup Asia dan membantu umat Kristiani Asia menghadapi kehidupan Asia dalam terang injil.
- Integral/ Terpadu, Mencapai keseimbangan antara rohani dan jasmani, pribadi dan komunitas, antara kepemimpinan hierarkis dan tanggunjawab bersama dengan awam.
- Pastoral, Melatih umat dalam misi pastoral mereka dalam Gereja dan dunia. Dan melatih para imam tentang bagaimana membangkitkan tanggungjawab bersama kaum awam, serta bagaimana bekerja dalam team.
- Approach/ Pendekatan, Proses pertumbuhan yang berpusat pada Kristus dan Komunitas. Proses ini selalu melibat seluruh peserta untuk menemukan dan mengalami sendiri cara baru meng-Gereja itu.
Untuk mewujudkan AsIPA itu, maka teks-teks disusun sebegitu sederhana yang bisa digunakan untuk tingkat KBG, Pengurus KBG, DPP di paroki-paroki. Metode-metode pendekatan AsIPA adalah sbb:
Metode AsIPA
- Teks-teks AsIPA menggunakan Pendekatan partisipatif, di mana setiap peserta mencari dan menemukan sendiri sesuai kemampuannya.
- Teks-teks itu disusun sesederhana mungkin, agar peserta menangkap dan fasilitator dapat menggunakan-Nya dengan persiapan yang sangat sedikit.
- Fasilitator diminta untuk mengikuti teks sesetia mungkin dan mendorong sebanyak mungkin peserta aktif terlibat sebagaimana diminta dalam teks.
- Fasilitator tidak boleh puas dengan satu jawaban dari suatu pertanyaan, tetapi mendorong sebanyak peserta terlibat mencari jawaban. Kelompok-kelompok kecil dibuat untuk membantu mencapai partisipasi maksimum.
- Tambahan dalam teks adalah untuk menyempurnakan temuan peserta sekaligus merangkum semua temuan itu.
- Ringkasan dapat digunakan sebagai masukkan.
Tujuan dari semua program ini: Konsientisasi
- Langkah I: Melihat situasi konkret yang dituangkan dalam KODE (gambar, lagu, syair, foto, cerita, drama, dll)
- Langkah II: Melihat situasi nyata dalam terang injil
- Langkah III: Mengambil langkah baru sebagai hasil refleksi iman
Modul-Modul Konkret menuju Gereja Partisipatif
- Berpusat pada Kristus dan bagaimana menghadirkan Kristus dalam hidup nyata (Seri A) SPIRITUALITAS
- Membangun persekutuan yang nyata untuk terlibat dalam misi Kristus (seri B) GEREJA
- Membagi Visi Gereja Partisipatif (Seri C) MISI
- Memberdayakan/ Bina Lanjut (Modul D)
Cara Baru Hidup Meng-Gereja ditandai dengan 3 Bintang
- Kristus sebagai pusat kehidupan
- Membangun komunitas/persekutuan yang nyata
- Melanjutkan misi Kristus.