Home KATEKESE Renungan Harian Kamis, 1 September 2022

Renungan Harian Kamis, 1 September 2022

by Alfons Liwun

Pekan Biasa XXII, 1 September 2022, Tahun C/II; Bacaan pertama, 1Kor. 3: 18-23, Semuanya itu milik kalian, tetapi kalian milik Kristus, dan Kristus milik Allah; Mazmur, 24: 1-2.3-4ab.5-6, Milik Tuhanlah bumi dan segala isinya; Bacaan Injil Luk. 5: 1-11, Mereka meninggalkan segala sesuatu dan mengikuti Yesus.

Bersama Yesus Siap untuk Berani Berubah

Oleh: Bapak Fransiskus Andi Krishatmadi*)

Salam sejahtera bagi saudaraku tercinta,

Bacaan pertama, dalam 1Kor. 3:18-23, Paulus menyoroti kesombongan sebagian jemaat Korintus. Dia memberikan nasihat untuk melawan kesombongan. Tidak lupa Paulus juga menyediakan alasan-alasan bagi nasihat tersebut, yaitu: berhenti menipu diri sendiri dan menjadikan diri sendiri bodoh supaya berhikmat.

Bacaan Injil dalam Luk. 5:1-11, diceritakan tentang panggilan Yesus kepada Petrus, Yohanes, dan Yakobus menjadi penjala manusia. Yesus datang kepada mereka sebagai Anak Manusia. Anak Manusia yang manusiawi yaitu datang diantara mereka, panggil-sapa, dan hidup diantara mereka. Yesus, Anak Manusia yang manusiawi ini menjalankan misi Allah, mengubah Petrus, Yohanes dan Yakobus menjadi penjala manusia. Penjala ikan menjadi penjala manusia, tidak hanya perubahan pekerjaan tetapi perubahan mentalitas, gaya hidup yaitu pewarta Kabar Gembira.

Yesus mengubah Cara Hidup Petrus, cs di Danau Galilea–menjadi penjala manusia (foto:wordPress.com)

Bagaimana dengan kita? Petrus sebenarnya bisa saja menolak perintah Yesus untuk menebarkan jala. Ia seorang nelayan, sementara Yesus tukang kayu (Mrk. 6:3). Petrus pasti lebih tahu tentang menjala ikan dibanding Yesus. Apalagi Petrus juga baru saja mengenal Yesus dan waktu itu ia belum tahu bahwa Yesus adalah Anak Allah.

Namun Petrus tetap saja menuruti perintah Yesus. Hasilnya? Petrus memperoleh hasil tangkapan yang luar biasa banyaknya, sampai-sampai jalanya pun robek! Disinilah terjadi perubahan dalam diri Petrus, dkk. Mereka menyaksikan pada pukat yang sama dipakai mereka sendiri dan dipakai bersama Yesus. Dan perubahan inilah yang disebut Lukas, penjala manusia.

Perubahan tersebut juga akan terjadi pada kita jika kita mengarahkan pelayanan kita seperti apa yang Tuhan mau? Pelayanan kita tidak akan sia-sia. Pelayanan kita akan berbuah banyak. Berbuah banyak menurut ukuran Tuhan lho bukan menurut ukuran kita. Tuhanlah yang memiliki pelayanan sehingga Dialah yang berhak menentukan arah pelayanan. Dan hanya Dialah yang mampu menjadikan pelayanan kita berbuah.

Kesombongan yang terjadi di kalangan jemaat Korintus dipicu oleh konsep yang salah tentang hikmat (1Kor. 1:18-25). Jemaat membanggakan hikmat duniawi, padahal hikmat yang sejati seharusnya adalah salib Kristus (1Kor. 1:24, 30-31). Sebagian jemaat Korintus yang dahulu “bukan siapa-siapa di mata dunia” (1Kor. 1:26) kini merasa diri hebat menurut ukuran dunia hanya gara-gara memiliki hikmat duniawi. Persis seperti Petrus, yang bangga menjadi nelayan, ketimbang Yesus seorang tukang kayu.

Setelah mendapatkan tangkapan yang begitu banyak, ia langsung tersungkur dihadapan Tuhan Yesus. Bahkan dia “mengusir” Tuhan Yesus, karena sadar bahwa orang yang ada dihadapannya bukan orang biasa. Petrus tidak layak untuk berdekatan dengan-Nya. Melihat sikap Petrus, Tuhan Yesus justru berkata, “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” Sikap Petrus justru dilihat oleh Yesus sebagai tanda bahwa dia memiliki hati yang benar untuk dibentuk menjadi seorang murid.

Maka betapa kelirunya kita jika dalam menjalankan panggilan Tuhan, kita malah membanggakan diri. Kembali kita melihat Petrus dan teman-temannya. Setelah dipanggil Yesus, Petrus, Yakobus dan Yohanes langsung meninggalkan segala sesuatunya dan mengikut Yesus. Mengapa mereka bisa seperti itu? Karena mereka tahu seberapa tinggi nilai panggilan Tuhan yang akan mereka jalani, yaitu perubahan mental-spiritualitas, yang mendekatkan diri pada Yesus.

KBG St. Yosep duduk dekat kaki Yesus (foto:groupfasliat)

Jika tadinya mereka menjala ikan, demi memenuhi kebutuhan fisik, maka sekarang mereka menjala manusia, sesuatu yang bernilai rohani. Jika tadinya melakukan yang bernilai sementara (bagaimanapun ikan bisa busuk dan pasti habis), maka sekarang mereka melakukan yang bernilai kekal. Dan apa yang mereka lakukan sekarang tidak akan pernah sia-sia (seperti hasil tangkapan malam sebelumnya).

Apakah dalam menjalankan panggilan Tuhan, kita semua harus meninggalkan segala sesuatu seperti Petrus dan kedua rekannya? Tidak juga. Ketika Paulus mengajar bagaimana jemaat Korintus mengikuti panggilan Tuhan, dia berkata: “Baiklah tiap-tiap orang tinggal dalam keadaan, seperti waktu ia dipanggil Allah” (1Kor. 7:20). Artinya: jika seseorang mendapatkan panggilan Tuhan ketika dia masih berstatus budak, maka dia pun bisa menjalankan panggilan-Nya dengan status budak pula. Dan ketika seseorang mendapatkan panggilan Tuhan ketika dia masih belum disunat, maka dia tidak perlu disunat untuk menjalankan panggilan tersebut. Bahkan ketika Paulus dipanggil menjadi rasul, dia masih tetap bekerja sebagai pembuat tenda.

Jadi, kita tetap dapat menjalankan panggilan Tuhan dengan sepenuh hati, dengan tetap menjalani pekerjaan kita sehari-hari. Yang jelas jangan menjadi hamba Tuhan yang berjiwa bisnis: selalu mencari keuntungan (1Kor 10:4). Tetapi lebih baik, menjadi pebisnis yang berjiwa hamba Tuhan! Semoga. Tuhan memberkati.

*) Guru Agama Katolik mengajar di Seminari Menengah Mario Jhon Boen Pangkalpinang

Related Articles

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.