Pekan Biasa XI, Tahun C/II; Bacaan pertama, Sir. 48: 1-48, Elia terangkat dalam badai, dan Elisa dipenuhi dengan rohnya; Mazmur 97: 1-6.7, Bersukacitalah dalam Tuhan, hai orang benar; Bacaan Injil Matius 6: 7-15, Berdoalah kalian demikian.
“Doa Dan Pengampunan Adalah Kebutuhan Pokok Kita.”
Oleh: Bapak Fransiskus Andi Krishatmadi*)
Dalam bacaan I (Sir. 48:1-14) dikisahkan tentang kekuasaan nabi Elia yang sepanjang hidupnya membuat mujizat, dan malah ketika meninggal pekerjaannya menakjubkan. Nabi Elia digambarkan sangat berkuasa atas alam. Karena dia matahari menyentuh bumi dan mematahkan tongkat tempat orang Israel bersandar, gandum melimpah. Ia mempunyai kekuasaan untuk membangkitkan atau menyebabkan kematian. Nabi Elia dipuji karena sabdanya membakar laksana obor dengan segala mukjizatnya. Bahkan namanya tercantum dalam ancaman-ancaman tentang masa depan untuk meredakan kemurkaan sebelum meletus, dan mengembalikan hati bapa kepada anaknya serta memulihkan segala suku Yakub.
Dalam Bacaan Injil (Mat. 6:7-15), Yesus mengajar para murid-Nya bagaimana berdoa yang benar. Doa yang benar menurut Yesus fokus utamanya adalah Allah, baru kemudian diri sendiri. Untuk itu, Yesus memberi contoh doa “Bapa Kami” di mana di dalamnya ada tujuh permohonan, yaitu tiga permohonan pertama berupa harapan agar Bapa dimuliakan, kerajaan-Nya datang, dan kehendak-Nya terjadi dan empat permohonan selanjutnya diarahkan untuk diri sendiri dan membangun relasi dengan sesama, berupa mohon rejeki, mohon pengampunan, mohon agar dijauhkan dari cobaan, dan mohon agar dibebaskan dari yang jahat. Yesus menekankan, permohonan pengampunan dikaitkan dengan memberi penganpunan kepada sesama.
Bagaimana dengan kita? Rasanya kita semua mendambakan apa yang terjadi dalam diri atau dialami oleh Elia yaitu: sepanjang hidup membuat mujizat dan ketika mati atau dipanggil Tuhan memotivasi dan memberdayakan orang yang melayat untuk memuji, memuliakan dan mengabdi Tuhan dalam hidup sehari-hari.
Mujizat di sini antara lain berarti karya Allah dalam diri kita orang yang lemah dan rapuh. Karena itu, pertama-tama dan terutama kita harus mengimani dan menghayati karya Allah dalam tubuh kita masing-masing, yang menganugerahi kita pertumbuhan dan perkembangan serta kesehatan dan kebugaran. Sadari dan hayati juga bahwa apa yang baik, mulia, dan luhur adalah karya Allah dalam diri kita.
Maka jika kita mengakui diri beriman alias mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, hendaknya senantiasa mengusahakan hidup baik, luhur dan mulia alias berbudi pekerti luhur. Jika kita sungguh berbudi pekerti luhur selama hidup di dunia ini, maka ketika dipanggil Tuhan, kita pasti akan tersenyum, dan dengan demikian menakjubkan mereka yang mendampingi dan menyaksikan proses kematian kita.
Bahkan setelah menjadi mayat semakin nampak tampan atau cantik penuh senyuman yang memikat dan mempesona. Hidup atau mati adalah anugerah Allah, maka marilah kita hidup sesuai dengan kehendak Allah agar ketika dipanggil Tuhan kita layak menerima anugerah Allah juga, yaitu hidup mulia di sorga untuk selama-lamanya. Jika kita menyadari mukjijat adalah karya Allah dalam diri kita yang lemah dan rapuh, maka akan muncul kesadaran kita akan kebutuhan doa dan pengampunan. Karena doa dan pengampunan adalah kebutuhan pokok kita. Sebab dengan berdoa kita yang papa ini datang kepada Tuhan untuk memuji nama-Nya serta “curhat” kepada Dia tentang keadaan kita yang sesungguhnya.
Kita yakin bahwa Bapa mencintai kita dan senantiasa mendengarkan doa kita. Karena itu yakinlah bahwa dalam doa kita selalu mendapatkan sesuatu. Ketika doa kita dikabulkan, Tuhan menambah iman kita. Ketika Tuhan belum mengabulkan doa kita, Tuhan menambah kesabaran kita. Ketika doa kita dijawab tetapi jawaban itu tidak sesuai dengan harapan kita, sesungguhnya Tuhan telah memilihkan yang terbaik untuk kita. Kita juga membutuhkan pengampunan Tuhan. Ketika memohon pengampunan Tuhan, kita menegaskan dalam doa bahwa diri kita tidak bisa hidup tanpa kerahiman-Nya.
Pengampunan Tuhan itu seiring-sejalan dengan pengampunan yang kita berikan kepada sesama kita. Bahkan lawan-lawan dan mereka yang membenci kita. Mari kita perbaiki cara kita berdoa, agar doa kita yang berisi seluruh penghayatan hidup kita, menjadi cara kita memuliakan Allah dan mewujudkan iman kita. Doa yang berkenan bagi Allah akan mendatangkan berkat melimpah bagi kita, juga bagi orang lain. Semoga, Tuhan memberkati kita.
*) Guru Agama Katolik mengajar di Seminari Menengah Mario Jhon Boen Pangkalpinang