Pekan Biasa ke III
Bacaan Pertama: 2 Timotius 1:1-8, “Aku teringat akan imanmu yang tulus ikhlas.”Mazmur Tanggapan: Mzm 96:1-2a.2b-3.7-8.9-10a.c; Aku wartakan karya agung-Mu, Tuhan, karya agung-Mu karya keselamatan; Bacaan Injil Markus 4:1-20, “Seorang penabur keluar untuk menabur.”
Menjadi Tanah yang Subur
Oleh: RD. Fransiskus Paskalis *)
Sanak keluarga yang terkasih….
Di hari Rabu, dalam pekan biasa ke tiga, Injil mengisahkan kepada kita semua dalam bacaan harian, Yesus yang sedang dikerumuni oleh banyak orang untuk mendengarkan Dia. Sabda-Nya yang penuh wibawa membuat para pengikut-Nya untuk berbondong-bondong mendengarkan Dia. Bahkan kerumunan orang banyak itu, pada akhirnya membuat Yesus harus menjadikan perahu sebagai mimbar terapung untuk menyampaikan ajaran-Nya.
Yesus mengangkat kisah tentang penabur, (kemunginan besar pada waktu itu sedang musim menabur) untuk menyampaikan warta tentang Kerajaan Allah. Penabur yang dikisahkan oleh Yesus, harus berhadapan dengan kondisi tanah yang berbeda-beda, kendati benih yang telah disiapkan adalah benih terbaik. Oleh sebab itu, ia harus menerima kenyataan bahwa semua benih yang telah disiapkan itu, tidak semua akan menghasilkan buah yang baik.
Di tengah kondisi alam yang dihadapi oleh penabur, ada setitik harapan yang justru membuat raut wjah penabur menjadi gembira. Itulah benih yang jatuh di tanah yang baik. Yesus menggambar bahwa benih yang jatuh di tanah yang baik itu, mengahsilkan buah yang berlimpah-limpah: tiga puluh kali lipat, enam puluh kali lipat dan serratus kali lipat. Tampaknya, hasil yang tak terbilang banyaknya ini, cukup menghibur hati penabur itu, sehingga kesedihan akibat benih yang tidak menghasilkan terbayar secara tuntas dengan benih yang menghasilkan.
Jelas dikatakan oleh Yesus; Penabur adalah Diri-Nya, benih adalah Sabda Allah, jenis tanah melambangkan kondisi hati pendengar Sabda Allah (dengan berbagai karakter), sementara burung-burung, semak berduri, batu-batu adalah gambaran kuasa-kuasa kejahatan yang selalu mengahalangi tegaknya Kerajaan Allah.
Di dalam kondisi ini, kita diuji. Dengan jujur, kita harus mengakui bahwa terkadang, hati kita seperti benih yang jatuh di pinggir jalan, atau juga seperti benih yang jatuh di batu-batu. Sabda Allah yang telah kita dengar justru tidak menghasilkan apa-apa, yang seharusnya Sabda itu menjadi suluh yang merangi jalan hidup kita. Sabda Allah sudah selayaknya menjadi cahaya yang menolong kita untuk semakin dekat dengan Tuhan, justru kita abaikan. Orientasi hidup dunia, telah membuat mata hati kita tertutup untuk rencana keselamatan Allah.
Tanpa kita pungkiri, Sabda Allah juga telah berbuah dalam hati beberapa orang. Kualitas iman dan hidup mereka menunjukkan, betapa Sabda itu tertanam dan berbuah dalam hati mereka. Perilaku hidup mereka mencerminkan bahwa Kristus dan Sabda-Nya berdiam dalam mereka.
Oleh sebab itu, marilah kita memperbaharui diri kita. Mari kita jadikan hati kita sebagai ladang yang subur untuk Sabda Allah, agar Sabda Allah dapat mengubah hidup kita menjadi lebih baik. Amin….
*). Imam Keuskupan Pangkalpinang, Pastor Paroki Paroki Regina Pacis Tanjungpandan Belitung