Tanjungpinang-BerkatNews.com. DUA tahun silam, tatkala Romo Atbau merayakan pesta perak imamatnya di Gereja Kristus Raja, Tanjungpinang, Minggu (17 September 2017), ia menerima gelar kehomatan “Yang Dihormati” dari Lembaga Adat Melayu Kepulauan Riau, diwakili Kekerabatan Keluarga Besar Melayu Kepri. Satu kalimat yang ia ucapkan hari itu, “Saya sangat berterimakasih karena saudara-saudara Melayu menerima saya. Di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung,” tutur pemilik nama lengkap RD Fransiskus Atbau Oedjan ini.
Imam dengan ‘sense of art’ tinggi ini tidak asing di mata banyak orang, tidak terkecuali bagi kalangan umat katolik di wilayah Keuskupan Pangkalpinang. Pun bagi masyarakat luas yang non katolik, tak sedikit masyarakat kota ini mengenalnya. Edi Jajang Jaya Atmaja misalnya, mantan Redaktur Pelaksana Bangka Pos yang kini adalah dosen UBB (Universitas Bangka Belitung), suatu ketika kepada penulis menyampaikan bahwa ia mengenal sosok Romo Atbau dengan baik. Kedua pemilik suara merdu ini sepertinya saling mengenal lewat hobi tarik suara mereka, tetapi kepada penulis mereka merahasiakan di mana mereka saling mengenal.
Semasa hidupnya, beberapa karya dengan sentuhan seni tinggi yang pernah Romo Atbau hasilkan diantaranya adalah ‘Goa Maria Pelindung Segala Bangsa’, Belinyu. Romo Atbau “menyulap” Goa Maria ‘Mo Thian Liang’ (begitu Tionghoa Belinyu menyebutnya-red) menjadi Goa Maria dengan penataan cahaya lampu yang artistik, mengemas sumber daya alam yang ada menjadi lebih alami, semisal pohon kiara yang menyerupai beringin dipangkas sedemikian rupa sehingga tampak rindang, teduh dan asri, di mana terdapat ular hitam bertotol kuning yang selalu setia menjadi “penunggu” pohon-pohon kiara itu. Juga aliran air dari arah pasar yang di hadang dengan tumpukan pasir sedemikian rupa, hingga menghasilkan suara gemericik air yang mirip anak sungai. Di sanalah ‘Mo Thian Liang‘ alias ‘Bukit Menggapai Langit’ itu berada.
Dalam banyak moment khusus, imam ini juga sering mempersembahkan perayaan ekaristi dengan alunan persembahan music dan lagu para professional semisal penyanyi terkenal Denpasar Moon, Maribeth, juga alunan saxophone adik dari mendiang musisi terkenal Embong Raharjo, Didik SSS, serta penari dan penyanyi profesional lainnya. Romo Atbau pun pernah menelurkan beberapa album lagu untuk karya pelayanan gereja.
Impian si “Hitam”
Di kampung halamannya sendiri Tanjungpinang, ia dikenal dengan julukan “Hitam”. Mungkin karena warna kulitnya yang gelap. Duapuluhtujuh tahun yang lalu, tepatnya 13 September 1992, Atbau muda menerima tahbisan imamat di Paroki Hati Maria Tak Bernoda, Kota Kijang, Pulau Bintan, Kepulauan Riau.
Satu impiannya yang tak pernah terwujud adalah tatkala pada pesta perak imamatnya Romo Atbau berkeinginan menerbitkan buku biografi tentang dirinya. Kepada penulis, Romo Atbau beberapa kali menyampaikan keinginan tersebut, bahkan meminta penulis merancang kisi-kisi atas buku tersebut. Dan semua keinginannya penulis penuhi, namun tanpa penulis ketahui alasannya secara pasti, buku tersebut gagal dibuat hingga akhir hayatnya.
Hari ini, Senin (24 Juni 2019) engkau telah pergi, meninggalkan kami semua. Kami kehilangan sosok imam yang humanis, humoris dan merakyat, tapi mungkin Allah Bapa lebih mencintaimu. Selamat jalan Datuk “Yang Dihormati”. Berbahagialah bersama para kudus di surga. Doa kami menyertaimu. (fennie)