Saudara-saudari yang dikasihi Tuhan. Kita sedemikian berharga di hadapan Tuhan. Tuhan mengasihi kita dan selalu berupaya agar kita selamat. Ia tahu dengan baik siapa kita daripada kita sendiri mengenal diri kita. Yesus mengenal kita dengan baik, bagaimana pengenalan kita akan Yesus?
Injil hari ini mengawali kisahnya dengan menyampaikan pertanyaan Yesus kepada para muridNya: “Kata orang, siapakah Aku ini? Para murid menjawab: ada yang mengatakan Yohanes pembaptis, ada yang mengatakan Elia dan ada yang mengatakan salah seorang dari para Nabi.
Lalu dari kata orang, Yesus bertanya secara personal: menurut kamu, siapakah Aku ini? Pertanyaan Yesus ini ditujukkan juga kepada kita. Menurut saya, kamu, kita: siapakah Yesus itu? Yesus hari ini mau me-ngetest kita, menguji kita sejauh mana iman kita kepadaNya. Sejauh mana kita mengenal Yesus yang kita imani itu?
Kalau mau jujur kebanyakkan kita beriman kepada Yesus secara konseptual, dan bukan personal. Kata orang, kata buku-buku pelajaran agama, Katekismus Gereja Katolik, guru agama, katekis dan lain-lain adalah orang-orang atau barang-barang yang membantu kita mengenal siapa Yesus. Kita belum sampai pada pengenalan secara pribadi dan mendalam tentang Yesus itu. Pengenalan secara pribadi, artinya kita mengalami, merasakan dan mengimani kehadiran Yesus dalam diri kita. Yesus sudah menyatu dengan kehidupan kita. Hidup dan karya Yesus harus menjadi hidup dan karya kita. Maka tepatlah kita disebut orang Kristen, pengikut Kristus.
Saudara/I sudah lama kita dibaptis dan menjadi katolik; ada juga yang baru menjadi katolik; semua kita ditanya: menurut kamu siapakah aku ini?. Jawaban Petrus harus menjadi jawaban kita juga: Engkaulah mesias putera Allah yang hidup. Jawaban ini lahir dari suatu pengenalan secara pribadi dan mendalam.
Kalau kita sudah mengenal seseorang secara mendalam, sedikit banyak kita juga akan dengan mudah menerima orang tersebut. Menerima segala kelemahan, kekurangan, keterbatasan maupun juga kekuatan, kelebihan dan kecukupan yang dimilikinya. Jika kita sudah mengenal secara mendalam seseorang, biasanya kita berani untuk buat apa saja, memberi apa saja, menyerahkan apa saja.
Semua itu didasarkan pada kepercayaan, percaya pada orang tersebut. Seharusnya kepada Yesus juga demikian. Kepada para murid yang sudah lama bersama Yesus, ikut Yesus seharusnya mengenal dan menerima serta percaya kepadaNya. Seharusnya jalan Yesus harus menjadi jalan para murid. Tetapi kisah ini menceritakan lain kepada kita. Para murid punya pengenalan, gambaran, citra tentang Yesus lain dari yang diharapkan mereka.
Mereka mengharapkan Yesus sebagai orang yang berkuasa, raja yang datang untuk membebaskan mereka dari penguasa Romawi, raja yang akan membagi-bagikan kekuasaannya kepada mereka, ikut Yesus berarti akan aman, tenang, tentram, bahagia.
Ternyata pengenalan mereka keliru: Yesus yang mereka ikuti adalah Hamba yahwe yang menderita, Ia dipukul, dicambuk, dicabut jenggotNya tetapi ia tidak memberontak; Ia yakin Allah akan menolongNya (Bacaan pertama); Yesus yang mereka ikuti adalah mesias yang sengsara, menderita, wafat dan bangkit. Jalan Yesus adalah jalan salib. Tidak ada kebahagiaan kalau tidak diawali dengan perjuangan, pengorbanan. Tidak ada paskah kalau tidak diawali prapaskah.
Saudara/I yang dikasihi Tuhan. Pikiran kita bukanlah pikiran Allah, rancangan kita bukanlah rancangan Allah. Kita mau menghindar dari kesulitan dan derita, justru Tuhan membawa kita untuk bertarung dengan penderitaan.
Yesus hari ini mengatakan kepada kita: barangsiapa yang mau mengikuti Aku, dia harus menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti Aku. Menyangkal diri, artinya: menomorduakan keinginan pribadi, membongkar egoisme kita, harta kekayaan bukanlah jaminan hidup yang kekal. Memikul salib, artinya: mau berusaha, berjuang, mampu menerima kesulitan dan penderitaan sebagai jalan menuju kebahagiaan.
Mengikuti Yesus, mengikutinya secara personal. Keputusan pribadi dan merupakan keyakinan pribadi kita, bukan kata orang. Kelemahan kita di dalam mengikuti Yesus adalah kita mau menghindar dari kesulitan dan derita; kita mau lari dan buang jauh-jauh kesulitan, derita, sakit-penyakit. Jika kita bertindak demikian maka kita tidak realistis lagi, kita tidak hidup di dunia ini.
Yesus mengatakan: barangsiapa menyelamatkan nyawanya karena Aku, ia akan kehilangan, tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan Injil, ia akan menyelamatkannya. Hidup kita ini adalah rangkaian pengalaman suka-duka, susah-senang, bahagia-derita. Kita harus menghadapinya. Kita harus yakin, percaya pada Yesus yang kita imani. Yesus yang kita imani adalah Yesus yang juga mengalami penderitaan. Melalui penderitaan, Ia sampai pada kebahagiaan, keselamatan, kemuliaan. Kita sebagai pengikut-pengikutNya harus ikut jalan Yesus itu untuk sampai pada kebahagian, keselamatan dan kemuliaan. Mari kita belajar untuk setia ikut Yesus dengan suatu keyakinan bahwa Ia akan menolong kita, menyelamatkan kita.
Tujuan dari pertanyaan Yesus: siapakah aku ini? adalah supaya kita sampai pada beriman. Beriman itu artinya kita yakin pada siapa kita percaya. Namun iman saja tdk cukup; kita harus mewujudnyatakan iman itu dalam perbuatan konkret, Demikian kata Rasul Yakobus. Rasul Yakobus memberi contoh konkret: memberi makan/pakaian kepada yang membutuhkan. Kita dapat mengisinya dengan contoh sendiri. Selamat mempraktekkan iman kita, Tuhan memberkati . (***)
RD Wilfridus Jodi adalah Pastor Paroki St Fransiskus Asisi Kabil Batam