Pekan Biasa II
Bacaan pertama, 1Samuel 17: 32-33.37.40-51, Daud mengalahkan Goliat dengan umban dan batu; Mazmur, 114: 1.2.9-10, Terpujilah Tuhan, gunung batuku; Bacaan Injil Markus 3: 1-6, Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, menyelamatkan nyawa orang atau membunuhnya?
Nilai Manusia Lebih Penting Daripada Aturan
RD. Fransiskus Paskalis *)
Sanak saudara yang terkasih dalam Kristus,
Memasuki hari ketiga dalam pekan biasa II, kita diingatkan akan bacaan Injil hari Senin dan Selasa kemarin. Pada hari Senin, Penginjil Markus mengisahkan kepada kita bagaimana orang-orang Farisi sedang mencobai Yesus terkait sikap-Nya tentang aturan puasa dalam tradisi Yahudi. Yesus membungkam mereka semua, dengan jawaban-Nya yang bijak, bahwa selama mempelai (dibaca: Yesus), bersama mereka, mereka tidak akan berpuasa.
Di hari kedua, Selasa, peristiwa murid-murid yang memetik gandum pada hari sabat. Juga dipersoalkan oleh orang Farisi. Terlalu ketat menjaga aturan nenek moyang, mereka kemudian mempersalahkan Yesus, mengapa Dia membiarkan para pengikut-Nya memetik gandum pada hari yang dikuduskan?
Pada kesempatan ini, Yesus dengan penuh wibawa meminta mereka untuk melihat bagaimana sikap Daud (yang selalu mereka agung-agungkan), ketika mereka melanggar aturan nenek moyang mereka. Yesus sendiri menyadari bahwa Daud tentu mengetahui larangan untuk makan dari roti yang hanya dimakan oleh imam-imam. Kendati demikian, Daud melakukan itu, sebab nilai hidup menjadi prioritas, daripada setia pada aturan yang terkesan kaku dan membelenggu manusia.
Walaupun berulang kali dibungkam oleh Yesus, tetapi orang-orang Farisi tetap mengintai Yesus, hanya untuk mencari kesalahan-Nya. Itulah yang yang kita dengar pada hari ini.
Kisahnya berawal ketika Yesus masuk ke rumah ibadat pada hari sabat. Mata-Nya tertuju pada seorang yang sedang sakit (mati sebelah tangan), yang kebetulan sudah ada di dalam rumah ibadat itu. Orang-orang Farisi tahu betapa orang yang sakit itu menderita. Bukan membawanya untuk disembuhkan oleh para tabib, atau meminta Yesus untuk menyembuhkan, sebaliknya orang sakit dijadikan sebagai objek untuk menjebak Yesus. Kendati mereka tahu perjuangan orang sakit itu untuk sembuh, tetapi itu tidak membuat hati mereka terbuka untuk sesama.
Penafsiran yang kaku terhadap aturan nenek moyang, membuat mata hati mereka buta bahwa orang sakit itu, membutuhkan pertolongan dari mereka. Kerinduan si sakit untuk menjadi sembuh, dibalas dengan sikap mereka yang begitu membelenggu. Bagi, saya, orang yang sakit itu, bukan menemukan kedamaian batin, justeru semakin tertekan oleh sikap mereka. Dan dalam kondisi seperti ini, orang sakit itu sebenarnya membutuhkan Yesus, bukan hanya agar dia menjadi sembuh secara fisik, tetapi lebih dari itu, dia merindukan pemulihan secara batin. Bagai gayung bersambut, Yesus hadir dan menjawab semua kerinduan hati si sakit.
Dari tiga kisah Injil di atas, (Senin-Rabu), kita renungkan satu hal penting dalam hidup kita, bagaimana kita menempatkan keselamatan manusia ketika dihadapkan pada aturan. Aturan penting, karena mengatur ketertiban bersama. Aturan menolong kita agar membawa kita pada keselamatan.Tetapi ingat, Yesus menempatkan keselamatan manusia di atas semua aturan manusiawi, sebab nilai hidup manusia jauh lebih utama daripada aturan yang terkadang dijalankan secara kaku. ***
*). Imam Keuskupan Pangkalpinang, Pastor Paroki Regina Pacis Tanjungpandan Belitung