Jumat Sesudah Rabu Abu
Bacaan pertama Yesaya 58 : 1-9a, Berpuasa, yang kukehendaki, ialah engkau harus membuka belenggu-belenggu kelaliman; Mazmur 51 : 3-4. 5-6a. 16-19, Hati yang remuk redam tidak akan Kaupandang hina, ya Allah; Matius 9: 14-15, Mempelai itu akan diambil dari mereka, dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.
Puasa Yang Sejati
RD. Marcel Gabriel *)
Pembaca BERKAT News yang terkasih: Salam KOMUNIO & MISSIO.
Kita berada pada awal Masa Puasa, tepatnya Hari Jumat, yaitu hari ketiga sesudah Hari Rabu Abu. Dalam konteks Gereja Semesta, kita sedang mempersiapkan Sinode Para Uskup Sedunia. Dan dalam konteks Gereja Setempat, yakni Gereja kita di Keuskupan Pangkalpinang, kita sedang berada dalam Tahun Misi, dengan sikap “Peduli” yang harus diterjemahkan ke dalam tindakan “Solider.”
Sebagai bagian dari “indikator Tahun Misi,” sikap peduli dan tindakan solider tersebut tidak berdiri sendiri, melainkan harus mengalir dari hubungan dengan Allah. Dan ketika hubungan dengan Allah itu diwujudnyatakan atau diaplikasikan ke dalam hubungan dengan sesama, puasa kita akan menjadi puasa yang sejati!
Puasa dengan dua sisi relasi
Sebagai bagian dari cara hidup beriman, yang mempunyai dua sisi relasi, yakni relasi dengan Allah dan relasi dengan sesama manusia, demikian pulalah “puasa” merangkul kedua tingkat hubungan itu di dalam perwujudannya. Melalui Nabi Yesaya, kita menemukan kedua tingkat hubungan ini. “Memang setiap hari mereka mencari Aku dan suka untuk mengenal segala jalan-Ku. Seperti bangsa yang melakukan yang benar dan yang tidak meninggalkan hukum Allahnya mereka menanyakan Aku tentang hukum-hukum yang benar, mereka suka mendekat menghadap Allah, tanyanya: “Mengapa kami berpuasa dan Engkau tidak memperhatikannya juga? Mengapa kami merendahkan diri dan Engkau tidak mengindahkannya juga?” Sesungguhnya, pada hari puasamu engkau masih tetap mengurus urusanmu, dan kamu mendesak-desak semua buruhmu. Sesungguhnya, kamu berpuasa sambil berbantah dan berkelahi serta memukul dengan tinju dengan tidak semena-mena. Dengan caramu berpuasa seperti sekarang ini suaramu tidak akan didengar di tempat tinggi. Sungguh-sungguh inikah berpuasa yang Kukehendaki, dan mengadakan hari merendahkan diri, jika engkau menundukkan kepala seperti gelagah dan membentangkan kain karung dan abu sebagai lapik tidur? Sungguh-sungguh itukah yang kausebutkan berpuasa, mengadakan hari yang berkenan pada TUHAN, (Yesaya 58 : 2-5).”
Namun di sini, kita menemukan bahwa kedua sisi relasi dalam teks ini, ternyata bukanlah puasa yang sejati. Tindakan puasa yang kita temukan di sini di satu sisi “tidak berkenan kepada Allah” dan di sisi yang lainnya, bahkan juga “merugikan sesama.”
Puasa yang sejati dalam Warta Nabi Yesaya
Selanjutnya, melalui Nabi-Nya, Allah membukakan rahasia tentang puasa yang berkenan kepada-Nya. Puasa yang sejati sesuai dengan arahan Nabi Yesaya adalah mengalir dari hubungan yang baik antara manusia dengan Allah di satu sisi, dan sisi yang lainnya adalah membawa kebaikan dan berkat kepada sesama manusia. “Bukan! Berpuasa yang Kukehendaki, ialah supaya engkau membuka belenggu-belenggu kelaliman, dan melepaskan tali-tali kuk, supaya engkau memerdekakan orang yang teraniaya dan mematahkan setiap kuk, supaya engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke rumahmu orang miskin yang tak punya rumah, dan apabila engkau melihat orang telanjang, supaya engkau memberi dia pakaian dan tidak menyembunyikan diri terhadap saudaramu sendiri! Pada waktu itulah terangmu akan merekah seperti fajar dan lukamu akan pulih dengan segera; kebenaran menjadi barisan depanmu dan kemuliaan TUHAN barisan belakangmu, (Yesaya 58 : 6-8).”
Dan dengan demikian, tidak semua kegiatan doa dan puasa dapat berkenan kepada Allah ataupun mendatang berkat! Mazmur Tanggapan kita pada hari ini ikut membuka mata hati kita, untuk boleh mengetahui tentang bagaimana doa dan puasa yang sejatu itu, di mana seseorang menyadari kesalahan dan dosa-dosanya, lalu dengan hati yang remuk-redam ia datang kepada Tuhan memohon pengampunan, (Bdk Mazmur 51 : 3-4. 5-6a. 18-19).
Puasa yang sejati dalam Ajaran Yesus
Melalui kedua ayat Injil Mateus ini, Yesus menegaskan bahwa puasa yang sejati itu adalah puasa yang dilakukan dengan alasan yang tepat. Hal ini dilakukan Yesus, untuk mengarahkan atau membawa orang-orang Farisi dan para ahli Taurat kepada pemahaman yang benar mengenai puasa. Doa dan puasa orang-orang Farisi dan para ahli Taurat itu sering dikritik Yesus karena alasan ini. Orang-orang Farisi dan para ahli Taurat, melakukan doa dan puasa untuk mencari hormat bagi diri mereka sendiri, bukannya untuk memuliakan Tuhan, (Bdk. Mateus 6 : 1. 5; 6 : 18; 23 : 5). Dan karena itulah, Yesus mengingatkan para murid dan pendengar-Nya, supaya jangan mengikuti gaya hidup orang-orang Farisi dan para ahli Taurat dan orang Saduki, (Mateus 16 : 6. 11-12). Tuhan Yesus, bantu kami untuk dapat melaksanakan puasa yang berkenan kepada Allah dan puasa yang membawa kebaikan dan rahmat bagi sesama manusia. Amin. [RMG].
*). Imam Keuskupan Pangkalpinang, kini Sekretariat General PIPA Keuskupan