Pekan Biasa XII, Tahun C/II; Hari Raya Kelahiran St. Yohanes Pembaptis; Bacaan pertama, Yesaya 49: 1-6, Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa; Mazmur, 139: 1-3.13-15, Aku bersyukur kepada-Mu oleh karena misteri kejadiaanku; Bacaan Injil Lukas 1: 57-66.80, Namanya adalah Yohanes.
Meneladan St. Yohanes Pembaptis
Oleh: Bapak Fransiskus Andi Krishatmadi*)
Salam sejahtera saudaraku tercinta,
Dalam bacaan I (Yes. 49:1-6) dikisahkan Yesaya dipanggil dan diutus ke tengah pergumulan bangsanya yang tidak lagi setia pada Tuhan. Mereka terbukti lebih mengandalkan bangsa lain dibanding Tuhan. Itu sebabnya, Tuhan mengijinkan Israel ditawan dan dibuang ke Babel.
Yesaya diutus untuk “menyatakan keagungan” Tuhan (ay. 3), “mengembalikan komunitas Yakub kepada Tuhan” (ay. 5), artinya, melalui Yesaya Israel dipanggil untuk mengutamakan Tuhan sehingga restorasi (pembaruan) rohani akan berdampak pada tegaknya kembali “suku-suku Yakub” (ay.6) yang terserak dan terpecah akibat pembuangan di Babel. Dan Yesaya juga ditugaskan untuk “menjadi terang bagi bangsa-bangsa” (ay. 6).
Dalam bacaan II (Kis. 13:22-26) Paulus membandingkan antara Saul yang disingkirkan Allah dan Daud orang yang berkenan di hati Allah. Keturunan Daudlah yang akan melahirkan sang Juruselamat bagi seluruh dunia yaitu Yesus. Kedatangan Yesus akan didahului dengan kedatangan Yohanes pembaptis yang menyerukan kepada seluruh bangsa Israel, supaya mereka bertobat dan memberi diri dibaptis. Dan ketika Yohanes hampir selesai menunaikan tugasnya, ia berkata: ”Aku bukanlah Dia yang kamu sangka, tetapi Ia akan datang kemudian dari padaku. Membuka kasut dari kaki-Nya pun aku tidak layak.”
Dalam Bacaan Injil (Luk. 1:57-66.80) dikisahkan bagaimana kelahiran Yohanes Pembaptis yang disertai denga beberapa peristiwa yang membuat orang menjadi bertanya-tanya “menjadi apakah anak ini nanti, sebab tangan Tuhan menyertai-Nya.”
Bagaimana dengan kita? Hari ini, kita merayakan Hari Raya Kelahiran St. Yohanes Pembaptis. Peristiwa kelahiran Yohanes diwarnai dengan ketidakpercayaan Zakaria, bapaknya sehingga Allah membuat dia menjadi bisu. Rencana Allah, memang tidak dapat dimengerti oleh akal manusia kita yang terbatas.
Peristiwa ini mengajak kita, bagaimana kita semua harus memandang bahwa setiap pertemuan dengan sesama, semua hal yang kita lakukan dalam kehidupan kita sehari–hari, serta suka duka yang kita rasakan, sebenarnya sesuatu hal yang luar biasa. Contoh paling kecil saja, apakah kita dapat membayangkan kalau hari ini kita tidak lagi bernafas, tidak dapat lagi melangkahkan satu langkah saja kaki kita untuk berjalan?
Kehidupan yang kita rasakan saat ini sebenarnya anugerah terbesar dan karya Allah yang patut kita syukuri, dan ini benar–benar di luar kemampuan kita untuk memikirkannya.
Secara teori, kita dapat menerima hidup itu adalah karya Allah yang melampaui batas, tetapi jika kita boleh memandang setiap hal kecil dalam kehidupan kita sehari–hari, pikirkan kembali, siapa yang membuat semuanya menjadi sempurna? Dukacita hidup pun adalah anugerah yang harus kita syukuri. Ini di luar kemampuan kita untuk berpikir. Kehidupan yang tidak enak terkadang mengajak kita untuk melatih diri dan Yesus mau mendidik kita menjadi manusia yang tangguh dan tahan uji. Di balik realitas yang tidak meng-enak-kan itu juga kadang Allah mau mengajak kita untuk memalingkan pandangan kita kepada-Nya yang kadang kita lupakan saat keadaan benar–benar sesuai dengan hati kita.
Itulah karya Allah yang luar biasa! Sebagaimana Yesaya diutus Tuhan ke tengah bangsanya yang sedang jatuh sebagai bukti bahwa walau sedang dalam keadaan terpuruk karena kesalahan sendiri (berdosa), namun Allah tidak tinggal diam. Allah tetap berkarya. Demikian pula St. Yohanes Pembaptis yang kita kenal juga sebagai utusan Allah yang mempersiapkan jalan bagi Yesus yang akan datang dari surga, namun ditolak oleh orang yang merasa dirinya sudah benar dan justru diterima oleh mereka yang dipandang berdosa (bdk. Mat. 21:32).
Karena itu, Gereja Katolik mengajak kita semua, untuk belajar dari sosok Yohanes Pembaptis ini bahwa hidup dan mati kita berada sepenuhnya di tangan Allah, dan pada saatnya kita harus bertemu dengan Yesus. Jika St Yohanes Pembaptis mempersiapkan jalan bagi Yesus untuk kita mengenal-Nya, sudahkah kita sendiri mempersiapkan diri kita sendiri untuk bertemu dengan Yesus di Kerajaan Surga melalui setiap sikap, pikiran, perkataan, dan karya yang baik dan bijaksana sebagai suatu persembahan yang hidup dan pantas bagi Yesus?
Kita semua orang berdosa, dan Yesus rindu agar kita mau berbalik kepada Yesus. Bukan hanya itu, melalui Yohanes Pembaptis kita juga diajak untuk mempersiapkan jalan bagi Yesus untuk orang lain yang belum mengenal Yesus. Sikap dan perkataan kita harusnya mencerminkan pribadi Kristus yang penuh kasih, lembut namun juga mendidik.
Akhirmya, Gereja juga mengajak kita untuk mencontoh hidup doa dan matiraga Yohanes Pembaptis, seperti kita ketahui Yohanes pembaptis juga hidup sebagai pertapa di padang gurun. Sudahkah hidup kita menjadi suatu doa? Apakah kita mempersembahkan diri kepada Allah dalam pertemuan KBG / lingkungan, dalam Misa pada hari Minggu / Hari Raya? Semoga, Tuhan memberkati.***
*) Guru Agama Katolik mengajar di Seminari Menengah Mario Jhon Boen Pangkalpinang