Pekan Biasa XX, Tahun C/II; Bacaan pertama, Yehezkiel 36: 23-28, Kalian akan Kuberi hati dan Roh yang baru didalam batinmu; Mazmur tanggapan, 51:12-15.18-10, Aku akan mencurahkan air jernih kepadamu, dan kalian akan disucikan dari segala kenajisanmu; dan Bacaan Injil, Matius 22: 1-14, Undanglah setiap orang yang kalian jumpai ke pesta nikah ini.”
Allah senantiasa Mengundang Kita ke dalam Perjamuan-Nya
Oleh: Bapak Fransiskus Andi Krishatmadi*)
Salam sejahtera saudaraku tercinta,
Bacaan I: Yeh. 36: 23-28: ketika umat Israel hidup dalam pembuangan, Allah memulihkan martabat umat-Nya. “Aku akan menjemput kamu dari antara bangsa-bangsa dan mengumpulkan kamu dari semua negeri dan akan membawa kamu kembali ke tanahmu. Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat.”
Bacaan Injil: Mat. 22: 1-14: Yesus mengajarkan bahwa Kerajaan Sorga itu seperti seorang raja yang mengadakan perjamuan kawin untuk anaknya. Awalnya beberapa orang pilihan diundang.
Namun dengan berbagai macam alasan mereka menyatakan tidak bisa hadir. Akhirnya undangan disebarkan untuk semua orang. Banyak orang menjawab undangan dengan hadir dalam perjamuan. Tetapi ketika raja itu masuk untuk bertemu dengan tamu-tamunya, ia melihat seorang yang tidak berpakaian pesta. Ia berkata kepadanya: “Hai saudara, bagaimana engkau masuk ke mari dengan tidak mengenakan pakaian pesta?”
Tetapi orang itu diam saja. Lalu kata raja itu kepada hamba-hambanya: Ikatlah kaki dan tangannya dan campakkanlah orang itu ke dalam kegelapan yang paling gelap, di sanalah akan terdapat ratap dan kertak gigi.
Bagaimana dengan kita? Dari perumpamaan perjamuan pesta kawin anak raja, kita mendapat pesan bahwa (1) Allah-lah yang mengadakan perjamuan; (3) Allah yang menentukan siapa yang boleh ikut dan hadir dalam perjamuan; (3) Allah menginginkan sebanyak mungkin orang memenuhi undangan-Nya; (4) Allah menghendaki agar orang datang dengan menyelaraskan diri dengan suasana pesta.
Jadi jelas bahwa diundang Allah berarti kita memperoleh anugerah. Bahwa ada orang yang menolak anugerah itu (bahkan dilakukan oleh bangsa pilihan Allah, bangsa Israel) dan ada seorang tamu yang tidak memakai pakaian pesta sehingga mereka dihukum oleh Raja menjadi catatan penting bahwa sekalipun undangan disebarkan secara gratis, bukan berarti para tamu boleh dengan semena-mena menolak atau hadir menurut selera pribadi.
Kita harusnya bersyukur bahwa Allah selalu mengundang kita ke dalam pesta-Nya. Diundang ke pesta Allah adalah anugerah Allah bagi kita (kita menjadi orang pilihan), bukan karena kepantasan kita.
Karena itu, patutlah kita menjawab undangan dengan berpakaian pesta. Pesta perjamuan Allah terwujud secara nyata dalam perayaan liturgi, di manapun dan kapanpun itu dilaksanakan (di katedral, gereja nan agung, kapel, rumah, alam terbuka, pada hari raya, pesta, peringatan atau hari biasa). Undangan Allah ini menuntut kita untuk memantaskan diri. Rasul Agung, Paulus menandaskan, “Barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan”. (1Kor. 11: 27).
Kita patut berpakaian yang pantas (memantaskan diri) untuk hadir dalam perayaan berarti: menyesuaikan sikap dan tindakan kita seturut tata aturan (protokol) yang sudah ditetapkan oleh penyelenggara pesta yaitu Allah sendiri, karena Allah telah lebih dahulu mengubah ketidaklayakan (memantaskan) kita menjadi orang yang berkenan kepada-Nya untuk datang ke hadirat Allah. Dengan mengatakan, “Aku akan menjemput kamu dari antara bangsa-bangsa dan mengumpulkan kamu dari semua negeri dan akan membawa kamu kembali ke tanahmu. Kamu akan Kuberikan hati yang baru, dan roh yang baru di dalam batinmu dan Aku akan menjauhkan dari tubuhmu hati yang keras dan Kuberikan kepadamu hati yang taat.” (Yeh. 36:24.26).
Dalam perayaan ekaristi, undangan untuk menyelaraskan diri berulang-ulang disampaikan. Dalam Ritus pembuka: penyelarasan diri kita lakukan saat pernyataan tobat. Dalam Liturgi Sabda penyelarasan diri kita lakukan pada saat kita duduk / berdiri mendengarkan Sabda Tuhan. Dalam Liturg ekaristi kita menyelaraskan diri dimulai saat prefasi Doa Syukur Agung (DSA) ketika imam menyerukan “Marilah mengarahkan hati kepada Tuhan.” Dalam ritus penutup kita menyelaraskan diri ketika ajakan imam: “Marilah kita berdiri untuk menerima berkat dan pengutusan”.
Dalam seluruh perayaan kita menyelaraskan diri dengan melakukan sikap dan tata gerak yang seragam (PUMR 42). Kiranya, kita dimampukan untuk menjaga kesucian hidup dengan cara takut dan hormat atas karunia Tuhan agar dapat merayakan perjamuan dalam Kerajaan-Nya kelak. Semoga, Tuhan memberkati kita! ***
*) Guru Agama Katolik mengajar di Seminari Menengah Mario Jhon Boen Pangkalpinang