Home Asian Church Sinode Para Uskup Sedunia: Persekutuan I Partisipasi I Misi

Sinode Para Uskup Sedunia: Persekutuan I Partisipasi I Misi

by Alfons Liwun

Informasi dari Panitia SC Sinode Tingkat Keuskupan Pangkalpinang tentang Sinode Para Uskup Sedunia 

SINODE

Paus Fransiskus selalu menekankan pada gaya sinodal  Gereja selama hampir tujuh tahun masa kepausannya. Dalam  pidatonya  pada 17 Oktober 2015 (saat sidang para Uskup untuk keluarga sedang berlangsung) bertepatan dengan peringatan 50 tahun berdirinya institusi “Sinode”, ia mengatakan: “Sejak awal pelayanan saya sebagai Uskup Roma saya bermaksud untuk memberi tempat penting pada Sinode, yang merupakan salah satu warisan paling berharga dari Konsili Vatikan II. Bagi Beato Paulus VI – tambahnya – Badan Sinode para Uskup harus mengusulkan kembali gambaran dari Konsili Ekumenis dan merenungkan spirit dan metodenya».

St. Yohanes Paulus II pernah menegaskan bahwa “mungkin badan Sinodal Para Uskup masih bisa diperbaiki. Mungkin tanggung jawab pastoral kolegial dapat diekspresikan lebih penuh dalam Sinode”. Pada tahun 2006, Paus Benediktus XVI menyetujui beberapa perubahan terhadap Ordo Synodi Episcoporum, juga berdasarkan ketentuan-ketentuan Kitab Hukum Kanonik dan Kitab Hukum Kanon Gereja-Gereja Timur “.

Kemudian, Paus  Fransiskus memberikan spirit baru dengan menekankan dimensi Sinodalitas dari Gereja. Dalam pidato itu, Sri Paus Fransiskus juga menyatakan: «Kita harus melanjutkan jalan ini. Dunia tempat kita hidup, dan di mana kita dipanggil untuk mengasihi dan melayani bahkan dalam pelbagai pertentangan, menuntut Gereja untuk memperkuat sinergi di semua bidang misinya. Justru jalan sinodalitas adalah jalan yang diharapkan Tuhan dari Gereja milenium ketiga”.

Masih dalam pidato yang sama, Paus kemudian menyampaikan beberapa ciri-ciri Gereja sinodal. Misalnya, konsultasi dilakukan kepada seluruh umat Allah dalam persiapan sidang Sinode: Paus misalnya mengatakan: “Bagaimana mungkin berbicara tentang keluarga tanpa bertanya kepada keluarga, mendengarkan kegembiraan dan harapan mereka, rasa sakit dan kesedihan mereka?” (hal yang sama dilakukan kemudian dengan orang-orang muda pada kesempatan pertemuan yang terfokus pada mereka). Ia juga menegaskan bahwa “Gereja sinode adalah Gereja mendengarkan, dalam kesadaran bahwa mendengarkan” lebih dari sekadar mendengar”.

Bagi Paus ini harus menjadi “saling mendengarkan di mana masing-masing memiliki sesuatu untuk dipelajari. Umat ​​beriman, perguruan tinggi, Uskup Roma: yang satu mendengarkan yang lain; dan semua mendengarkan Roh Kudus, Roh kebenaran “, untuk mengetahui apa yang Dia katakan kepada Gereja-Gereja”. Oleh karena itu, Sinode para Uskup adalah “titik konvergensi dari dinamisme mendengarkan yang dilakukan di semua tingkat kehidupan Gereja”. Akhirnya, “kenyataan bahwa Sinode selalu bertindak cum Petro et sub Petro – oleh karena itu tidak hanya cum Petro, tetapi juga sub Petro – bukanlah batasan kebebasan, tetapi jaminan kesatuan”.

SINODE PARA USKUP SEDUNIA (2021-2023):

Logo Sinode Para Uskup Sedunia (dokumen Vademecum)

Sinode Para Uskup sekarang ini (2021-2023) merupakan kelanjutan Sinode sebelumnya. Sinode yang lalu telah menelaah tema-tema seperti: evangelisasi baru, 2013 (EG, Sukacita Injil), keluarga, 2016 (AL, Sukacita Kasih), orang muda, 2018), (Orang Muda, Iman, dan Penegasan Panggilan),  lingkungan hidup, 2015 (LS, Terpujilah Engkau), dan Persaudaraan, 2020 (FT, Saudara Sekalian).

Melalui sinode sekarang ini Sri Paus mengundang seluruh Gereja untuk merenungkan tema yang menentukan hidup dan misinya: “Tepatnya jalan sinodalitas inilah yang diharapkan Allah dari Gereja milenium ketiga.” Misi Gereja menuntut seluruh Umat Allah untuk berada dalam perjalanan bersama, dengan setiap anggota yang memainkan peran pentingnya, disatukan satu sama lain.

Gereja Sinodal berjalan maju dalam persekutuan untuk menjalankan misi bersama melalui partisipasi masing-masing dan setiap anggotanya.

UNTUK APA SINODE DIJALANKAN?

 Pertama, bukan untuk menghasilkan lebih banyak dokumen, melainkan: untuk menginspirasi orang-orang untuk bermimpi tentang Gereja yang dipanggil dan diutus, membuat harapan orang-orang berkembang, mendorong kepercayaan, membalut luka-luka, menjalin hubungan-hubungan baru yang lebih mendalam, belajar dari satu sama lain, membangun jembatan-jembatan, mencerahkan pikiran, menghangatkan hati dan untuk memulihkan ke dalam tangan kita demi misi kita Bersama (PD, 32).

 Kedua, sebagai seluruh Umat Allah, untuk mendengarkan, apa yang sedang dikatakan Roh Kudus kepada Gereja. Caranya: Kita melakukannya dengan mendengarkan bersama-sama Sabda Allah dalam Kitab Suci dan Tradisi Gereja yang hidup.

Ketiga, membuka ruang  dengan mendengarkan satu sama lain, serta terutama mereka yang terpinggirkan, dengan memahami tanda-tanda zaman.

Keempat, untuk membaca tanda-tanda zaman dunia dewasa ini, dimana muncul berbagai persoalan krusial yang juga sedang dihadapi Gereja., seperti: tragedi global COVID-19, membangkitkan kesadaran bahwa kita adalah suatu komunitas global yang berlayar di perahu yang sama. Pada saat yang sama, pandemic juga menampakkan dengan jelas adanya ketidaksetaraan dan ketidakadilan, yang memang sebelumnya sudah ada, kemanusiaan yang semakin tergunjang oleh proses massifikasi dan fragmentasi, kondisi tragis yang dihadapi kaum migran di seluruh dunia, menunjukkan betapa tinggi dan kuatnya sekat-sekat yang memisahkan keluarga manusia (lih. dokumen Laudato Si dan Fratelli Tutti). Penderitaan anak-anak dibawah umur dan orang-orang yang terluka karena pelecehan seksual, penyalahgunaan kekuasaan dan penyalahgunaan suara hati, yang dilakukan oleh sejumlah besar klerus dan orang-orang yang membaktikan diri secara khusus dalam pelayanan Gereja.

Untuk menghadapi beban budaya yang dipengaruhi oleh klerikalisme yang diwarisi dari sejarahnya, dan dengan bentuk-bentuk kekuasaan yang terkait dengan berbagai jenis penyalahgunaan (kekuasaan, ekonomi, hati nurani, dan seksual.

Kelima, hiharapkan dihasilkan keputusan-keputusan pastoral penting, yang mencerminkan kehendak Allah, dengan mendasarkannya dalam suara Umat Allah yang hidup (ICT, Syn, 68).

SEPULUH SUBTEMA DALAM SINODE PARA USKUP SEDUNIA

Tim SC mensosialisasi Dokumen Sinode Para Uskup Sedunia kepada Para Imam Kevikepan Bangka Belitung (foto:alfonsliwun)

  1. Sahabat-Sahabat Seperjalanan

“Berjalan Bersama” Gereja Lokal: Klerus, Awam biarawan / biarawati, kaum religius) dan masyarakat yang ada saling berdampingan. Yang menjadi bagian dari Gereja kita: internal kita yang belum dirangkul dan eksternal kita seperti: masyarakat luas, agama lain, suku, etnis, dan budaya.Yang mengajak kita untuk “Berjalan Bersama” adalah Roh Kudus, Sri Paus dan Para Uskup kita. Pendamping kita diluar batas gerejawi ialah pemerintah negara, kelompok masyarakat adat dengan budayanya, gerakan-gerakan eksklusif, dll. Kelompok anak-anak, kaum miskin, lansia, orang berdosa, para tawanan di penjara, dll.

Dari gagasan dasar dalam subtema pertama, maka pertanyaan tuntunan untuk indikatornya adalah: Dalam Gereja lokalmu, siapa yang “berjalan bersama”? Ketika kita mengatakan: “Gereja kita”, siapa yang menjadi bagian darinya?  Siapa yang mengajak kita berjalan bersama? Siapa pendamping perjalanan, termasuk mereka yang berada di luar batas gerejawi? Orang-orang atau kelompok mana yang tertinggal, secara tegas atau nyata?

  1. Mendengarkan

Roh Kudus menghidupkan “berjalan bersama”. “Berjalan bersama”, kita mendengarkan Roh Kudus. Gereja sangat perlu mendengarkan dengan pikiran dan hati yang terbuka tanpa prasangka kepada kaum awam terutama kaum muda dan perempuanpikiran, kenyataan mereka masa depan Gereja. Mendengarkan  dan memberi ruang bagi  LHB berkarya. Sediakan ruang bagi yang terkucil dan terpinggirkan. Terbuka dan tidak ada pransangka. Mendengarkan konteks sosial budaya.

Dari gagasan dasar dalam subtema kedua, maka pertanyaan tuntunan untuk indikatornya adalah: Kepada siapa Gereja partikular kita “perlu mendengarkan”?, Bagaimana dengan kaum awam, terutama kaum muda dan perempuan, apakah mereka didengarkan?, Bagaimana kita mengintegrasikan kontribusi orang-orang Hidup Bakti?, Ruang apa yang tersedia untuk suara minoritas, yang tersingkir, dan yang dikucilkan?, Apakah kita mengidentifikasi prasangka dan stereotip yang menghalangi pendengaran kita?, Bagaimana kita mendengarkan konteks sosial dan budaya di mana kita hidup?

  1. Berbicara

Adanya promosi gaya komunikasi yang bebas dan otentik dalam komunitas dan organisasi-organisasinya, tanpa duplikasi dan oportunisme. Ada promosi dalam kaitannya dengan masyarakat di mana kita menjadi bagiannya. bisa mengatakan apa yang penting bagi kita. Adanya hubungan dengan sistem media (bukan hanya media Katolik). Ada penanggung jawab (perwakilan) yang berbicara atas nama komunitas Kristen, dan ada pemilihan penanggung jawab komunikasi.

Dari gagasan dasar dalam subtema ketiga, maka pertanyaan tuntunan untuk indikatornya adalah: Bagaimana kita mempromosikan gaya komunikasi yang bebas dan otentik dalam komunitas dan organisasi-organisasinya, tanpa duplikasi dan oportunisme? Bagaimana juga promosi kita dalam kaitannya dengan masyarakat di mana kita menjadi bagiannya? Kapan dan bagaimana kita bisa mengatakan apa yang penting bagi kita? Bagaimana hubungan dengan sistem media (bukan hanya media Katolik)? Siapa yang berbicara atas nama komunitas Kristen?. Dan bagaimana mereka dipilih?

  1. Perayaan

Ada doa dan perayaan liturgi menginspirasi dan mengarahkan “perjalanan bersama”. Ada doa dan perayaan liturgi menginspirasi keputusan-keputusan yang sangat penting. Kita mendorong partisipasi aktif semua umat beriman dalam liturgi dan pelaksanaan fungsi pengudusan. Ada ruang yang disediakan untuk pelatihan bagi para Lektor dan Akolit, dll.

Dari gagasan dasar dalam subtema keempat, maka pertanyaan tuntunan untuk indikatornya adalah:  Bagaimana doa dan perayaan liturgi menginspirasi dan mengarahkan “perjalanan bersama” kita? Bagaimana doa dan perayaan liturgi menginspirasi keputusan-keputusan yang sangat penting? Bagaimana kita mendorong partisipasi aktif semua umat beriman dalam liturgi dan pelaksanaan fungsi pengudusan? Apakah ada ruang yang disediakan untuk pelatihan bagi para Lektor dan Akolit?

  1. Berbagi Tanggung Jawab Untuk Misi Kita Bersama

Semua yang dibaptis dipanggil untuk menjadi pelaku utama dalam misi. Komunitas mendukung anggotanya yang berkomitmen untuk melayani masyarakat (komitmen sosial dan politik, dalam penelitian ilmiah dan pengajaran, dalam mempromosikan keadilan sosial, dalam perlindungan hak asasi manusia, dan dalam merawat rumah bersama, dll.). Adanya saling membantu untuk menghidupi komitmen ini dalam cara berpikir misi. Ada penegasan tentang pilihan-pilihan yang berhubungan dengan misi dibuat, dan siapa yang berperan serta di dalamnya. Mampu mengintegrasikan  dan menyesuaikan perlbagai tradisi berbeda milik gereja-gereja, khususnya gereja timur, dan ada kolaborasi terjadi di wilayah-wilayah di mana terdapat Gereja-Gereja sui iuris yang berbeda.

Dari gagasan dasar dalam subtema kelima, maka pertanyaan tuntunan untuk indikatornya adalah: Karena kita semua adalah murid para misionaris, bagaimana setiap orang yang dibaptis dipanggil untuk menjadi pelaku utama dalam misi? Bagaimana komunitas mendukung anggotanya yang berkomitmen untuk melayani masyarakat (komitmen sosial dan politik, dalam penelitian ilmiah dan pengajaran, dalam mempromosikan keadilan sosial, dalam perlindungan hak asasi manusia, dan dalam merawat rumah bersama, dll.)? Bagaimana Anda membantu mereka untuk menghidupi komitmen ini dalam cara berpikir misi? Bagaimana penegasan tentang pilihan-pilihan yang berhubungan dengan misi dibuat, dan siapa yang berperan serta di dalamnya? Bagaimana perlbagai tradisi berbeda  milik gereja-gereja, khususnya gereja timur, diintegrasikan dan disesuaikan dalam gaya sinode ini dan menjadikannya sebagai sebuah kesaksian kristiani yang efekif? Bagaimana kolaborasi terjadi di wilayah-wilayah di mana terdapat Gereja-Gereja sui iuris yang berbeda?

  1. Dialog Di Dalam Gereja Dan Masyarakat

Adanya tempat dan modal berdialog di dalam Gereja partikular kita. Ada upaya penanganan terhadap  perbedaan visi, konflik, dan kesulitan. Ada promosi kerjasama dengan Keuskupan yang berdekatan, dengan komunitas-komunitas religius, dan asosiasi serta gerakan kaum awam, dll. Ada dialog dan komitmen bersama dengan penganut agama lain dan dengan mereka yang tidak menganut agama tertentu. Ada dialog dan saling belajar dari sektor masyarakat lain: dunia politik, ekonomi, budaya, masyarakat sipil, kaum miskin.

Dari gagasan dasar dalam subtema keenam, maka pertanyaan tuntunan untuk indikatornya adalah: Manakah tempat dan modal berdialog di dalam Gereja partikular kita? Bagaimana perbedaan visi, konflik, dan kesulitan ditangani? Bagaimana kita promosikan kerjasama dengan Keuskupan yang berdekatan, dengan komunitas-komunitas religius, dan asosiasi serta gerakan kaum awam, dll.? Pengalaman dialog dan komitmen bersama apa yang kita miliki dengan penganut agama lain dan dengan mereka yang tidak menganut agama tertentu? Bagaimana Gereja berdialog dengan dan belajar dari sektor masyarakat lain: dunia politik, ekonomi, budaya, masyarakat sipil, kaum miskin…?

  1. Dialog Dengan Denominasi Kristen Lainnya

Adanya Hubungan dengan saudara dan saudari dari denominasi Kristen lainnya. Adanya Bidang-Bidang yang dipedulikan bersama. Adanya Buah-buah yang dapat ambil dari “perjalanan bersama” ini. Mampu menghadapi kesulitan bersama.

Dari gagasan dasar dalam subtema ketujuh, maka pertanyaan tuntunan untuk indikatornya adalah:  Hubungan apa yang kita miliki dengan saudara dan saudari dari denominasi Kristen lainnya? Bidang mana yang mereka pedulikan? Buah-buah apa yang telah kita ambil dari “perjalanan bersama” ini? Dan apa saja kesulitannya?

  1. Kewenangan Dan Partisipasi

Kita mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai, cara mencapainya, dan langkah-langkah yang harus diambil. Ada sistem kerja sinodal bagi otoritas Gereja partikular kita. Ada kerja tim dan tanggung jawab bersama. Adapromosi  pelayanan awam dan asumsi tanggung jawab umat beriman. Adanya  badan-badan sinodal berfungsi pada tingkat Gereja partikular

Dari gagasan dasar dalam subtema kedelapan, maka pertanyaan tuntunan untuk indikatornya adalah: Bagaimana kita mengidentifikasi tujuan yang ingin dicapai, cara mencapainya, dan langkah-langkah yang harus diambil? Bagaimana otoritas dijalankan di dalam Gereja partikular kita? Bagaimana dipraktekkan kerja tim dan tanggung jawab bersama? Bagaimana pelayanan awam dan asumsi tanggung jawab umat beriman dipromosikan? Bagaimana badan-badan sinodal berfungsi pada tingkat Gereja partikular? Apakah mereka memiliki pengalaman yang bermanfaat?

  1. Memahami Dan Memutuskan

Adanya prosedur dan metode discermen. Adanya peningkatan  prosedur dan metodedalam  berdiscermen. Adanya upaya promosi partisipatif  Dalam komunitas yang terstruktur secara hirarkis. Ada cara kita mengartikulasikan tahap konsultatif dengan musyawarah, dan proses pengambilan keputusan dengan saat pengambilan keputusan. Ada cara dan alat untuk mempromosikan transparansi dan akuntabilitas.

Dari gagasan dasar dalam subtema kesembilan, maka pertanyaan tuntunan untuk indikatornya adalah: Kita bersama dapat membedakan dan memutuskan dengan prosedur dan metode apa? Bagaimana prosedur dan metode ini dapat ditingkatkan? Dalam komunitas yang terstruktur secara hirarkis, bagaimana kita mempromosikan partisipasi? Bagaimana kita mengartikulasikan tahap konsultatif dengan musyawarah, dan proses pengambilan keputusan dengan saat pengambilan keputusan?  Bagaimana dan dengan alat apa kita mempromosikan transparansi dan akuntabilitas?

  1. Membina Diri Dalam Sinodalitas

Membina orang, terutama mereka yang memegang peran tanggung jawab dalam komunitas Kristen, untuk membuat mereka lebih memiliki kemampuan dalam “berjalan bersama,”. Adanya saling mendengarkan satu sama lain dan terlibat dalam dialog. Ada materi dan proses Pembinaan yang kita tawarkan untuk disermen. Ada pelatihan mengenai tugas dan tanggung jawab / kewenangan. Adanya Alat yang dapat membantu kita membaca dinamika budaya yang kita hayati dan dampaknya terhadap gaya Gereja kita.

Dari gagasan dasar dalam subtema kesepuluh, maka pertanyaan tuntunan untuk indikatornya adalah:  Bagaimana kita membina orang, terutama mereka yang memegang peran tanggung jawab dalam komunitas Kristen, untuk membuat mereka lebih memiliki kemampuan dalam “berjalan bersama,” saling mendengarkan satu sama lain dan terlibat dalam dialog? Pembinaan apa yang kita tawarkan untuk disermen dan pelatihan atas kewenangan? Alat apa yang dapat membantu kita membaca dinamika budaya yang kita hayati dan dampaknya terhadap gaya Gereja kita?

Para Imam saat Ekaristi Retret Hari Pertama

PROSES MENDENGARKAN (KONSULTASI) UMAT ALLAH DI KEUSKUPAN PANGKALPINANG

«Bagaimana “berjalan bersama” (sinodalitas) ini terjadi dalam Gereja Partikularmu saat ini? Seturut ajakan Roh Kudus, Apakah langkah-langkah yang harus kita ambil untuk bertumbuh dalam “perjalanan bersama” kita?»

Pertama, Kriteria Proses Konsultasi[1]:

Tiga hal penting yang dilakukan dalam Konsultasi Sinodal adalah Mendengarkan, Berdiscerment dan Berpartisipasi, tentang apa yang sedang dikatakan Roh Kudus kepada Gereja;

  1. Mendenganrkan: «mendengarkan Allah, sehingga bersama-Nya kita bisa mendengar seruan umat-Nya; mendengarkan umat-Nya hingga kita menjadi selaras dengan kehendak ke mana Allah memanggil kita. Mendengarkan bersama-sama Sabda Allah dalam Kitab Suci dan Tradisi Gereja yang hidup, Mendengarkan satu sama lain, serta terutama mereka yang terpinggirkan, Memahami tanda-tanda zaman.
  2. Discermen: belajar dan berlatih seni disermen pribadi dan komunal. Kita mendengarkan satu sama lain, tradisi iman kita, dan tanda-tanda zaman untuk memahami apa yang sedang dikatakan Allah kepada kita semua. Disermen adalah suatu rahmat dari Allah, tetapi rahmat itu membutuhkan keterlibatan manusiawi kita dalam cara-cara sederhana: berdoa, merenungkan, memperhatikan disposisi batin seseorang, mendengarkan dan berbicara satu sama lain dengan cara yang autentik, bermakna, dan ramah
  3. Partisipasi Sebagai Jalan: Mendorong partisipasi membawa kita keluar dari diri kita sendiri untuk melibatkan orang-orang lain yang memiliki pandangan yang berbeda dari kita

Kedua, Cermin Konsultasi: Visi Gereja Sinodal: Komunio, Partisipasi Dan Misi[2]

  1. Persekutuan: Landasan Trinitas; keanekaragaman tetapi satu; kita semua yang dibaptis memiliki peran untuk dimainkan dalam memahami dan menghidupi panggilan Allah bagi umat-Nya.
  2. Partisipasi: Sebuah panggilan untuk keterlibatan semua orang yang menjadi anggota Umat Allah – umat awam, orang-orang hidup bakti dan para tertahbis – untuk terlibat dalam latihan mendengarkan satu sama lain secara mendalam dan penuh hormat ; semua umat beriman berkualitas dan dipanggil untuk saling melayani melalui karunia-karunia yang telah mereka terima masing-masing dari Roh Kudus. Dalam Gereja sinodal, seluruh komunitas, dalam keragaman yang bebas dan kaya dari para anggotanya, dipanggil untuk bersama-sama berdoa, mendengarkan, menganalisis, berdialog, menimbang-nimbang, dan memberikan nasihat dalam membuat keputusan-keputusan pastoral yang bersesuaian sedekat mungkin dengan kehendak Allah
  3. Misi: Gereja ada untuk mengevangelisasi. Kita tidak pernah bisa berpusat pada diri kita sendiri. Misi kitaadalah untuk memberi kesaksian tentang kasih Allah di tengah-tengah seluruh keluarga manusia . Gereja untuk memberikan kesaksian yang lebih baik tentang Injil, terutama kepada mereka yang hidup pada batas-batas pinggir spiritual, sosial, ekonomi, politik, geografis, dan eksistensial dunia kita.

Ketiga, Kepada Siapa Konsultasi Dilakukan: Semua Org Yang Dibaptis[3]

  1. Konsultasi, yang dikoordinasi oleh Uskup, ditujukan “kepada para imam, diakon dan umat beriman awam dari Gereja-Gereja [lokal] mereka, baik secara individual maupun bersama dalam perkumpulan-perkumpulan (gerakan-gerakan awam, perkumpulan-perkumpulan umat beriman, dan kelompok-kelompok gerejawi lainnya),
  2. Lembaga Hidup Bhakti” (EC, 7).
  3. Organ partisipatif Gereja-Gereja [lokal], terutama Dewan Imam dan Dewan Pastoral, yang darinya “Gereja Sinodal [dapat benar-benar] mulai berbentuk.”
  4. Badan-Badan Gerejawi lain
  5. Sungguh-sungguh sangat penting bahwa suara orang-orang miskin dan terkucil

Keempat, Metode Konsultasi[4]:

  • Umat untuk berkumpul, menanggapi berbagai pertanyaan/gambar/skenario pancingan (stimulus) secara bersama-sama, mendengarkan satu sama lain, dan memberikan umpan balik, gagasan, reaksi, dan saran individu maupun kelompok.
  • Jika keadaan (seperti pembatasan pandemi atau jarak fisik) membuat interaksi tatap muka sulit dilakukan, maka dimungkinkan untuk menggunakan grup-grup diskusi dalam jaringan (online) yang dimoderatori, kegiatan-kegiatan online yang dikelola sendiri, grup-grup obrolan, panggilan telepon, dan berbagai bentuk komunikasi sosial,
  • Kuesioner-kuesioner dengan menggunakan kertas dan online.
  • Materi-materi doa, renungan biblis, dan musik suci, serta karya seni, puisi, dan sebagainya, untuk menggerakkan refleksi dan dialog

Pelaksanaan Proses Dan Agenda Konsultasi:

Tujuan Umum: Mendengarkan, Berdiscermen Dan BerpartisipasI, sebagai seluruh Umat Allah, apa yang sedang dikatakan Roh Kudus kepada Gereja.

a). Pelaksanaan Sosialisasi oleh Tim Sinodal Keuskupan kepada para Imam: Dalam Pertemuan Imam Kevikepan, Studi bersama Dokumen Persiapan dan Vademecum di komunitas imam, Diakon, Frater, Lembaga Hidup Bhakti, Organ-Organ di Tingkat Kevikepan, dan Paroki. Sesudah membaca dokumen persiapan kita menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini[5]:

  1. Setelah membaca Dokumen Persiapan dan Vademecum dalam suasana penuh doa dan refleksi, pokok-pokok mana yang sangat menggerakkan atau menggugah kita? Mengapa?
  2. Di keuskupan kita, kelompok orang mana yang kita rasa perlu dijangkau dengan upaya-upaya khusus?
  3. Cara-cara efektif apa yang bisa ditempuh untuk mencapai kelompok-kelompok orang ini?
  4. Dalam sinodalitas, tingkat pengalaman, atau kesiapan dan keterampilan orang-orang sudah sampai di tahap mana? Sebelumnya, apa ada proses (kegiatan) yang relevan? Jika ada apakah itu?
  5. Struktur apa yang sekarang ada di Keuskupan dan dapat dimanfaatkan untuk memfasilitasi partisipasi? Apa yang perlu diperbaiki dari struktur ini agai menjadi lebih efektif untuk sinodalitas?
  6. Struktur dan proses baru atau kreatif apakah yang kira-kira kita dapat coba terapkan?
  7. Di konteks lokal kita, faktor-faktor penting apa saja yang akan mempengaruhi proses sinode kita? (Misalnya situasi pandemi yang parah, konflik politik, bencana alam, proses sinode yang baru saja dibuat di tingkat lokal)
  8. Dari pertanyaan-pertanyaan sinode, kita mau fokus pada aspek-aspek mana? Jika ada, mengapa? Dari pertobatan sinodal, kira-kira aspek-aspek mana yang harus dijalani Keuskupan seturut ajakan Roh Kudus?

b). Pelaksanaan sosialisasi kepada para imam: (Bulan Oktober-November)

  • Retret para imam,
  • Study dokumen vademecum dan dokumen persiapan ke imam, biarawan-biarawati, organ partisipatif, LHB.

c). Persiapan materi konsultasi: (Bulan Oktober – November)

  • Modul
  • Quesioner
  • Live streaming, zoom, dll
  • Poster-poster
  • Cetak doa adsumus sanctae spiritus

d). Pendistribusian (Desember 2021)

e). Pelaksanaan konsultasi (Desember 2021-Februari 2022)

f). Pengumpulan hasil konsultasi (Maret 2022)

g). Penyusunan Draft Sintesi (April 2022)

h). Penyerahan Sintesi Keuskupan kepada KWI (April 2022)

 

————————————–

[1] Dokumen Persiapan, 31; Vademecum, no. 2.2

[2] Vademecum, 1.4

[3]Dokumen Persiapan, 31; Vademecum, no. 2

[4] Vademecum, no. 3.1

[5] Dokumen Sinode 5: Discermen Perjalanan Sinode

Related Articles

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.