Pekan XXII Tahun C/II; Bacaan: 1Kor. 4: 1-5, Tuhan akan memperlihatkan apa yang direncanakan dalam hati; Mazmur 37: 3-6. 27-28. 39-40, Orang-orang benar akan diselamatkan oleh Tuhan; Bacaan Injil Luk. 5: 33 – 39, Apabila mempelai diambil, barulah sahabat-sahabat mempelai akan berpuasa.
Puasa Para Murid Yesus: Waktu, Cara, dan Tujuannya
RD. Marcel Gabriel *)
Para Pembaca BERKAT News yang terkasih: Shalom!
Selamat datang ke dalam hari kedua Bulan Kitab Suci Nasional (BKSN) Tahun 2022. Bacaan-bacaan Firman Tuhan hari ini menghadirkan Rasul Paulus yang menegaskan kepada Jemaat di Korintus tentang bagaimana dia menghayati hubungannya dengan Allah.
Selain itu, Pemazmur juga hadir dengan menegaskan, bahwa orang-orang benar akan diselamatkan oleh Tuhan. Dalam Injil Yesus menegaskan tentang bagaimana para murid-Nya harus berpuasa: apa maknanya, kapan waktunya, dan bagaimana caranya?
Terkait dengan Sang Mempelai Laki-laki
Puasa para murid Yesus di dalam jawaban-Nya kepada orang-orang Farisi dan para ahli Taurat menempatkan puasa itu secara relasional, khusunya relasi dengan diri-Nya sebagai “Mempelai Laki-laki.” Kata-Nya kepada orang-orang yang menanyakan puasa para murid-Nya, “Dapatkah sahabat mempelai laki-laki disuruh berpuasa, sedang mempelai itu bersama mereka? Tetapi akan datang waktunya, apabila mempelai itu diambil dari mereka, pada waktu itulah mereka akan berpuasa”, (Luk. 4:34-35).
Mengacu pada kedua perikop Injil Lukas tersebut di atas, saat untuk puasa bagi para murid Yesus adalah saat di mana mempelai itu diambil dari mereka.
Jadi, puasa dalam konteks ini berbeda dengan puasa yang liturgical, atau yang terkait dengan Masa-masa Liturgi Gereja. “Saat memepelai itu diambil” merujuk kepada saat Tuhan kita Yesus Kristus menyerahkan diri untuk menderita di salib hingga wafat dan kebangkitan-Nya.
Terkait dengan dosa melawan Allah dari pihak manusia
Pemberian di Yesus kepada Bapa, yang nampak dalam wujud “diambil-Nya Dia dari antara para murid untuk kemudian dihukum mati di Salib,” mempunyai satu tujuan yaitu menebus manusia dari dosa-dosa mereka, supaya dapat kembali hidup dalam relasi yang baik dengan Tuhan Allah.
Jadi, dapat dikatakan bahwa puasa para murid Yesus, terkait terutama dengan saat di mana di sisi manusia ada dosa dan di sisi Allah ada hukuman atas dosa, yang dikenakan kepada Yesus, Sang Mempelai Laki-laki, yang demi menyelamatkan umat manusia, hari di mana Dia merelakan diri-Nya untuk “diambil dari para murid-Nya, menjalani Jalan salib-Nya hingga wafat dan kemudian bangkit.”
Karena itu, puasa para murid Yesus, khususnya puasa yang relasional dalam konteks Lukas 5: 33-39 ini, waktunya adalah kapan saja saatnya. Jelasnya, bahwa setiap kali, ketika para murid-Nya jatuh ke dalam dosa melawan Allah dan kehendak-Nya, setiap kali itulah mereka menyebabkan “Yesus Kristus, Sang Mempelai itu: diambil dari tengah-tengah mereka untuk menjalani hukuman guna menebus mereka.
Dari sisi para murid Yesus, ketika menyadari akibat-akibat dosa mereka, yang memutuskan hubungan dengan Allah, dan yang menyebabkan “hadirat Allah” diambil dari tengah-tengah mereka, di situlah saatnya mereka berpuasa.
Mengembalikan ‘hadirat Sang Mempelai’ yang telah diambil
Puasa relasional ini, tujuannya adalah untuk “memulihkan kembali kehadiran Allah yang dihilangkan oleh karena dosa dan pelanggaran manusia”. Jelasnya adalah bahwa ketika manusia berdosa, maka “hadirat Allah (Mempelai Laki-laki!)” diambil atau hilang dari kehidupan para murid-Nya (umat manusia!).
Tindakan puasa, yang dilakukan oleh para murid, dimaksudkan untuk mengembalikan hadirat Allah (Mempelai Laki-laki) yang hilang karena adanya dosa tadi, kepada kehidupan para murid-Nya.
Cara puasa seperti inilah yang digambarkan Yesus sebagai “anggur baru yang harus disimpan dalam kantong kulit yang baru”, (Luk. 5:38). Salah satu contoh yang juga ditampilkan dalam Bacaan Firman Tuhan hari ini datang dari Paulus dalam suratnya kepada Jemaat di Korintus.
Paulus yang menerima tugas-panggilan dan identitas di dalam Yesus, sebagai “pengurus rahasia Allah,” berjuang sedemikian rupa supaya “Sang Mempelai itu tidak diambil dari padanya,” dan dengan itu Paulus berusaha supaya menjadi orang yang “dapat dipercaya” dan “tidak mudah menghakimi orang lain”, (1Kor. 4: 1-2. 5).
Semoga Rasul Santo Paulus mendoakan kita, agar kitapun mampu mengatur hidup dan tingkah-laku kita sedemikian rupa, sehingga tidak kehilangan “hadirat Sang Mempelai Laki-laki itu dari diri kita,” Amin! ***