Pernah ada peribahasa terkenal di Indonesia, berbunyi : “Agama timbul dari laut, mengalir dari gunung-gunung.” Peribahasa ini berlaku pada karya persemaian misi Gereja Katolik di Keuskupan Pangkalpinang, termasuk di Mentok. Di Mentok, selain misi masuk melalui laut, juga nama Paroki itu, Maria Pelindung Para Pelaut. Sesuatu yang unik.
Lantas, pada bagian pertama ini, kru berkatnews.com coba menguraikan, atau lebih tepatnya “mengintip” gambaran umum sejarah misi Gereja Katolik di Paroki yang dikomandani RD Paulus Kara alias Romo Polce itu.
Peletakan dasar misi Gereja Katolik di ujung barat Bangka ini, menyeruakan sisi linear nya dengan karya pendidikan. Buktinya, pendirian sekolah di Mentok, dapat dikategorikan terjadi bersamaan dengan pendirian misi Gereja Katolik. Catatan sejarah menunjukkan bahwa pendirian misi Gereja Katolik di Mentok berdasarkan suatu putusan mendadak Mgr Herkenrath. Waktu pertama kali menginjakkan kaki di pulau Bangka, pada tanggal 14 Agustus 1924. Tetapi secara resmi pembukaan stasi Mentok baru dilakukan pada tahun 1925.
Pastor yang pertama adalah pastor Meijer. Ia tiba di Mentok bersama 8 orang suster Pemelihara Ilahi. Pater Meijer dan beberapa suster itu tiba di Mentok tanggal 2 Oktober 1925. Mereka terus bergerak dan melayani, secara cepat. Sebab, selang bebebara hari saja, tepatnya tanggal 4 Oktober tahun itu juga, gedung susteran dan sekolah HCS Santa Maria diberkati oleh Prefek Apostolik.
Tanggal 3 November sekolah Santa Maria dibuka. Kecuali sekolah HCS juga dibuka sekolah taman kanak-kanak dengan 36 murid campuran, laki-laki dan perempuan. Jumlah murid sekolah taman kanak-kanak itu pada akhir tahun sudah meningkat menjadi 100 anak.
Tahun 1926 para Suster membuka asrama bagi anak-anak perempuan yang di kemudian hari namanya menjadi masyhur di seluruh pulau Bangka. Dalam tahun 1927 gedung sekolah diperluas. Asrama putri dibangun menjadi sebuah gedung bertingkat. Tahun 1927 itu juga suster membuka sekolah MULO, sebutan untuk Sekolah Menengah Pertama pada jaman Hindia Belanda. Tetapi sayangnya usaha baru itu, tidak bertahan lama.
Pater Meijer berangkat ke Ipoh (Malaka), dengan tugas belajar bahasa Cina di sana. Ia berangkat dari Mentok tanggal 1 Januari 1928. Pastor Meijir ini terhitung sebagai pastor Mentok yang pertama. Pastor Meijer juga dikenal sebagai pastor yang suka membangun gedung-gedung. Dia adalah seorang ahli yang cakap, begitulah yang tercatat dalam buku sejarah. Atas kerja kerasnya, umat ketika itu sulit melupakan nama Pastor Meijer.
Penggantinya adalah Pastor Van Soest, yang menentap di Mentok sampai tahun 1939. Tahun 1931 gedung susteran baru dibangun. Tahun 1931 itu juga biro arsitek insunyur Fermont Cuypers mulai membangun gereja Mentok yang tetap berdiri dan digunakan sampai sekarang. Batu pertama gereja tersebut diletakkan oleh Mgr Boumaq pada tanggal 14 Februari 1932, sedangkan pembangunan gereja selesai pada akhir tahun 1932.
Pada tahun 1934, murid sekolah Santa Maria berjumlah 220 orang, sedangkan asrama menampung 28 putri. Karena mendapat tugas lain di Belanda, pastor van Soest berangkat meninggalkan Mentok. Penggantinya Pater Bakker. Dalam tahun 1940 Pater Lahaye datang dan membantu Pater Bakker di Mentok.
Sekitar tahun 1940, ada harapan baik. Pasalnya, sekolah Santa Maria akan menerima subsidi pemerintah. Subsidi itu sebenarnya sudah dijanjikan akan diberikan kepada sekolah Santa Maria di Mentok, tetapi akhirnya tidak diberikan. Kejadian ini, disebut sebagai peristiwa yang mengecewakan bagi misi Bangka, ketika itu.
Tanggal 8 Desember 1941 Jepang menyerang Pearl Harbour. Hindia Belanda menyatakan perang kepada Jepang. Ancaman tentara Jepang makin hari makin mendekat. Kota Mentok, terutama daerah pelabuhannya, dibom pesawat-pesawat Jepang. Pater Lahaye ditunjuk Mgr Bouma menjadi imam tentara dan meninggalkan Mentok. Penggantinya, sebagai pastor Mentok adalah pater van der Knaap, yang tiba di Mentok pada tangga 10 Februari 1942.
Lima hari kemudian, yaitu tanggal 15 Februari, tentara Jepang mendarat di Mentok. Hari itu juga dua orang Pater yang tinggal di Mentok ditangkap dan dimasukan ke kamp-tahanan. Suster-susrer sebelumnya sudah meninggalkan Mentok. Mereka atas perintah komandan tentara Hindia Belanda (KNIL), bersama-sama dengan para wanita dan anak-anak Belanda lainnya, mengungsi ke tanah Jawa pada tanggal 7 Februari 1942.
Di Muntok, sekolah Eropa berlokasi di bagian utara gedung kolonial yaitu di komplek sebelah Barat yang dibangun tahun 1856 sebagai rumah sakit militer dan kantor Belanda. Jumlah pelajar Eropa sebelum tahun 1900 itu sangat sedikit. Lagi pula pemerintah Hindia Belanda saat itu tidak memikirkan pentingnya pendidikan yang lebih besar.
Sehubungan dengan meningkatnya jumlah keluarga Eropa pada tahun 1919 sampai 1920, pemerintah Belanda membuka sekolah pemerintah dengan nama Europeesche Lagere Openbare School yang kala itu didirikan hanya menggunakan batu bata.
Sekolah ini dikelilingi halaman terbuka termasuk gedung khusus guru, ruang bermain, serta gedung pelayanan. Berdasarkan laporan kolonial Belanda tahun 1923, ada 4 guru Eropa dan 146 anak yang waktu itu sekolah di sekolah yang didirikan pemerintahan Belanda ini. Tetapi pada tahun 1928, jumlah mereka semakin menurun dengan hanya 3 guru dan 60 murid.
Kemungkinan ini dikarenakan murid-murid Eropa lebih suka masuk ke sekolah swasta khususnya sekolah Santa Maria yang waktu itu kualitasnya lebih baik dari sekolah pemerintah Belanda, atau sekolah Eropa.
Sekolah Santa Maria yang waktu itu letaknya tidak berjauhan dari sekolah Eropa tepatnya di bagian utara pemukiman Belanda mulai dijalankan oleh para Misionaris Belanda. Disiplin ketat yang diterapkan para pastor Belanda bisa dilihat di mana hasilnya lebih baik dari sekolah umum yang diselenggarakan pemerintah Belanda.
Tahun 1928, sekolah Santa Maria memiliki 4 guru dan 125 murid terdiri dari orang Eropa, orang pribumi dan orang-orang China. Menjelang tahun 1933, ada enam sekolahan di Muntok yakni sekolah negeri Belanda, sekolah negeri Belanda-China, sekolah katolik Santa Maria, sekolah swasta Arab, sekolah inlenders, dan sekolah China swasta. Dari keenam sekolah tersebut, yang masih tetap bertahan hingga saat ini adalah SD Santa Maria.
Kehadiran sekolah-sekolah di Mentok dalam perkembangan tidak saja menampung murid beragama katolik, tapi juga murid-murid dari semua agama dan golongan. Pembauran siswa kala itu sangat baik. Tidak ada perbedaan Cina-Melayu, semua sama. Masyarakat juga melihat sekolah Santa Maria ini bagus dan sangat dipercaya untuk pendidikan anak-anak mereka. Pembauran siswa kala itu sangat baik.
Saat makin banyak bermunculan sekolah-sekolah baru di Muntok, eksistensi sekolah Santa Maria memang makin diuji. Di sini peran guru dan pegawai dituntut lebih kreatif menciptakan iklim pendidikan yang berbobot dan berkarakter. Inilah perkembangan sekolah katolik di Mentok yang perlu dipelajari kembali. (***/dari berbagai sumber)
Penulis : Stefan Kelen Pr