“Dalam pekan Biasa XXIV; Tahun C/II; Peringatan wajib SP. Maria Berdukacita; Bacaan pertama Ibrani 5: 7-9, Kristus telah belajar menjadi taat, dan Ia menjadi pokok keselamatan abadi; Mazmur 31:2-6.15-16.20, Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik; Bacaan Injil Yohanes 19: 25-27, Inilah anakmu!-Inilah ibumu!”
Belajar Taat dari Yesus
Oleh: Bapak Fransiskus Andi Krishatmadi*)
Selamat pagi saudaraku tercinta,
Bacaan I: Ibr. 5: 7–9: mengajarkan bahwa Yesus, sama seperti Harun, diangkat Allah menjadi Imam Besar Agung. Namun, keimamatan-Nya diambil dari garis Melkisedek. Sekalipun Yesus memiliki status dan jabatan yang mulia, semuanya itu tidak dipahami sebagai hak istimewa di hadapan Allah. Kehidupan Yesus menunjukkan bagaimana Ia tetap membangun hubungan yang intim dengan Bapa Surgawi.
Bacaan Injil: Yoh. 19:25-27: memberi kesaksian bahwa di dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Dan Yesus memberi pesan kepada para murid-Nya, khususnya kepada Yohanes: “Inilah ibumu”, dan kepada Yohanes “Itulah ibumu.”
Bagaimana dengan kita? Peringatan “Santa Perawan Maria Berdukacita” hari ini, mengungkapkan Maria sebagai teladan sempurna dari seseorang yang tetap setia berdiri di dekat kayu salib sampai saat kematian Puteranya. Tindakan kasih sedemikian mengungkapkan kemauan Maria untuk menanggung pencobaan macam apa pun, kesulitan apa pun, dan penderitaan sengsara yang bagaimana pun beratnya, agar dapat tetap bersama dengan Yesus, berdoa untuk-Nya, dan mendukung Dia, walaupun hal itu berarti harus menyaksikan kematian-Nya yang mengenaskan di atas kayu salib.
Bayangkan betapa pedihnya hati Maria selagi dia menyaksikan segala ketidakadilan yang menimpa Putera-Nya dan juga sekarang penderitaan-Nya di atas kayu salib. Maria hanya dapat memandang Putera-Nya dengan kesedihan yang mendalam, sambil berdoa kepada YaHWeH, Allah Israel.
Maria dengan setia berada di dekat salib Putera-Nya itu, darah dagingnya sendiri. Sungguh, Maria adalah seorang ibu sejati. Sebagaimana telah dinubuatkan oleh Simeon, hati Maria akan ditembus oleh sebilah pedang penderitaan (Luk. 2:35). Akan tetapi karena “ucapan terjadilah kehendak-Mu” yang diucapkannya menjadi ucapan tanpa syarat, dan keluar dari kedalaman hatinya, yang memampukan Maria untuk menerima semua penderitaan yang harus ditanggungnya.
Keberadaan Maria berdiri tegak di bawah salib Putranya menjadi “model” bagi kita semua yang juga sudah menjawab “ya” saat dibaptis. Artinya kita juga bersedia menuruti kehendak Allah, dalam hidup harian kita, baik pada saat-saat susah maupun saat-saat penuh kegembiraan.
Kesetiaan dan konsistensi menjadi barang sangat langka sekarang ini. Banyak orang cenderung mementingkan ekspresi cinta yang luar biasa daripada kelanggengan cinta. Tidak heran, ketika relasi digerakkan oleh rutinitas dan diterpa oleh berbagai masalah, mereka merasa bahwa cinta itu sudah tidak ada lagi. Maka bukan tanpa alasan jika nabi Amos mengatakan “Banyak orang menyebut diri baik hati, tetapi orang yang setia, siapakah menemukannya?” (Ams. 20:6). Kesetiaan itu mirip matahari. Kehangatannya memang kadang berkurang karena malam atau awan tebal, tetapi pasti kembali di pagi hari. Cinta seharusnya tidak pudar oleh usia maupun derita.
Dalam kenyataan, banyak keluarga mengalami perpudaran cinta dan kesetiaan. Mengapa? Mungkin dipicu oleh pertengkaran dan kekecewaan yang berkepanjangan. Mungkin juga karena pengaruh perubahan zaman. Di tengah zaman yang individual dan anti komitmen, kepedulian sepanjang hayat semakin susah didapat.
Pada hari peringatan SP. Maria berdukacita kita diajak belajar untuk memedulikan keluarga sampai masing-masing menutup usia, sebagaimana Yesus Kristus yang tidak mengabaikan nasib ibu-Nya, walaupun Dia sendiri sedang menderita dan tidak memiliki apa-apa. Keluarga tetap ada di hati-Nya.
Yesus mengingatkan kita bahwa menghormati orang tua bukan hanya ditunjukkan melalui ketaatan, tetapi juga kewajiban untuk merawat orang tua sampai mereka meninggal dunia. Dengan peringatan wajib SP Maria berdukacita juga terkandung pesan Yesus agar kita menghormati Bunda Maria. Boleh menjadi perenungan kita bersama, masihkah kita ragu akan ajaran Gereja Katolik yang nyata-nyata sangat Alkitabiah untuk menghormati Maria? Semoga. Tuhan memberkati. ***
*) Guru Agama Katolik mengajar di Seminari Menengah Mario Jhon Boen Pangkalpinang