Laporan: Perado Persada Vinansius Tarigan, Panitia Jambore Seminari 2016
Seketika saja suasana di Seminari Mario John Boen berubah drastis dari yang begitu sepi menjadi seperti pasar bukaan puasa. Begitu sepi dikarenakan hari ini dan minggu-minggu ini merupakan hari libur semesteran bagi para pelajar. Namun, beberapa murid merelakan hari liburannya demi suatu kegiatan untuk menjalin persahabatan terhadap sesama seminaris.
Kamis, 23/05/2016 sampai Minggu, 26/05/2016 telah diadakan kegiatan Jambore Seminari se-Regio Sumatra di Pangkalpinang. Pesertanya adalah seminaris dari Seminari Menengah Christus Sacerdos (Pematang Siantar), Seminari Santo Petrus Aek Tolang Pandan(Sibolga), Seminari Santo Paulus (Palembang) dan Seminari Mario John Boen (Pangkalpinang), dengan total 88 peserta. Jambore kali ini Seminari Menengah Mario John Boen menjadi tuan rumah. Jambore seminari ini pun telah diadakan sebanyak tiga kali setiap 2 tahun sekali. Jambore pertama kali diadakan di Seminari Christus Sacerdos, Pematang Siantar dan jambore kedua diadakan di Seminari Santo Paulus, Palembang.
Jambore seminari diadakan oleh Komisi Seminari KWI karena suatu alasan yakni persaudaraan imami/imamat. “Jadi, kenapa kegiatan Youth Day tidak juga dibuat untuk seminaris? karena kami menginginkan sebuah bangunan seminari yang sifatnya mengedepankan kebersamaan kita di Indonesia ini. Selain itu juga kita membangun persaudaraan imami kita itu sudah sejak awal. Dan itu mendorong kami menyelenggarakan jambore ini.” tutur Romo Mateus Mali, perwakilan dari Komisi Seminari KWI dalam sambutannya.
Berbeda dari jambore-jambore lain seperti biasanya, kali ini jambore seminari ini menerapkan kegiatan Live In. Peserta jambore tidak tidur di satu tempat, namun mereka disebarkan dan tinggal di rumah-rumah umat Paroki Bernadeth dan Katedral Santo Yosef. Ini sangat beranfaat bagi para peserta(seminaris) untuk mempersiapkan hidup panggilannya yakni hidup bersama umat. “Kegiatan yang paling berkesan adalah Live In. Live In membangun juga sebuah konsep imamat bahwa imam tidak pernah berpisah dari umatnya. Imam itu lahir dari tengah umat tetapi sekaligus imam itu membutuhkan dukungan keluarga.” Ungkap Romo Santoso, ketua seminari se-regio Sumatra.
Dalam jambore ini pun juga diadakan suatu kegiatan yang sangat tinggi nilainnya, yakni kegiatan kunjungan/silaturahmi ke sebuah panti asuhan yang akan dijadikan pesantren. Kunjungan ke Yayasan Penyantunan Anak dan Lansia Al-Ikhlas di Kelurahan Kacang Pedang Kejaksaan, Pangkalpinang ini menunjukkan toleransi beragama yang besar, cocok dengan tema jamborenya, yakni ‘Kerahiman Ilahi Mengutuhkan Kehidupan’. Bahkan hal ini dilakukan oleh generasi muda.
Para peserta jambore juga mengikuti seminar-seminar, outbond yang mengembangkan persahabatan dan keakraban, kegiatan bersama Komisi PSE Keuskupan Pangkalpinang, Romo Andre menerapkan ensiklik Laudato Si yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus, serta ziarah ke Porta Sancta di Keuskupan Pangkalpinang. Semua kegiatan memberikan kesan tersendiri bagi peserta. Mereka mengikuti segala dengan baik dan terlihan santai-santai saja dan bergembira ria.
“Bukan para murid yang harus mengucap salam melainkan guru itu yang pertama-tama memberikan hormat salam. Alasannya, anak-anak di depan saya mempunya segala kemungkinan di masa depan. Siapa yang tahu mereka bakal menjadi imam atau uskup, atau presiden. Anak-anak mempunyai masa depan sementara saya tetap seperti ini.” Ungkap Mgr Yohanes Harun Yuwono dalam homilinya pada misa penutupan jambore, mengutip perkataan William Barkley, Penulis. Para seminaris menjadi harapan banyak orang sebagai generasi muda, apalagi menjadi imam yang baik bagi umatnya. Mgr Yohanes Harun Yuwono, dalam homilinya, juga mengatakan bahwa semakin tua dunia ini, maka makin membutuhkan Tuhan, karena butuh Tuhan berarti membutuhkan imam.
beberapa foto dukumentasi