by Romo Alfons Very Ara, Pr
Di sebuah kota di Jerman, Weissberg, dibangun sebuah menara yang dinamakan “Menara Iman Kaum Wanita; Iman Kaum Ibu,” persis di atas sebuah benteng tua. Menara ini dibangun sebagai momentum untuk mengenang dalamnya iman seorang wanita.
Dikisahkan, pada suatu ketika, pasukan Kaisar Konradus menyerbu sebuah benteng. Pasukan Garnisum yang ada di dalamnya setuju untuk menyerah dengan satu syarat, “Kaum wanita diperbolehkan meninggalkan tempat itu dengan membawa barang-barang pribadi yang paling berharga; paling disukai dan sangat berarti dalam kehidupan mereka”.
Kaisar setuju dengan persyaratan yang diajukan karena sang kaisar berpikir bahwa kaum wanita pasti akan membawa perhiasan, atau barang-barang mewah lainnya yang berkenaan dengan kewanitaan mereka.
Serentak terkejut, sang kaisar juga merasa kagum, tak terlukiskan, ketika menyaksikan setiap wanita itu keluar, sambil menangis,… memikul suami, anak-anak dan saudara-saudara di bahu mereka.
Melihat kejadian itu, saudara kandung kaisar sangat geram dan mendesak kaisar untuk menembak semua kaum pria, besar maupun kecil. Namun, dengan tegas, sang kaisar menjawab, “Jika saya lakukan sesuai dengan desakkanmu itu, itu berarti engkau menjadikan saya seorang penipu dan pengecut dan nama baik saya tidak akan pernah dipulihkan dalam sejarah kehidupan manusia.”
Akhirnya, Sang Kaisar membebaskan semua tawanan dalam benteng itu tanpa melukai mereka. Tetesan air mata dan pengorbanan kaum wanita mampu mengubah keganasan hati seorang kaisar; melembutkan sikap batinnya yang kasar dan suka memangsa…mengubah suasana kelabu dan takut menjadi tawa dan sukacita yang menyelamatkan.
******************************
Bunda Maria, Figur Iman Gereja
Apabila dunia memiliki banyak wanita pujaan yang pantas dicintai, dikenang dan diabadikan, warga Jerman memiliki Menara Iman Para Wanita yang mengagumkan, Gereja memiliki sosok wanita yang sungguh menakjubkan. Dia adalah Maria, Ibu Yesus. Dia bukan hanya dimuliakan oleh Gereja, melainkan juga oleh Allah sendiri: “Maka tampaklah suatu tanda besar di langit. Seorang perempuan berselubungkan matahari, dengan bulan di bawah kakinya dan sebuah mahkota dari dua belas bintang di atas kepalanya” Why 12,1).
Maria dimahkotai kehidupan yang mulia dalam wujud dua belas bintang di atas kepalanya karena iman, kesetiaan dan keterbukaannya untuk menjawab sapaan Allah dan menunaikan tuntutan-Nya. Dia setia mengikuti dan berada bersama Anaknya. Rahmat Allah Mahasempurna ditanggapinya dengan iman yang murni sehingga terciptalah dialog sempurna antara Allah dengan dirinya.
Pengalaman iman Maria mengajarkan kita satu kenyataan penting: Tiada kemuliaan yang paling abadi, indah dan membahagiakan dalam kehidupan kita, selain terbuka menjalin dialog cinta dengan Allah, Sang Pencipta. Maria menggapai dialog-tawaran cinta Allah secara sempurna melalui jiwa keibuannya yang tabah, sabar dan selalu hadir dalam kehidupan Anaknya, terutama di saat-saat yang paling sulit.
Karena keterbukaannya untuk menjalin dialog cinta dengan Allah, maka kasih Allah memenuhi seluruh diri dan kehidupannya. Kasih Allah tidak terbentur (tidak terhambat, tidak terhalang) memenuhi dirinya seperti yang dialami manusia karena Maria tidak dosa.
Dasar Iman Gereja: Maria Diangkat ke dalam Kemuliaan Surgawi
Berbeda dengan Maria, di dalam diri kita selalu ada unsur negatif, yaitu dosa yang menghambat pergerakan kita untuk menyatukan/mengintegrasikan diri mansiawi kita dengan Allah, Sang Penyelamat. Konsekuensinya:
- Seluruh diri manusiwi kita “belum” bisa beralih ke dalam cara berada yang baru, yang definitif sebab masih ada “sisa” negatif yang menghalangi kita untuk mewujudkan keberadaan kita secara utuh dan sempurna di dalam Allah.
- Dalam diri kita, manusia umumnya, cara berada yang baru itu belum diintegrasikan secara total, utuh dan penuh, sejauh keberadaan kita itu belum dikuduskan, belum diserap diserap seutuhnya oleh Roh Ilahi, kendati kita semua dipanggil untuk menjadi peserta dalam cara berada yang baru Yesus Kristus yang bangkit dari dunia orang mati (bdk. Roma 6:5; Kolose 2;12; Filipi 3:11).
- Unsur penghambat ini menyebabkan tawaran diri Allah (kasih-Nya) tidak meresap ke dalam seluruh kemanusiaan kita sehingga kita belum bisa beralih ke dalam cara berada kita yang baru, yaitu bersatu dengan Kristus yang bangkit.
Karena sikap iman Maria dan ketiadaan dosa dalam dirinya, maka Allah menganugerahkan kepadanya pembebasan dari kerusakan badaniah yang seharusnya dialami dan menimpa semua makhluk hidup. Maria “Diangkat, Ditinggikan oleh Allah ke dalam Kemuliaan Surgawi” karena dia rela dan terbuka menyerap tawaran kasih Allah; setia kepada panggilannya untuk menghadirkan dan mendampingi Yesus, Putera-Nya serta hadir dalam situasi sulit yang dialami manusia untuk menyalurkan rahmat Allah yang berdaya pembebasan”.
- Diangkat ke dalam kemuliaan surgawi berarti seluruh diri Maria, yaitu kemanusiaan dan keberadaan duniawinya tidak terkurung di dunia fana ini, tetapi ditinggikan, disempurnakan, beralih ke dalam cara berada yang baru, yaitu “cara berada yang bermartabat di hadapan Allah; cara berada surgawi”.
- Maria tidak menjalani proses “pengadilan terakhir” karena tidak ada unsur hakiki dalam dirinya yang harus dihakimi.
- Apabila diterima bahwa Maria mengalami kematian fisik-biologik dan dibangkitkan oleh Allah, maka perlu diingat bahwa:
- “Kebangkitan badan” bukanlah “perkara mayat” yang harus diapakan atau dibagaimanakan.
- “Kebangkitan badan” merupakan perkara keberadaan jasmani manusia yang ikut serta dalam keadaan baru dan definitif.
- Melalui peristiwa pengangkatan ini, Maria bersekutu dan menyatu dengan Allah sehingga tawaran diri-kasih Allah yang menyentuh seluruh keberadaan manusiawi-duniawinya menyatuh-utuh dengan Allah dan Putera-Nya.
- Di dalam keutuhan keberadaan duniawi Maria tidak ditemukan halangan negatif yang menghubungkan dirinya dengan Allah: Maria tidak memiliki dosa pribadi dan dosa asal sehingga seluruh keberadaan manusiawinya diserap dan diintegrasikan ke dalam relasi uniknya dengan Allah.
- Pembebasan Maria dari segala gangguan dan kerusakan dalam relasinya dengan Allah ini merupakan buah karya penebusan Yesus Kristus yang wafat dan bangkit; menjadi senasib dengan manusia (wafat) supaya manusia menjadi senasib dengan Dia (bangkit).
Pengalaman iman Maria mengajarkan kita dua hal penting:
Pertama, siapa pun yang setia mendengar, menjawab panggilan Allah dan membangun hubungan cinta dengan-Nya akan mengalami kebahagiaan yang sama.
Kedua, apabila kita membuka diri terhadap kasih Allah, maka sangat kecil peluang bagi kita untuk jatuh ke dalam dosa
Ketiga, keyakinan iman kita akan pengangkatan Maria ke Surga dengan badan dan jiwanya menunjukkan betapa tinggi dan luhurnya nilai tubuh manusia di hadapan Allah karena daya penebusan Kristus dan persatuan erat dengan-Nya. Berkat penebusan dan persatuan dengan Kristus, nilai tubuh kita tidak sehina binatang sebab sudah dikuduskan Kristus sendiri. Oleh karena itu, sepantasnya kita menghormati tubuh kita dan tubuh sesama.
**********************
Di sebuah wilayah, hiduplah seorang nyonya cantik nan kaya. Moto hidup yang selalu dipegang teguh: Teguhkanlah kenikmatan dan kesenangan dalam hidup ini sepuas-puasnya, selama masih ada kesempatan. Sang nyonya ini sungguh menikmati hidupnya tanpa mempedulikan orang lain.
Pada suatu hari, sang nyonya kaya ini mengalami serangan jantung dan terpaksa harus dioperasi. Di saat operasi sedang berlangsung, rohnya meninggalkan tubuhnya dan bertemu dengan Tuhan. Sang nyonya ini bertanya kepada Tuhan, “Tuhan, apakah sudah waktunya saya mati?
Tuhan menjawab, “Oh, belum. Umurmu masih tersisa lima tahun lagi! Pulanglah, ubalah hidupmu dan jangan berbuat dosa lagi!
Roh sang nyonya itu kembali ke dalam tubuhnya setelah menjalani tahapan operasi. Sang nyonya ini sangat senang karena masih diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menikmati hidup di bumi fana ini. Dua tahun kemudian, akal licik muncul di benak sang nyonya cantik ini. Untuk mengelabui Tuhan supaya hidupnya diperpanjang di bumi ini, sang nyonya cantik ini pergi ke salon kecantikan untuk menjalani operasi plastik; sedot lemak dan menyemir rambut. Alhasil! Setelah disalon, penampilannya berubah total. Kini sang nyonya ini semakin cantik.
Celakanya, sebuah truk menabrak mercedes pribadinya hingga menjadi mayat. Rohnya segera menemui Tuhan untuk mengajukan protes dan kata-kata gugatan, “Loh, katanya, sisa hidup saya lima tahun lagi. Mengapa sekarang, saya meninggal? Tuhan pun bertanya, “Loh, kamu siapa? Aku tidak mengenal kamu!
Selamat Bermenung
Salam kasih…
Buona Domenica..
Dio Ti Benedica!
Romo Alfonsus Very Ara, Pr (Dosen Teologi STFT St Yohanes Pematangsiantar)