Bacaan 1, 1Mak. 1:10-15.41-43.54-57.62-64, kemurkaan hebat menimpa umat; Mzm. 119: 53.61.134.150.155.158, hidupkanlah aku, ya Tuhan, supaya aku berpegang pada perindah-Mu; Bacaan Injil Lukas 18: 35-43, Apa yang kau inginkan Kuperbuat bagimu? Tuhan, semoga aku melihat.
Si Buta, Membantu kita Cara Melihat
Oleh: Alfons Liwun
Raja Antiokhus Epifanes, putera raja Antiokhus. Raja yang membelokkan mata orang Israel ke arah duniawi, kebutuhan fisik dan kekuasaan. Konsensus dengan Allah dialihkan demi kenikmatan matanya. Cara mengalihkan ialah berbuat jahat. Membakar kitab perjanjian Israel dengan Allah, mengadakan kurban bakaran, dan bekerjasama dengan bangsa lain demi kenikmatan keinginan duniawi. Cara raja Antiokhus Epifanes inilah kontras dengan hidup orang Israel yang semestinya bergantung pada Allah, sang Khalik mereka selama ini.
Injil hari ini, Lukas menceritakan tentang si buta. Ia seorang pengemis dan duduk di pinggir jalan. Mengemis cara si buta berusaha mencari nafkah. Mencari nafkah dengan berharap dari belaskasihan orang-orang yang lewat di jalan. Harap pada belaskasih orang.
Cara si buta ini memberikan kepada khalayak bahwa situasi yang dialaminya tidak membuat ia malas, tutup diri, dan minder dengan keadaannya. Namun ia berusaha, ia berjuang untuk hidup dengan situasi fisiknya. Cara menjalani hidup si buta, bukan harapan hidupnya yang utuh. Harapan hidupnya yang utuh ialah mau agar sembuh dari butanya. Dan cara hidup mengemis, mungkin ditinggal, ia mau mencari hidup yang lebih membahagiakan masa depannya.
Lukas sangat jelas menyampaikan kepada publik bahwa tempat mencari hidup si buta adalah di pinggir jalan. Lukas menyebut juga jalan di Yerikho. Namun, tidak jelas menyebut nama jalan secara khusus. Mungkin saja dulu belum ada nama jalan dulu secara spesifik seperti sekarang ini. Yang terpenting, informasi yang kita terima bahwa si buta ada di pinggir jalan di Yerikho.
Lebih penting dari itu ialah Lukas menyebut si buta duduk di pinggir jalan. Duduk di pinggir jalan, si buta patuh pada aturan. Bukan karena buta lalu, ia sesuka hati berjalan atau duduk di tengah jalan dan menghambat lalu lintas. Tidak! Ia tahu diri, dan menempatkan diri pada posisi, “duduk” di pinggir jalan. Duduk, bagi si buta sebuah makna aktif. Aktif menjalani duduk sebagai seorang pengemis, tetapi juga aktif berharap pada kerinduan untuk bebas dari buta fisiknya.
Duduk, memiliki makna bertahan pada pencarian hidup, yang melampaui hidup fisik yaitu berjumpa dengan banyak orang hingga berjumpa dengan Yesus, harapan terakhir yang menyelamatkan hidupnya.
Duduk, bagi si buta ialah aktif memohon. Cara si buta membuka mata para murid dan banyak orang yang melewati jalan itu, melihat Yesus orang Nazaret menjadi Yesus seorang tabib, penyembuh, penyelamat si buta dan manusia.
Duduk juga memilik makna bagi si buta, yaitu aktif bekerja. Cara si buta membuka mata orang yang menolongnya, bahwa dalam dirinya, si buta mampu menghantar mereka menjumpai Yesus, wujudnyata Allah yang hidup ditengah kesibukan hidup manusia. Cara si buta, walaupun buta fisik, ia mampu membantu orang lain cara melihat sesuatu yang bersifat fisik menuju yang ilahi.
Bahwa hal fisik yang dipandang kebanyakan orang sebagai jalan akhir dari keselamatan ternyata tidak demikian. Keselamatan terakhir justru manusia harus berjumpa dan bersama Yesus mengalami keutuhan hidup, itulah si buta dari Yerikho membuka mata kita orang beriman yang sering lupa Yesus dengan berbagai kesibukan sehari-hari.
Semoga, kita meneladani si buta, bukan Antiokhus Ephifanes, melihat hal fisik bukan akhir hidup, namun dari hal fisik menuju yang ilahi, Yesus, tabib ajaib, penyelamat manusia. Amin. ***