Pekan VII Tahun C/II
Bacaan pertama Yakobus 5: 9-12, Hakim telah berdiri di ambang pintu; Mazmur 103 : 1-2. 3-4. 8-9. 11-12, Tuhan itu pengasih dan penyayang; Markus 10 : 1-12, Yang dipersatukan Allah, janganlah diceraikan manusia.
Mengelola Hati Agar Tetap Terpaut Pada Tuhan Seperti Ayub
RD. Marcel Gabriel *)
Para Pembaca BERKAT News yang terkasih. Salam Komunio dan Missio.
Pada Hari Jumat Pekan VII Tahun C/II ini, Firman Tuhan yang disampaikan melalui Rasul Yakobus, Pemazmur dan penginjil Markus, ketiganya sama-sama menegaskan tentang sikap dan suasana hati. Pemazmur menegaskan tentang “hati Tuhan” yang penuh kasih. Yesus menegaskan tentang manusia yang “tegar hati,” dan Rasul Yakobus, menegaskan tentang hati para nabi, yang senantiasa terarah kepada Tuhan pada saat-saat yang baik ataupun pada saat-saat yang sulit.
Ketegaran hati manusia
Ketika datang mencobai Yesus dengan kasus “Surat Cerai”, Tuhan kita Yesus Kristus menegaskan dua hal. Pertama bahwa “Surat Cerai” itu dikeluarkan Musa, karena “ketegaran hati” umat-Nya. Kedua, bahwa kasus yang diangkat sebagai contoh, justru bertentangan dengan apa yang dikehendaki Allah dari semula, yakni tentang perkawinan dan keluarga. Oleh karena ketegaran hati, maka keluarga terancam pecah berantakkan. Di dalam situasi hidup di mana ketegaran hati menguasai manusia, ketegaran hati yang membawa bencana, Yesus mengajak pendengar-Nya untuk kembali kepada ketentuan Allah dari semula, yakni orang-orang yang menikah, harus hidup dalam kesetiaan satu sama lain untuk menggenapi rancangan Allah tentang kehidupan perkawinan dan keluarga. Ketegaran hati dapat memisahkan orang satu terhadap yang lain, dan juga memisahkan orang-orang dari Tuhan Allah dan hukum-hukum-Nya!
Hati Para Nabi
Rasul Yakobus mengajak para pembaca suratnya, untuk belajar dari teladan hidup para nabi, termasuk Ayub. Di dalam kesulitan dan tantangan hidup, bahkan di dalam penderitaan, para nabi memberikan hati dan hidup mereka sepenuhnya bagi Tuhan, supaya hukum-hukum dan ketentuan-Nya dapat mereka hayati. Jikalau ketegaran hati membawa pemisahan, hati para nabi yang dikepung penderitaan, yang berserah sepenuhnya kepada Tuhan, menghasilkan keutuhan dan persatuan di antara manusia dengan Tuhan dan manusia dengan sesamanya.
Hati Allah yang penyayang dan penuh kasih setia
Alasan mengapa ketika dikepung oleh berbagai penderitaan, para Nabi khususnya Ayub tetap mempercayakan hidupnya kepada Tuhan, adalah bahwa Tuhan Allah yang mereka layani adalah Tuhan yang pengasih dan penyayang. Demikian, ketika dikepung oleh berbagai bencana yang meluluh-lantakkan keluarganya dan ternaknya, hati Ayub tetap terpaut pada Tuhan. Ayub menyerahkan hidupnya secara utuh kepada pemeliharaan dan belas-kasih Tuhan. “Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil. Terpujilah Dia” (Ayub 1: 21).
Mengelola Hati
Hati Tuhan selalu setia, penyayang, dan pengasih. Hati manusia tidak selalu demikian. Ketika menjauh dari Allah, dalam arti bahwa manusia menjadi tegar hati, terjadilah berbagai hal negatif dalam hidupnya. Namun manusia yang dengan sepenuh hati mengandalkan kesetiaan dan kasih Tuhan, adalah mereka yang pada akhirnya memenangkan kasih-sayang Tuhan sebagaimana halnya dengan Ayub. Demikian, mengelola pikiran dan hati agar tetap setia kepada Tuhan, sekalipun harus mengalami hidup yang sulit, mengelola hati dan pikiran seperti itulah yang kita perlukan dewasa ini.
Pandemi Covid-19 dan dampak ekonomi yang mempengaruhi kehidupan semua orang di dunia ini, dapat menjadi kesempatan bagi kita untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Modul-modul Pertemuan Doa di KBG ataupun di Keluarga-keluarga, yang disediakan oleh Sekretariat Jenderal PIPA Keuskupan, dimaksudkan supaya para anggota KBG-KBG kita dan lebih khusus lagi keluarga-keluarga Umat kita, mengelola hati dan hdiup mereka dengan “tetap mengikut-sertakan Tuhan seperti Ayub,” sehingga pada akhirnya boleh memenangkan kasih sayang dan pemulihan hidup dari Allah. Amin! ***
*). Imam Keuskupan Pangkalpinang, kini sebagai Sekretaris General PIPA Keuskupan Pangkalpinang