Sosok ini dilahirkan dari keluarga Katolik yang aktif dalam pelayanan gereja. Konon, keluarganya juga dekat dan terbiasa dengan kalangan para Pastor. Lantas, latarbelakang tersebut, secara tidak langsung menggerakkan hati RD FX Hendrawinata, ketika masih kecil menjadi pelayanan umat.
Lagipula, menurut tuturannya, sejak dini, ia telah terlibat menjadi Putra Altar, dan aktif dalam Legio Maria.
Romo Hendra, lahir di Rumah Sakit Tambang Timah Bangka (RSTTB) Pangkalpinang, 22 Juli 1949. Sekarang, Rumah Sakit itu berubah nama menjadi Rumah Sakit Bakti Timah (RSBT).
Selain sebagai anak pria satu-satunya, ia juga tak lain adalah anak sulung dari 3 bersaudara. Ia dilahirkan dari pasangan dari Tjen Jung Fa ( Johanes Fauzi Zen ) dan Tjia Jauw In ( Lusia Inawati).
Nama aslinya, Tjen hian Hauw., dan lebih akrab, mantan parokus Katedral Pangkalpinang ini mempunyai nama resmi Fransiskus Xaverius Hendrawinata. Sedangkan di tengah keluarga, ia mempunyai nama kecil Hauw Hauw.
Hendra kecil pun terhitung beruntung. Pasalnya, baru berumur 8 hari ia sudah dibaptis. Dan tahun 1957, ia menerima komuni pertama. Baik sakramen baptis maupun komuni pertama, terjadi di Paroki Katedral St.Yosef, Pangkalpinang.
Setahun setelah komuni pertama, tepatnya pada tahun 1958 pindahlah keluarga kecil ini ke Palembang. Ketika itu, Bangka masih berinduk pada Provinsi Sumatera Selatan yang bepusat di kota empek-empek itu.
Tentunya ada alasan perpindahan itu. Menurut Romo Hendra, perpindahan itu terjadi lantaran ayahnya yang biasa disapa Pak Fauzi diberhentikan dari Anggota Kepolisian Indonesia, dan menjadi rakyat biasa.
Mamanya seorang aktivis Gereja
Diam-diam, mama Romo Hendra, rupanya tidak hanya aktivis Gereja. Tetapi juga dinilai sebagai sosok kunci bagi perkembangan Legio Maria di Keuskupan Pangkalpinang. Pasalnya, mama Romo Hendra ini, menjadi sosok Ketua Kuria Legio Maria yang pertama di Kesukupan Pangkalpinang pada tahun 1955.
Dengan mengayuh sepeda, semangat katese yang dimiliki oleh Mama Lusi Inawati ini, tidak pernah ada habisnya. “Saya pun sering diajak Mama pergi untuk pergi rapat Legio Maria dan menemani mama untuk mengajarkan agama katolik dari rumah ke rumah,” kenang RD.FX. Hendrawinata.
Imam yang mempunyai hobi sebagai kolektor perangko ini sempat mengenyam pendidikan di Sekolahan Budi Mulia. “Saya sekolah di TK, yang dulunya terkenal sebutan kelas 0, ujar Romo Hendra. Selain di TK, ia pun sempat mencicipi pendidikan di SD Budi Mulia. “Saat itu kelas 1 SD dikenal dengan Sekolah Rakyat pada zaman itu,” imbuhnya lagi.
Sehingga saat ini, ia mengakui masih diperhitungkan sebagai alumni Budi Mulai.
Selepas dari Budimulia, ia melanjutkan sekolah di Kota Palembang. Mulai dari SD, SMP hingga tamat SMA di Xaverius Palembang.
Dalam perjalanan waktu, tepatnya ketika duduk di bangku sekolah kelas 3 SMA, ia mencoba menjawab panggilan Tuhan. Satu-satunya jalan, ia masuk ke sekolah Seminari Menengah Palembang. Ia duduk 1 tahun di Seminari Menengah yang berpelindungkan St Paulus itu, setelah tamat dari bangku SMA.
Lantas, dari Palembang, ia melanjutkan ke Seminari Tinggi di Yogyakarta. Di Seminari yang dikenal dengan nama, Institut Filsafat Theologi (IFT) Kentungan Yogyakarta itu, ia dididik dari 1969-1970.
Usai di Kentungan, Romo Hendra hijrah ke Bandung. Di ibukota Jawa Barat itu, ia melanjutkan study Filsafat dan Theologinya di STFT Surya Agung Bumi Bandung, selama 4 tahun (1971-1974).
Pada awal tahun 1975, ia menjalani praktek pastoral di Katedral Pangkalpinang. Lantas, pada tanggal 14 Desember 1975 frater Hendra, ditahbiskan sebagai Imam oleh Mgr. N.P Van der Westen, SS.CC.
Sebagai imam baru, ia langsung ditugaskan sebagai Pastor Pembantu di Paroki Katedral Pangkalpinang, dari tahun 1975 sampai 1982. Romo F.X Hendrawinata ini juga merupakan Imam Diosesan kedua setelah RD Mario John Boen.
Menjadi Parokus Tanjungpinang, ketika di Kepri hanya ada satu paroki
Dan ketika Mgr Hilarius Moa Nurak SVD, diumumkan menjadi Uskup di Keuskupan Pangkalpinang, 1987, Romo Hendra bertugas sebagai pastor Paroki Tanjungpinang.
Sulit dibayangkan oleh siapapun, sebab selama bulan Juli 1982 sampai Januari 1990, Romo Hendra harus melayani umat di Kepulauan Bintan, Batam, Ujung Beting, Tanjung Balai Karimun bahkan sampai kepulauan Anambas dan Natuna.
Mengapa demikian? Karena saat itu di Kepulauan Riau yang sekarang sudah terdiri dari tujuh paroki itu, saat itu hanya satu paroki. Tetapi dengan gayanya yang lembut dan rendah hati, Romo yang punya minat dengan dunia komunikasi lewat orari ini pun tidak pernah mengeluh dalam tugas pelayanannya.
Lantas, sebagai sebagai imam yang taat kepada Uskup, ia mentaati tugas study di Roma pada taun 1990 sampai tahun 1993. Ia studi Misiologi di Universitas Urbaniana Roma, Italia. Usai study di Roma, ia kembali ke Pangkalpinang dan mulai bertugas menjadi Pastor Paroki St.Yosef, Katedral-Pangkalpinang pada Mei 1993- Mei 2000.
Terhitung sudah banyak karya yang telah dibuat oleh Romo Hendra. Selain pernah menjabat sebagai Vikjend. Keuskupan Pangkalpinang, dialah imam Keuskupan Pangkalpinang pertama yang lulus test sebagai komisaris PT.BPR Ukabima Lestari.
Layaklah ia di posisi itu, pasalnya Romo Hendra lah yang mulai merintis pendirian Bank Perkreditan Rakyat ( BPR ) dari tahun 1997. Ide itu sempat tidak berlanjut karena krisis moneter melanda negeri ini. Dan mimpi itu pun dilanjutkan pada tahun 2001-2002, hingga diresmikan November 2003.
Selain itu ia dipercayakan Uskup Mgr Hilarius Moa Nurak SVD untuk menjadi Komisaris PT.Ciptabhineka Karya Lestari.
BNC juga mencatat, Romo Hendra juga merupakan salah satu perintis Radio Palupi. Radio itu kini bergabung dengan Sonora Jakarta.
Di bidang kerasulan Keluarga, ia menjadi pelopor komunitas kategorial Weeked Marriage Encounter (ME) di Pangkalpinang pada tahun 1987.
“Saya merupakan anak laki yang tunggal dan sulung dari keluaga saya. Syukurlah Mama saya tidak pernah memaksa atau melarang saya untuk menjadi imam hanya berpesan jalani keputusan dengan sebaik-baiknya Serta sangat besar harapan saya bagi generasi muda sekarang mencoba menjawab panggilan Tuhan dan bagi orangtua mendoakan anak-anaknya supaya terpanggil dan merelakan menjadi pelayan umat sebagai imam, ” pungkas Romo Hendra bernada sharing. (*)
Peliput : Agnes Yulia
Editor : Stefan
arsip : 02 Juni 2014