Peringatan fakultatif St. Kamillus dari Lellis; dalam Pekan Biasa XV, Tahun C/II; Bacaan pertama Yesaya 26:7-9,12.16-19, Hai kalian yang sudah dikubur dalam tanah, bangkitlah dan sorak-sorailah; Mazmur 102: 13-14ab.15.16-18.19-21, Tuhan memandang ke bumi dari surga; Bacaan Injil Matius 11: 28-30, Aku ini lemah lembut dan rendah hati.
“Mengandalkan Tuhan Untuk Menjalankan Kehidupan Kita, Kita Dapat Hidup Dalam Ketenangan”
Oleh: Bapak Fransiskus Andi Krishatmadi*)
Salam sejahtera untuk kita semua,
Bacaan I: Yes. 26:7-9.12.16-19: Yesaya menyatakan penghakiman Tuhan yang akan datang. Bagi orang benar saat penghakiman itu tidak menakutkan karena ia yakin akan keadilan Tuhan. Bahkan saat penghakiman dirindukan oleh orang benar. “Dengan segenap jiwa aku merindukan Engkau pada waktu malam, dan dengan sepenuh hati aku mencari Engkau pada waktu pagi. Sebab apabila Engkau datang menghakimi bumi, maka penduduk dunia akan belajar apa yang benar.”
Mereka yakin bahwa Allah pada hari penghakiman akan menyediakan damai sejahtera bagi mereka, sebab segala sesuatu yang mereka kerjakan, diyakini merupakan karya Allah. Allahlah yang melakukannya bagi mereka. “Orang-orang-Mu yang mati akan hidup kembali, mayat-mayat mereka akan bangkit lagi. Maka pada hari penghakiman akan terjadi mereka yang sudah dikubur dalam tanah, bangkit dan bersorak-sorai, sebab embun Tuhan ialah embun terang.”
Bacaan Injil: Mat. 11:28 – 30: Yesus menawarkan kelegaan dan ketenangan. Syaratnya: mau datang kepada-Nya, mau menerima kuk yang dipasangkan dan belajar pada-Nya.
Bagaimana dengan kita? ”Jejak orang benar adalah lurus, sebab Engkau merintis jalan lurus baginya” (Yes. 26:7). Orang benar yakin bahwa ia menjalankan apa yang dikehendaki Allah dan mengakui itu semua dapat dilaksanakan karena bantuan Allah sendiri (bdk. Yes. 26:12). Tuhan sungguh mendengar doa minta tolong yang tulus dari umat-Nya (bdk. Mzm. 102:18).
Maka bagi orang benar, hari penghakiman adalah hari yang dirindu-rindukan. Kalau kita mau jujur melihat kita dapat mengatakan bahwa berdasarkan pengalaman iman kita semakin yakin bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Dia tidak akan membiarkan kita tenggelam dalam lumpur penderitaan dan genangan air mata duka cita. Ada kalanya usaha kita sukses, tetapi pada saat lain gagal. Ada orang yang menyebutnya siklus hidup atau putaran rahasia hidup – tidak sama memang bagi semua orang, tetapi pasti dialami setiap orang. Lewat penderitaan dan perlakuan yang tidak manusiawi, umat Israel sampai pada pengakuan bahwa Allah tidak pernah meninggalkan mereka. Akhirnya, mereka mengalami bahwa Allah selalu berbela rasa dan prihatin. Jalan selalu terbuka bila mereka bertahan. Yesus meyakinkan kita akan hal yang sama dengan berkata, “Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berberan berat. Aku akan memberi kelegaan kepadamu” (Mat 11:28). Dalam diri Yesus, Allah membagikan kesedihan dan kesepian kita dan menguatkan kita dalam penantian.
Dalam kedekatan-Nya yang mesra, beban kita menjadi ringan kendati bukan dihilangkan. Yesus tidak memberikan janji kosong. Dia menegaskan bahwa beban itu akan tetap ada, namun akan menjadi ringan karena Dia, “Sang lemah lembut dan rendah hati” hadir dan ikut menderita bersama kita.Yesus sosok yang lemah lembut dan rendah hati.
Dia menginginkan kita belajar dari-Nya, juga senantiasa lemah lembut dan rendah hati. Dia janjikan setiap kuk yang dipasangkan ke kita akan enak dan ringan. Akan membentuk kita, dan mendekatkan kita pada-Nya. Akan membuat kita semakin hari semakin mengenal Dia, dan tertuju pada-Nya. Bersama Dia menjalani kehidupan kita, maka ketenangan dan kelegaanlah yang akan kita alami dalam menyelesaikan persoalan yang kita hadapi.
Datang kepada Yesus dengan memikul kuk, dilakukan oleh St. Kamillus dari Lellis. Perjalanan hidupnya yang penuh dengan penderitaan akhirnya menuntun dia bekerja di rumah sakit di mana ia dirawat dalam kondisi sebagai pasien yang tidak mempunyai apa-apa dan siapa-siapa. Maka sambil merawat dirinya, dia melamar menjadi pekerja di rumah sakit itu.. Ia memperoleh tugas menjadi perawat orang sakit yang sudah sulit untuk disembuhkan. Dari pekerjaannya itu pula ia akhirnya terpanggil menjadi imam dan mendirikan sebuah tarekat religius baru yang disebut Tarekat Hamba Orang-orang Sakit (Kamilian).
Amal adalah perhatian pertamanya, tetapi aspek fisik rumah sakit juga menjadi perhatiannya. Kamillus bersikeras memperhatikan akan kebersihan dan kompetensi teknis dari mereka yang melayani orang-orang sakit. Para anggota komunitasnya mengikat diri untuk melayani para tahanan dan orang-orang yang terinfeksi oleh wabah serta mereka yang sekarat di rumah-rumah pribadi.
Kamilus sendiri menderita penyakit pada kakinya selama hidupnya. Dalam kondisi sakit menjelang ajal, Kamilus meninggalkan tempat tidurnya sendiri untuk melihat apakah pasien lain di rumah sakit membutuhkan bantuan. Marilah kita tertuju pada-Nya. Mengandalkan DIA untuk menjalankan kehidupan kita, sehingga kita dapat hidup dalam ketenangan. “Semoga. Tuhan memberkati”. ***
*) Guru Agama Katolik mengajar di Seminari Menengah Mario Jhon Boen Pangkalpinang