Hari Kamisa Biasa, Tahun C/II.
Peringatan fakultaif St. Hilarius, uskup dan pujangga Gereja
Bacaan pertama, 1Samuel 4: 1-11, Orang-orang Israel terpukul kalah, dan tabut Allah dirampas; Mazmur 44: 10-11.14-15.24-25, Bebaskanlah kami, ya Tuhan, demi kasih setia-Mu!; Bacaan Injil Markus 1: 40-45, Orang Kusta lenyap penyakitnya dan menjadi tahir.
Jangan Jadikan Yesus Sebagai ATM
Oleh: Bapak Fransiskus Andi Krishatmadi *)
Selamat pagi saudaraku tercinta,
Dalam Bacaan I (1Sam. 4:1-11) dikisahkan ketika orang Israel kalah berperang melawan orang Filistin (ay.2). Mereka memutuskan untuk mengambil tabut perjanjian Tuhan dari Silo dan ditempatkan di tengah-tengah mereka. Karena mereka meyakini dengan adanya tabut perjanjian Tuhan di tengah mereka, maka Allah pasti akan melepaskan dari tangan Filistin, musuh mereka (ay.3-4).
Orang-orang Filistin yang telah mendengar kuasa Allah, awalnya juga menjadi takut. Kata mereka: “Allah mereka telah datang ke perkemahan itu,” “…Celakalah kita, … Siapakah yang menolong kita dari tangan Allah yang maha dahsyat ini? Inilah juga Allah, yang telah menghajar orang Mesir dengan berbagai-bagai tulah di padang gurun.” (ay. 7-8). Namun orang Filistin berhasil membangkitkan semangat tentaranya, dan ketika kembali berperang, orang Filistin berhasil menang bahkan kemenangan mereka jauh lebih besar karena berhasil merebut tabut perjanjian Tuhan dari tangan Israel (ay. 9-10).
Dalam Injil (Mrk. 1:40-45) dikisahkan seorang kusta datang kepada Yesus, dan memohon “Kalau Engkau mau, Engkau dapat menahirkan aku” (ay. 40). Tergerak oleh rasa belas kasihan, Yesus pun menyembuhkan orang itu. Yesus memperingatkan dengan keras agar orang kusta tidak memberitahukan apa-apa tentang hal ini kepada siapa pun, tetapi pergi dan memperlihatkan diri kepada imam dan mempersembahkan untuk penahirannya persembahan, yang diperintahkan oleh Musa” (ay. 41-44). Namun ternyata orang itu tetap memberitakan peristiwa itu. Ia menyebarkan kemana-mana berita penyembuhannya, sehingga Yesus tidak dapat lagi terang-terangan masuk ke dalam kota. Yesus tinggal di luar di tempat-tempat yang sepi; namun orang terus juga datang kepada-Nya dari segala penjuru (ay. 45).
Bagaimana dengan kita? Pada zaman Yesus menurut hukum Yahudi menyentuh orang kusta sama hukumnya dengan menyentuh mayat. Orang yang menyentuh menjadi najis. Menyapa atau memberi salam kepada orang kusta di tempat umum pun dianggap melanggar hukum. Maka bagi orang Yahudi, jika berjumpa dengan orang kusta pilihannya hanya dua yaitu: segera menyingkir atau mengusir orang kusta itu bahkan boleh dengan lemparan batu. Jadi orang kusta dianggap sama dengan orang mati. Dan hidup mereka dipisahkan dari sesamanya. Mereka mengalami penderitaan fisik dan sekaligus psikis.
Namun, dibalik kengerian dan kenajisan orang kusta, ternyata ada satu pribadi yang dengan penuh belas kasihan mau mengulurkan tangan-Nya dan menyembuhkan orang kusta. Dialah Yesus. Yesus diutus Allah untuk semua orang, termasuk juga kepada orang kusta. Cara pandang kedekatan Yesus dengan orang kusta, bagi orang Yahudi sebagai pelanggaran atas aturan. Bagi Yesus merupakan gerakan hati dan belas kasih Allah. Dan Yesus melihat dengan kacamata Allah, bahwa ketika si kusta datang kepada-Nya, berarti meminta-Nya untuk menyembuhkan, mentahirkan penyakitnya. Dan bahkan Yesus melihat kerendahan hati orang kusta itu ketika ia berkata “Kalau Engkau mau”. Orang kusta itu, tidak memaksakan kehendaknya, namun menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada Yesus.
Kita juga melihat orang kusta itu tidak bertepuk sebelah tangan, alias usahanya tidak sia-sia. Untuk menolong orang kusta, mengutamakan manusia, bukan aturan. Yesus melanggar aturan, dengan maksud menjamah orang kusta itu, supaya pewartaan dan karya keselamatan Allah, tidak terhambat. Disinilah sebenarnya makna itu, bahwa belas kasih Yesus jauh lebih besar daripada aturan apapun.
Dengan alasan yang sama, kita dapat memaklumi jika orang kusta yang sudah tahir itu justru melakukan kegiatan yang tidak sesuai dengan peringatan Yesus karena bagi orang kusta itu bahwa kenyataan ia disembuhkan oleh Yesus jauh lebih penting. Si kusta justru mensyukuri dan mengambil langkah untuk memberitakan apa yang ia alami, daripada mengikuti aturan hukum yang hanya boleh diumumkan kesembuhannya adalah para imam.
Jauh berbeda dengan sikap bangsa Israel di bacaan I (1 Sam 4;1-11). Dalam ketakutan dan kekalutan karena kalah perang, mereka bukan datang memohon belas kasih Allah melainkan memperlakukan tabut perjanjian Tuhan,–simbol kehadiran Allah di tengah umat-Nya–, sebagai jimat yang bisa digunakan kapan saja dan menurut kehendak mereka. Mereka yakin dengan hadirnya tabut perjanjian Tuhan di tengah mereka maka “Allah pasti melepaskan mereka dari tangan musuh” (1Sam 4:4) Mereka mau Allah hadir dan bertindak menyelamatkan mereka tetapi cara hidup mereka sangat jauh dari kehendak Allah.
Bisa jadi masih ada di antara kita yang salah dalam memaknai kehadiran dan penyertaan Yesus (Emanuel) dalam hidup kita yang selalu kita simbolkan dengan benda tertentu (salib, patung, air suci, Kitab Suci, dll). Simbol-simbol itu sering kita jadikan jimat yang mampu melindungi kita dari bahaya. Dengan cara demikian kita sebenarnya telah memperlakukan Yesus seperti penjaga atau orang-orangan sawah dari serbuan burung, seakan Yesus sebagai mesin ATM segala kebutuhan, dll, sementara perilaku kita jauh dari ajaran dan harapan Yesus.
St. Hilarius yang peringatannya kita rayakan hari ini, memberi teladan bagaimana ia tetap mengamalkan iman dengan taat dan saleh walau akses hidupnya dibatasi bahkan diputus (mengalami pembuangan). Ia tidak memohon kepada Yesus untuk dibebaskan dari pembuangan, tetapi ia menerima hukuman itu dengan gembira dan menjadikan waktunya selama di pembuangan sebagai kesempatan untuk menulis buku-buku untuk mengajarkan iman yang benar kepada umat dan melawan bidah Arianisme.
Jadi, jangan jadikan Yesus Sebagai ATM. Yakinlah yesus pasti akan bertindak menolong kita jika kita datang dan berlaku sesuai dengan kehendaknya. Semoga. Tuhan memberkati. ***
*). Guru di Seminari Menengah Mario Jhon Boen Pangkalpinang