Oleh RP Thomas Sukotriraharjo, SS.CC
Orang buta, dalam bacaan Injil hari ini (Yoh 9:1-41), mengalami mukjizat yg terbesar dalam hidupnya – ia memperoleh kembali penglihatannya. Namun, meskipun dia sudah dapat melihat kembali, hal itu belum memperbaiki hidupnya. Kenyataannya, dia masih merasa sendiri dan terpisah dari orang tuanya sendiri yg merasa takut utk bersaksi tentang apa yg dialami oleh anaknya…orang tuanya takut dikucilkan juga. “Tetapi orang-orang Yahudi itu tidak percaya, bahwa tadinya ia buta dan baru dapat melihat lagi, sampai mereka memanggil orang tuanya dan bertanya kepada mereka: “Inikah anakmu, yang kamu katakan bhw ia lahir buta? Kalau begitu bagaimanakah ia sekarang dapat melihat?” Jawab orang tua itu: “Yang kami tahu ialah, bhw dia ini anak kami dan bhw ia lahir buta, tetapi bagaimana ia sekarang dapat melihat, kami tidak tahu, dan siapa yg memelekkan matanya, kami tidak tahu juga. Tanyakanlah kepadanya sendiri, ia sudah dewasa, ia dapat berkats-kata untuk dirinya sendiri.” Orang tuanya berkata demikian, karena mereka takut kepada orang2 Yahudi, sebab orang-orang Yahudi itu telah sepakat bhw setiap orang yang mengaku Dia sebagai Mesias, akan dikucilkan.
Itulah sebabnya maka orang tuanya berkata: “Ia telah dewasa, tanyakanlah kepadanya sendiri”(ay 18-23). Bukankah kita juga kadang2 mengalami seperti apa yg dialami oleh orang buta itu? Kita memperoleh sesuatu yg besar namun pada kemudian, kita merasa takut utk bersaksi…karena takut dikucilkan. Sangat mudah bagi kita untuk menyalahkan Allah, “Mengapa Tuhan? Mengapa harus saya?” Apakah orang buta itu menyesal saat2 dimana Yesus menjamah matanya dan memulihkan penglihatannya? Apakah dia ingin agar Yesus tdk pernah masuk dalam hidupnya? Apakah dia menyalahkan Tuhan? Orang buta itu tidak pernah menyalahkan Tuhan dan tdk pernah menyesali mukjizat yg ia alami. Namun kenyataannya, justru masalah2 yg dia hadapi dengan orang-ornag Farisi, membuat dia semakin tumbuh dalam imannya.
Pada akhirnya, dia bahkan menegor orang-orang Farisi karena ketidak percayaan mereka. “Jawab orang itu kepada mereka: “Aneh juga bahwa kamu tidak tahu dari mana Ia datang, sedangkan Ia telah memelekkan mataku. Kita tahu, bahwa Allah tdk mendengarkan orang2 berdosa, melainkan orang2 yg saleh dan yg melakukan kehendak-Nya. Dari dahulu sampai sekarang tdk pernah terdengar, bahwa ada orang yg memelekkan mata orang yg lahir buta. Jikalau orang itu tdk datang dari Allah, Ia tidak dapat berbuat apa2″(ay 30-33).
Orang yang berani ini kemudian diusir keluar karena keyakinannya yg semakin tumbuh kepada Yesus. Yesus tidak meninggalkan dia sendiri. Dia menemui dia dan membawanya kepada iman akan Allah yg lebih dalam lagi. Ini merupakan suatu pencapain yg besar lebih dari karunia penglihatan matanya. Orang itu melihat Yesus dengan mata iman dan mengakui dengan suka cita, “Aku percaya, Tuhan!” Lalu ia sujud menyembah-Nya.(ay 38).
Dalam jatuh-bangun hidup kita, pencapaian dan kekalahan kita, marilah kita jadikan orang buta yang dipulihkan penglihatannya ini inspirasi kita. Marilah kita tidak terfokus pada apa yg kita capai atau kegagalan kita di dunia ini tetapi fokus pada Yesus yang datang kepada kita dan yang menuntun kita kepada iman yang lebih dalam kepada Allah. Yesus adalah harta dan pencapaian kita yang terbesar. Bagaimana saya dapat membiarkan diriku untuk dituntun kepada iman yg lebih dalam kepada Allah? Marilah kita berdoa dan berseru kepada Tuhan Yesus. “TUHAN Yesus, di dalam nama-Mu, orang buta dapat melihat, orang lumpuh berjalan, dan orang mati dihidupkan. Datanglah dalam hidup kami dan sembuhkanlah luka-luka batin kami. Berilah kami mata iman untuk melihat kemuliaan-Mu dan hati yg berani untuk memuliakan-Mu dalam perkataan dan perbuatan kami. Amin.”
Selamat Hari Minggu dan TUHAN memberkati…