Koba, berkatnews.com– Pembimbing Masyarakat Katolik (Pembimas) Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung bekerjasama Komisi Kepemudaan (Komkep) Kevikepan Bangka Belitung dan Paroki Santo Fransiskus Xaverius Koba menggelar talkshow lintas agama dalam rangka penguatan moderasi beragama, Minggu (28/8/2022).
Mengusung tema ‘Dengan Saling Mengenal Kita Membangun Moderasi Beragama’, para peserta diinspirasi untuk tetap merawat keberagaman dan mampu menyemai moderasi beragama dalam kehidupan sosial.
Peserta talkshow lintas agama ini selain dihadiri orang muda katolik (OMK) perwakilan dari berbagai paroki se-pulau Bangka, juga dihadiri pemuda lintas agama di Kota Koba dan sekitarnya seperti Gerakan Pemuda Ansor Bangka Tengah, perwakilan gereja HKBP Koba, GPIB Sion Koba, tokoh agama Budha, serta perwakilan agama Hindu.
Adapun moderator talkshow yakni pastor rekan paroki Sungailiat, Romo Yohanes Agus Riyanto, MSF.
Pantauan Berkatnews, turut hadir Sekretaris Eksekutif Komisi Kerasulan Awam Konferensi Waligereja Indonesia (Kerawam KWI), Romo Yohanes Kurnianto Jeharut, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bangka Tengah Ust. Muhammad Khoirul Faizin, Ketua Komkep Bangka Belitung Romo Yosef Setiawan, Pastor Paroki Koba Romo Aloysius Angus, Pendeta Wilem Esau Talakua dan Pembimas Katolik Babel, Gregrorius Heri.
Ustadz Khoirul Faizin dalam paparannya mengulas tentang pentingnya moderasi beragama agar tidak ekstrem dan berlebih-lebihan dalam beragama.
“Agama tidak perlu dimoderasi karena agama itu sendiri telah mengajarkan prinsip-prinsip moderasi, keadilan dan keseimbangan. Jadi, yang harus dimoderasi adalah cara pandang dan sikap umat beragama dalam memahami dan menjalankan agamanya agar tercipta keharmonisan umat di tengah keberagaman yang ada,” kata Ustadz Khoirul.
Agama Jalan Tengah
Menurut Ustadz Khoirul, moderasi beragama berarti bicara tentang beragama jalan tengah.
“Sekali lagi, agama tidak perlu dimoderasi lagi. Namun, cara seseorang beragama harus selalu didorong ke jalan tengah, harus senantiasa dimoderasi, karena ia bisa berubah menjadi ekstrem, tidak adil, bahkan berlebih-lebihan. Kita diciptakan Tuhan tidak boleh terlalu kendor, juga terlalu rapat. Harus di tengah-tengah,” tegas dia.
Ustadz Khoirul melanjutkan, dalam agama Islam, persaudaraan dalam Islam disebut ukhuwah islamiah.
“Kalau kita tidak bisa bertemu di ukhuwah islamiah karena kita berbeda, kita masih bisa ketemu di ukhuwah wathaniyah (persaudaraan bangsa), dan ukhuwah insaniyah (persaudaraan umat manusia). Inilah sedikit makna moderasi beragama,” ucapnya.
Sementara Romo Hans Jeharut memaparkan tentang kehadiran gereja katolik yang senantiasa membuka diri berdialog dengan agama lain.
“Gereja Katolik tidak menolak apapun yang benar dan suci dalam agama-agama. Gereja mendorong supaya membangun dialog dan kerjasama dengan para penganut agama lain atas dasar cinta kasih, sebagaimana Yesus adalah Putra Allah yang dialogis,” jelas Romo Hans.
Lebih jauh mantan Ketua Komkep Bangka Belitung ini menjelaskan, Konsili Vatikan II adalah titik balik gereja Katolik dalam menerima dan menghargai keberagaman di muka bumi, termasuk perbedaan agama.
Romo Hans lantas mengajak peserta talkshow yang hadir untuk menimba semangat Orang Samaria yang baik hati.
“Mari kita timba semangat orang Samaria yang baik hati itu. Ini harus jadi semangat kita. Bahkan gereja kita pun menurut Paus Fransiskus, harus jadi rumah sakit lapangan, tempat untuk semua orang,” tukas dia.
Parokus Santo Fransiskus Xaverius Koba, Romo Aloysius Angus berharap pertemuan yang baik ini kiranya menginspirasi untuk membangun dan berjalan bersama saudara-saudara lintas agama.
“Dengan saling kenal kita bangun moderasi beragama. Kita makin akrab, berjalan bersama, tidak ada curiga dan prasangka sebab kita semua adalah saudara,” pungkas Romo Aloysius.