Pekan Biasa XVIII, Tahun C/II. Peringatan Wajib St.Yohanes Maria Vianney; Bacaan pertama Yeremia, Aku akan mengikat perjanjian baru, dan takkan lagi mengingat dosa mereka; Mazmur 51: 12-13.14-15.18-19, Ciptakanlah hati murni dalam diriku, ya Allah; Bacaan Injil Matius 16: 13-23, Engkaulah Petrus, kepadamu akan Kuberikan kunci Kerajaan Surga.
“Jangan Menganggap Tidak Ada Hasil Jika Engkau Gagal, Tetapi Jangan Menganggap Sudah Berhasil Ketika Engkau Sukses” (St. Yohanes Maria Vianey)
Oleh: Bapak Fransiskus Andi Krishatmadi*)
Salam sejahtera saudaraku tercinta.
Bacaan I: Yer. 31:31-34: Hubungan antara Tuhan dengan umat-Nya yang terikat dalam perjanjian ternyarta mengalami pasang-surut. Israel berulang kali mengkhianati ikatan itu dengan meninggalkan Tuhan dan mengikuti ilah-ilah asing, bagaikan istri yang sudah melakukan perzinaan.
Namun, Allah bertekad memulihkan kembali ikatan perjanjian yang rusak itu. Allah seperti seorang suami yang rela menerima kembali istrinya yang telah berkhianat, bahkan memperbarui ikatan perjanjian-Nya. Allah akan mengikat perjanjian-Nya secara personal dengan setiap umat-Nya. Dengan demikian, setiap orang akan mengenal Allah secara pribadi dan memiliki Taurat di dalam hatinya.
Bacaan Injil, dalam Matius 16:13-23: Walau Petrus mengungkapkan imannya bahwa “Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup,”. Untuk itu ia dipuji Yesus sambil mengingatkan Petrus bahwa Allahlah yang menyatakan itu kepadanya, namun ternyata Petrus masih salah memahami Yesus ketika Yesus menjelaskan bahwa Ia harus menderita, mati dibunuh, dan dibangkitkan. Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur Yesus: “Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu sekali-kali takkan menimpa Engkau.”
Yesus berpaling dan menegur Petrus: “Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagi-Ku, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Bagaimana dengan kita? Pengakuan iman Petrus bahwa Yesus adalah “Mesias, Anak Allah yang hidup” dan dijadikan dasar Yesus membangun Gereja-Nya, adalah penyataan dari Allah sendiri, tidak ada sumbangan dari manusia sedikitpun. Iman adalah anugerah Allah bagi kita dan dengan itu kita menanggapi tawaran dari Allah.
Jadi jangan menjadi sombong jika kita sukses dalam beriman. Karena ketika kita sukses mempertahankan iman, sadarilah tangan Allah bekerja mendukung kita, seperti yang dikatakan Yesus: “Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan Jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.”
Sebaliknya jika kita gagal mempertahankan iman, jangan pula kita menyalahkan Allah. Karena seperii Petrus yang ditegur keras oleh Yesus dan dituduh “iblis,” demikan juga iman kaum Israel yang begitu mudah mengkhianati Allah dengan meninggalkan Allah dan menyembah allah-allah lain, begitu juga gambaran iman kita, iman yang masih mudah jatuh, karena terbius oleh godaan iblis yang begitu cerdik memanfaatkan kelemahan kita, yaitu sering berlaku permisif atau serba ingin hidup bebas dari aturan beriman sehingga kita cenderung melakukan pembiaran dalam hal pelanggaran dimulai dari hal yang kecil dan sederhana.
Dalam beriman, menelaan iman Petrus kita harus selalu mendahulukan kehendak Allah dari kehendak pribadi kita. Jika kita mendahlukan kehendak Allah, maka janji Yesus akan terpenuhi bahwa alam muat tidak akan menguasai kita (Gereja) yang didirikan atas dasar iman Petrus (para rasul). Maka jangan kecewa ketika dalam beriman ada sentilan Yesus yang menyakitkan: “enyahlah iblis,” karena ada sesuatu hal serius yang harus kita koreksi yaitu “apakah kita memikirkan kehendak Allah atau kehendak pribadi?.” Keteguhan iman mengikuti kehendak Allah hari in dicontohan oleh St. Yohanes Maria Vianey.
Dia mengalami kegagalan, bahkan satu-satunya calon yang gagal untuk masuk Seminari Tinggi. Ia merasa sangat terpukul, namun imannya tak tergoyahkan. Ia menerima uluran tangan pastor Bailey untuk mengikuti ujian secara pribadi, dan lulus dengan nilai yang memuaskan dan diijinkan memasuki seminari tinggi. Ketika telah ditahbiskan, ia ditempatkan di paroki kecil di mana romo Bailey bertugas dengan pesan, “Sahabatku, engkau akan bertugas di sebuah paroki kecil di mana sangat sedikit kasih Tuhan bisa dirasakan di sana. Engkau akan membangkitkan lagi api kasih Allah di sana!” Tuhan mempunyai rencana yang agung atas hidupnya. Dan kini rencana itu sudah terujud.
Yohanes Maria Vianey menjadi teladan bagi hidup panggilan para imam di seluruh dunia. Semua berkat kerendahan hatinya yang selalu menyadari ketidaksempurnaannya. Maka ia memberi dua prinsip bagi para imam: (1) jangan pernah beranggapan bahwa tidak ada hasil berarti yang telah dicapai di paroki, betapapun nampaknya segala upaya yang telah dijalankan bertahun-tahun belum menunjukkan hasil yang diharapkan, dan (2) jangan pernah beranggapan bahwa telah melakukan usaha yang cukup, betapapun besar yang telah dicapai. “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga.” (Mat 16:17). Semoga. Tuhan memberkati.
*). Guru Agama Katolik mengajar di Seminari Menengah Mario Jhon Boen Pangkalpinang