Home KATEKESE Renungan Harian Sabtu 3 September 2022

Renungan Harian Sabtu 3 September 2022

by Alfons Liwun

Sabtu Pekan Biasa XXII, Bacaan I, 1Kor. 4:6b-15, Kami ini lapar, haus dan telanjang; Mazmur 145:17-18.19-20.21, Tuhan dekat pada setiap orang yang berseru kepada-Nya; Bacaan Injil Luk. 6: 1-5,Mengapa kalian melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?

Sabat, Bukan Aturan, tetapi Kebersamaan dalam Allah

Oleh: Alfons Liwun *)

Rasul Paulus dalam 1Kor. 4:6b-15 menegaskan umat di Korintus, tentang apa yang mereka miliki sekarang ini yaitu situasi kehidupan. Bahwa mereka dalam kenyataan dapat hidup berkecukupan. Hidup yang demikian itu, ditegaskan lagi oleh Rasul Bang-bangsa bahwa itu merupakan pemberian dari Kristus.

Penegasan rasul misionaris kepada bangsa yang berbudaya bukan Yahudi itu, kemudian dilanjutkan dengan kata-kata nasihat, “janganlah sombong, janganlah bermega diri, janganlah memfitnah satu sama lain, dst.” Nasihat Paulus itu mengingatkan jemaat Korintus bahwa apa yang dimiliki sekarang bukan kepunyaan diri, namun itu berasal dari Allah yang ada sekarang dalam diri Yesus Kristus.

Bacaan Injil, Penginjil Lukas (Luk. 6: 1-5), mengisahkan mengenai tuduhan orang-orang Farisi dan ahli Taurat kepada Yesus. Tuduhan itu menyatakan bahwa Yesus melanggar hari Sabat, hari kudus orang Yahudi. Tuduhan orang Farisi dan ahli Taurat kepada Yesus berisi bahwa Yesus dan murid-murid-Nya tidak berpuasa sementara hukum Yahudi menuntun bahwa orang harus berpuasa.

Yesus bersama para murid-Nya (foto:komsoskam.com)

Tentang tuduhan orang Farisi dan ahli Taurat itu, Lukas tidak secara jelas menuturkan apa yang sebenarnya melanggar isi dari Sabat itu. Ketika kita membaca secara saksama dan penuh ketelitian, disana kita menemukan bahwa Yesus secara nyata tidak melanggar Sabat. Justru Yesus menekankan bahwa praktik Sabat tidak boleh merosot menjadi suatu bentuk upacara keagamaan yang harus dipelihara dengan mengorbankan kebutuhan penting manusia.

Pernyataan ini secara eksplisit ditegaskan Yesus “Kristus adalah Tuhan atas hari Sabat” (Luk 6:5). Sabat itu miliki Kristus. Karena milik Kristus, Kristus harus menjadi dasar hidup manusia. Menjadi dasar hidup, Kristus tentu pro kepada manusia yang hendak hidup dan melayani sesama.

Maka secara tidak langsung, Yesus menegaskan kepada orang Farisi dan ahli Taurat, bahwa benar Sabat adalah kudus, saat dimana manusia dan Allah bersatu. Bukan Sabat adalah berbagai aturan yang didalamnya yang mengingat manusia hingga mencekik manusia hingga tak bisa hidup lagi.

Anak dan Remaja membangun persaudaraan dalam rekreasi bersama (foto:alfonsliwun)

Secara koheren, bacaan pertama dan Injil mau menegaskan kepada para pendengarnya, termasuk kita bahwa Kristus yang hidup didalam diri kita, yang menjadi dasar hidup kita, Dialah yang kita sujud dan bermega dalam Dia. Sujud dan bermega dalam Dia merupakan pujian, permohonan, dan syukur kita atas segala karunia yang diterima oleh manusia dalam hidupnya.

Maka pertanyaannya ialah layakkah kita sombong, fitnah, dan tidak peduli kepada sesama? Ataukah, apakah pengutamaan dalam hidup lebih pada aturan formal daripada spiritualitas yang harus saling mendukung untuk bersatu dalam Kristus?

Rasanya, tidak demikian. Yang harus dihidupkan ialah Sabat, tempat kita bersatu, membangun persaudaraan satu sama lain, dan memberikan motivasi untuk tetap setia dan bersatu dengan Kristus dan sesama. Selamat berakhir pekan, selamat membaca Kitab Suci, Tuhan menyertai kita. ***

*). Staf PIPA Keuskupan Pangkalpinang

Related Articles

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.