Home KATEKESE Kardinal Suharyo: Rela Berbagi Kehidupan Bentuk Kemartiran Masa Kini

Kardinal Suharyo: Rela Berbagi Kehidupan Bentuk Kemartiran Masa Kini

by Stefanus Lopis

Tentu menjadi martir tidak selalu harus menumpahkan darah. Menjadi martir berarti rela berbagi kehidupan. [ Ignatius Kardinal Suharyo]

Kupang, Berkatnews.com– Uskup Agung Jakarta, Ignatius Kardinal Suharyo menjadi konselebran utama perayaan ekaristi akbar pembukaan Pesta Paduan Suara Gerejani (Pesparani) Katolik Nasional II Tahun 2022 di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, Jumat (28/10) sore.

Dalam homilinya Kardinal Suharyo menjelaskan tentang dinamika kehidupan para murid Yesus yang disebut berasal dari latar belakang dan karakter berbeda-beda.

“Dikisahkan Yesus memilih keduabelas rasul dari latar belakang pribadi yang sangat berbeda. Petrus adalah penjala ikan. Yudas anak Yakobus adalah petani. Matius tukang pajak yang sering dianggap warga negara yang tidak setia. Simon orang Selot adalah pejuang kemerdekaan. Yudas Iskariot, pribadi tidak seimbang sehingga akhirnya mengkhianati Yesus. Yakobus dan Yohanes, pribadi yang sangat emosional,” kata Kardinal Suharyo.

Para peserta Pesparani Nasional II di Kupang NTT saat Perayaan Ekaristi. (Foto: Screenshot YouTube HidupTV)

Menurut Kardinal Suharyo, dengan segala macam perbedaan para murid tersebut, nyatanya Yesus pun tidak berhasil membentuk para murid punya persaudaraan sejati, termasuk siap diutus mewartakan kebaikan Tuhan.

“Para murid terus bertengkar, siapa yang paling besar diantara mereka, dan semua murid lain bahkan lari saat Yesus ditangkap. Tapi ketika Yesus kemudian wafat dan bangkit, murid-murid dihimpun kembali untuk membangun kebersamaan, persaudaraan sejati,” ujar Kardinal yang juga profesor ini.

Kardinal Suharyo menjelaskan berangkat dari dinamika para murid tersebut, pesan yang bisa diambil adalah, untuk membangun persaudaraan sejati dibutuhkan martir.

“Saat Yesus jalani kemartiran, murid-murid yang tercerai-berai itu dipersatukan kembali. Tentu jadi martir tidak selalu harus menumpahkan darah. Menjadi martir berarti rela berbagi kehidupan,” imbuhnya.

Para biarawati bersama umat saat Perayaan Ekaristi.

Terkait perhelatan Pesparani II di Kupang yang saat ini sedang berlangsung, Kardinal Suharyo menyebut tidak akan terlaksana kalau tidak ada Lembaga Pembinaan dan Pengembangan PESPARANI Katolik Nasional (LP3KN), Pengembangan Pesta Paduan Suara Gerejani (PESPARANI) Katolik Daerah (LP3KD), kalau tidak ada panitia pusat maupun daerah, kalau tidak ada peserta yang rela berkorban.

“Pengorbanan-pengorbanan inilah yang dimaksudkan dengan kemartiran. Sangat konkret. Demikian juga Gereja tidak akan bersatu kalau tidak ada pribadi yang rela memberi diri untuk merawat dan mengembangkan kesatuan kita,” pungkas Kardinal Ignatius Suharyo. (SHL)

Related Articles

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.