Bacaan pertama Kisah Para Rasul 28: 16-20.30-31, Paulus tinggal di Roma memberitakan Kerajaan Allah; Mazmur 11: 4.5.7, Orang yang tulus akan memandang wajah-Mu, ya Tuhan; Bacaan Injil Yohanes 21: 20-25, Dialah murid, yang telah menuliskan semuanya ini, dan kesaksiaannya itu benar.
Engkau, Ikutlah Aku
Oleh: Alfons Liwun *)
Mengikuti Yesus, merupakan panggilan hati. Hati yang terikat pada Yesus karena di dasar hati itulah, Allah sedang berkarya dan sekaligus mengarahkan jiwa raga setiap orang yang percaya kepada-Nya.
Ikutlah Aku, Apakah yang dihayati Petrus dan Yohanes?
Ikutlah Aku, ungkapan Yesus. Ungkapan ini, dalam Injil dikemukakan kepada dua murid, yaitu Petrus dan Yohanes. Membaca teks Injil Yohanes ini, secara tidak langsung kita boleh bertanya dalam hati. “Apakah relasi Petrus dan Yohanes, aman-aman saja ketika mengikuti Yesus?” Jawaban dalam Injl Yohanes ini, secara implisit, rupanya tidak aman-aman saja. Ini tidak diungkapkan oleh Petrus, namun Yohanes menulis kisah ini dengan mengatakan “Petrus berpaling dan melihat bahwa murid yang dikasihi Yesus sedang mengikuti mereka…”
Kalimat “Petrus berpaling dan melihat…” memiliki maknanya tersendiri. Maknanya ialah bahwa ketika Petrus mengikuti Yesus, tetapi Petrus sendiri tidak berfokus pada Yesus. Petrus sendiri berpaling dan melihat…, juga berarti bahwa Petrus sendiri masih melihat ke masa lalunya sendiri. Bahkan tidak hanya itu, tetapi ia pun melihat masa lalunya Yohanes. Kedekatan Yohanes dengan Yesus ketika malam perjamuan akhir, pun memberikan warna khas tersendiri bagi Petrus dan Yohanes. Petrus merasa sungkan sementara Yohanes mau menunjukkan kepada Petrus bahwa yang lebih dekat dengan Yesus, ialah dirinya.
Maka “kedekatan dengan Yesus” merupakan sebuah jaminan untuk lebih meyakinkan Yesus? Tidak! Karena apalah artinya kedekatan dengan Yesus tetapi relasi dengan sesamanya, tidak begitu akur. Atau kedekatan dengan Yesus justru menjerumuskan Yesus sendiri. Inilah yang sebenarnya salah kaprah dalam penghayatan hidup soal kedekatan dengan Yesus.
Ikutlah Aku, Apa yang dihayati Paulus Sang Rasul Agung?
Bacaan pertama, Kisah Rasul melukiskan pengalaman pemberitaan Yesus yang dilakukan oleh Paulus di Roma. Dua tahun tinggal di Roma karena ditangkap. Penangkapan Paulus dijatuhi hukuman mati. Dijatuhi hukuman mati karena Paulus dianggap oleh orang Yahudi sebagai pendusta adat istiadat Yahudi. Namun, Paulus dengan berani menyatakan naik banding. Karena itu Paulus dibawa dan ditawan di Roma.
Selama dua tahun di Roma, Paulus tidak tinggal diam. Ia bahkan menerima semua orang yang datang kepadanya, termasuk saudara-saudaranya, bangsa Yahudi. Kejujuran dan kerendahan hati Paulus dalam sharingnya bersama saudaranya bangsa Yahudi, tidak dikisahkan Lukas sebagai pengalaman yang menyenangkan. Namun, nyatanya bahwa Paulus bertahan hidup dan menyewa rumah sebagai tempat tinggal dengan keringatnya sendiri, merupakan hal positip.
Gambaran pewartaan Paulus selama hidup di Roma, secara tidak langsung, Yesus yang berkarya dalam dirinya, mendampingi dan menghidupkannya. Di Isreal ia dianggap pembangkan namun di tempat perantauan seperti di Roma, ia justru dikunjungi sesamanya. Rasa kedekatan Paulus dengan sesamanya ini membuka peluang bagi Paulus menyampaikan Kabar Sukacita Injil. Bahwa melalui peristiwa kebangkitan Yesus, Paulus mampu membawa Kabar Injil ini hingga ke Roma dan mensharingkannya kepada sesama mereka.
Kedekatan Rasul Yesus dengan Yesus, membuka peluang bagi kita yang mengikuti Yesus untuk membangun relasi dengan Yesus dengan lebih intim. Keintiman relasi dengan Yesus, semestinya tidak membuat diri kita menjadi sombong dan besar kepala. Kedekatan kita dengan Yesus, seharusnya mendorong kita untuk tetap bersatu dengan Dia, yang melahirkan kebaikan hati kita untuk menerima sesama kita apa adanya. Membangun relasi yang humanis dan rasa keadilan sebagai buah dari kedekatan kita dengan Yesus. Bukan konflik, bukan membeda-bedakan, bukan karena ada apa-apanya. Namun kedekatan kita dengan Yesus harus membuka ruang bagi sesama untuk kembali bersatu dengan Kristus dan membawa Kristus untuk dunia. Semoga Rahmat Kedekatan kita dengan Kristus, menjadi berkat kesuburan bagi sesama kita. Amin! ***
*) Staf PIPA Keuskupan Pangkalpinang