Bacaan 1, 1Mak. 6: 1-13, Karena segala kejahatan yang kuperbuata terhadap Yerusalem, maka aku sekarang mati dalam kepedihan yang besar; Mzm. 9: 2-3.4.6b.19, Ya Tuhan, aku bergembiira atas kemenangan-Mu; Bacaan Injil, Lukas 20: 27- 40, Allah bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup.
Jangan Buat Yesus Marah & Menangis
Oleh: RD. Lucius Poya H., Imam Keuskupan Pangkalpinang
Kawin dan dikawinkan. Itulah fakta kehidupan manusia sebagai makhluk seksual. Subur atau mandul; beranakpinak atau tidak, bukan ukuran, sebab setiap insan memiliki kemampuannya tersendiri, terlepas apa jenis kelaminnya.
Namun apakah kawin dan dikawinkan tetap merupakan sebuah status di dunia seberang? Yesus, di akhir pekan hari ini, menyatakan tidak. Kawin dan dikawinkan hanyalah sebuah dorongan kodrati akan daya batas kehidupan manusia di dunia yang dibatasi oleh kematian. Oleh karena itu, kendati kawin dan dikawinkan tampak menggembirakan, tetapi sejatinya merupakan ekspresi dari ketakutan manusia akan kematian. Kawin dan dikawinkan adalah solusi kodrati setiap insan untuk tetap menyejarah di dunia, berhadapan dengan realitas kefanaan dirinya yang dibatasi oleh maut.
Itulah sebabnya, di hadapan para saduki yang bertanya tentang status seorang perempuan yang bersuami tujuh, dalam Kerajaan Surga, Yesus tegas menjawab, kawin dan dikawinkan hanya berlaku di dunia ini. Di dunia lain, dunia kebangkitan, tak ada kawin dan dikawinkan. Sebab di dunia kebangkitan tak ada lagi kematian. Di sana, keberadaan manusia seperti malaikat karena telah menjadi anak Allah.
Begitulah realitas manusia. Ia insan peziarah. Terikat dengan kodrat keduniaannya, tetapi serentak berziarah menembus batas melampui kodrat itu. Ia berjalan di dunia ini, dunia kematian, untuk memasuki dunia lain, dunia kebangkitan. Sebab Allah yang menciptakannya bukan Allah orang-orang mati, melainkan Allah orang-orang hidup.
Begitulah manusia. Ia Homo Viator; insan peziarah. Ia terikat dengan dunia. Dan oleh karena itu, sebagaimana pepohonan yang bertunas, berkembang, berbuah, kering, lapuk dan mati; demikian juga manusia. Ia lahir, bertumbuh dan berkembang, kawin, dan dikawinkan, memasuki senja dan mengakhiri hidup dengan kematian. Itulah peringatan Yesus hari Minggu yang silam, saat mengawali langkah ziarah di pekan ke XXXIII.
Fakta keterbatasan ini harus membuat setiap insan membuka mata untuk melihat Yesus dan berjuang untuk datang berkomunio dengan-Nya, seperti si buta, hari Senin. Apapun kenikmatan yang disajikan dunia, tak boleh membuat seseorang terlena dalam kebodohan. Kesadaran sebagai insan peziarah harus tetap terasah agar membuat seseorang berjuang untuk melihat Tuhan agar diperbaharui oleh-Nya, apapun hambatan yang dihadapi, sebagaimana dilakoni Zakeus, hari Selasa. Sebab kemampuan untuk menggapai yang ilahi, bukan sesuatu di luar diri manusia. Semua itu sudah dikaruniai sejak Allah melahirkan seseorang ke dunia. Dan oleh karena itu, hal yang paling penting adalah bagaimana mengolah semua potensi itu untuk keselamatan, sebagaimana perumpamaan mina untuk 10 hamba, yang diwartakan Yesus hari Rabu. Ketika seseorang bermental malas, seperti hamba ke-3, maka resiko yang diperoleh juga selaras dengan kemalasan itu.
Sayang orang-orang Yahudi tak hirau akan peringatan Yesus itu. Bagai hamba ketiga, mereka sekedar bangga akan keistimewaannya sebagai bangsa terpilih, tetapi tak mengelola keistimewaan itu untuk keselamatan mereka. Justru hidup yang mereka lakoni adalah hidup seorang penyamun, yang membuat Yesus menangis dan marah, sebagaimana dilansir hari Kamis dan Jumat.
Ya! Injil pekan ini bukan hanya menyingkapkan Yesus. Injil di ujung tahun ziarah justru lebih menampilkan entitas saya dan anda sebagai homo viator. Kita peziarah, karena kita tidak hanya debu tanah, tetapi juga memperoleh hembusan Roh Allah. Ada kodrat duniawi yang melekat, tetapi juga ada kodrat ilahi yang dicurah. Fakta berziarah di dunia tetapi juga sedang menuju ke keabadian. Maka dari itu selalu ada pergulatan dalam hidup; selalu ada tarik menarik, antara dunia dan surga; antara kebutuhan kini dan kerinduan yang akan datang. Tak heran terkadang kita terpuruk dalam kerapuhan, namun di saat yang sama membara kerinduan untuk berubah dan bangkit seperti si buta dan Zakeus.
Begitulah pernak-pernik ziarah. Yang paling penting adalah jangan membuat Yesus marah dan menangis. Serapuh-rapuhnya kita, lebih baik berdiri dan hentikan langkah kaki Tuhan, seperti si buta dan Zakeus, daripada membusung dada, namun mendapat marah, diusir keluar dari rumah Bapa, seperti orang Yahudi. Selamat berakhir pekan. Bukalah hati, sambutlah Yesus, karena Dia adalah Raja. Kepada Dia, sauh kehidupan dilabuhkan. Amin! Salam sinodalitas….***