“Haria Biasa, Pekan Biasa XXIV; Bacaan I 1Kor. 11: 17-26, Bila ada perpecahan di antara kalian, itu bukanlah caranya untuk makan perjamuan Tuhan; Mazmur 40: 7-8a.8b-9.10.17, Wartakanlah wafat Tuhan, sampao Ia datang; Bacaan Injil Luk. 7: 1-10, Di Israel pun iman sebesar itu belum pernah Kujumpai.”
Perjumpaan Dengan Yesus, Menyelamatkan!
Oleh: Alfons Liwun *)
Rasul Agung Paulus menceritakan dalam 1Kor. 11: 17-26 bahwa pertemuan-pertemuan jemaat Korintus, bukan untuk mempersatukan satu sama lain, antara orang yang miskin dan yang berada, yang diperhatikan dan kurang diperhatikan malahan pertemuan-pertemuan sebagai jemaat memunculkan perpecahan.
Pertemuan-pertemuan semacam ini, tidak dipuji oleh Paulus. Karena semestinya, pertemuan-pertemuan sebagai jemaat pusatnya ada pada Kristus, bukan pada keinginan-keinginan hidup yang berdampak merendahkan dan meremehkan anggota jemaat satu sama lain.
Sebaliknya dalam bacaan Injil, Luk. 7: 1-10 mengisahkan perjumpaan Yesus dengan perwira utusan sang bos perwira yang meminta Yesus untuk menyembuhkan hambanya. Penyembuhan Yesus melalui jarak jauh atas permintaan perwira dengan alasan bahwa sang perwira tidak layak menerima Yesus di rumah sang perwira.
Permintaan perwira direstui oleh Yesus. Yesus justru bangga atas iman sang perwira. Kebanggaan Yesus atas sang perwira karena ia mengaku dengan rendah hati dihadapan Yesus, sebagai orang yang tidak layak menerima Yesus di rumah sang bos. Kerendahan hati utusan perwira inilah dipandang Yesus sebagai suatu sikap kepasrahan yang tak terbandingkan. Maka tidaklah heran, Yesus menegaskan bahwa iman sebesar yang dimiliki sang utusan ini belum pernah ditemukan Yesus dari orang-orang Israel.
Dari kedua kisah teks suci hari ini, apa makna yang kita petik bagi hidup kita?
Pertama, perjumpaan adalah sebuah peristiwa yang semestinya dipandang sebagai suatu keberuntungan. Dikatakan keberuntungan atas perjumpaan karena didalamnya setiap pribadi saling berbagi satu sama lain, saling mengenal dan saling memberikan salam yang kudus, karena perjumpaan adalah kehadiran sang Juruslamat yang menyatukan.
Maka perjumpaan seperti pengalaman jemaat di Korintus harusnya tidak menampilkan perpecahan jika Kristus menjadi fokus utama. Perjumpaan orang-orang beriman tanpa melibatkan Kristus didalamnya, perjumpaan jenis apapun, akan menjadi sia-sia. Karena didalam perjumpaan itu, setiap orang bermegah atas dirinya sendiri dan menampilkan kesombongan diantara jemaat. Dampaknya orang-orang kecil dan miskin disepelekan, tidak diharga dan tidak diperhatikan. Yang ada ialah egoisme diri-kesombongan diri.
Kedua, kisah perjumpaan dalam Lukas tadi menampilkan perjumpaan Yesus dengan sang perwira. Sang perwira yang diutus bosnya, menampilkan sikap rendahhati, sikap jujur dan lolos. Dihadapan Yesus, ia mengakui diri sebagai orang utusan, disinilah letak kejujuran, ketulusan ia menjalankan perintah bos. Hamba! Tanggapan Yesus pun sangat positip, membanggakan!
Karena kejujuran, kerendahanhati, dan ketulusan sang perwira, Yesus menjamin kesembuhan anak sang perwira, bosnya.
Maka simpul kuat yang boleh menjadi pelajaran berharga kita ialah menjadi seorang hamba dihadapan sang Juruslamat. Sikap rendahhati, jujur, dan ketulusan melayani Tuhan dan sesama dalam hidup setiap hari, kapan saja dan dimana saja. Amin. Semoga, Tuhan memberkati kita. ***
*) Staf PIPA Keuskupan Pangkalpinang