Bacaan 1,Rm. 2: 1-11; Mzm. 62:2-3.6-7.9; Bacaan Injil Lukas 11: 42-46.Allah membalas setiap orang menurut perbuatannya. Perbuatan adalah hasil kedekatan intim dengan Allah. Karena itu, perbuatan diungkapkan dengan seturut kedekatan dengan Allah. Yesus mengecam kaum Farisi dan ahli Taurat, karena perbuatan mereka tidak mencerminkan kedekatan dengan Yesus, namun sesuai dengan keinginan hati mereka.
Buah Perbuatan, Orang Merasakan Sukacita
Oleh: Alfons Liwun
Dalam sehari-hari, perbuatan seseorang langsung dialami oleh orang lain. Dari perbuatan itu, orang lain akan melihat, apa tujuan dan apa dampak suatu perbuatan itu untuk seseorang.
Dalam kacamata iman, perbuatan mencerminkan kedalaman hati seseorang, sebagai buah dari relasi akrab dengan Allah. Dalam Bacaan pertama, Rasul Paulus, menyebut perbuatan menghakimi. Perbuatan menghakimi memiliki dampak bahwa seseorang tidak bebas dari kesalahan. Artinya bahwa melakukan perbuatan dengan orang lain tidak merasa sukacita, maka perbuatan itu mencerminkan suatu perilaku yang sebenarnya tidak menjamin bahwa ia bebas dari kesalahan. Kesalahan tanpa sadar pada saat tertentu akan dilakukan seseorang.
Penginjil Lukas menyebut perbuatan yang tidak mencerminkan kedalaman hati kaum Farisi dan ahli Taurat dalam menghayati iman keagamaannya. Akibat perbuatan menghakimi orang lain, Yesus dalam teks Lukas tidak segan-segan bernada tegas dank eras, menyebut kalimat “Celakalah…”. Yesus memang merasa layak menyebut kalimat “Celakalah…” kepada kaum Farisi dan ahli Taurat, karena beberapa hal berikut ini.
Pertama, hal prioritas tidak dikedepankan kaum Farisi. Justru mereka memandang hal-hal yang remehteme. Aturan-aturan diprioritaskan sementara kedalaman hati dalam hubungan dengan Allah, ditingkat terakhir. Mungkin juga tidak sama sekali dalam pikiran mereka. Disinilah, kegagalan kaum Farisi membuat pilihan: mana yang diprioritas dan mana yang tidak.
Kedua, gemuruh perilaku kaum Farisi yang congkak hati dan tinggi hati, dengan cara mau mencari kedudukan yang terhormat. Padahal, di mata Yesus, hukum utama dan pertama, bagi semua orang. Pilihan kaum Farisi dengan berbuat demikian, justru merendahkan martabat orang lain. Sementara cara menunjukkan perilaku demikian, kaum Farisi justru bersikap pura-pura.
Ketiga, mentaati peraturan itu baik, sejauh peraturan itu membawa dampak keadilan dan pemerataan bagi semua orang. Aturan hanya untuk orang kecil dan orang yang di atasnya tidak kena aturan, itu halnya dengan ketidakadilan. Disinilah, Yesus tak segan-segan menegur ahli Taurat dengan keras dan tegas. Padahal, Kitab Suci, kitab yang membawa keselamatan bagi siapapun.
Bagi kita saat ini, Yesus pun akan menegur dengan keras dan tegas bagi kita, ketika kita sendiri memandang rendah sesama dalam kehidupan kita. Entah dengan cara berpikir atau dengan cara perilaku kita. Hukum Tuhan, sama untuk semua orang. Keadilan Tuhan merata juga untuk siapapun.
Kecongkak hati dan tinggi hati, perilaku yang menodai citra Allah. Rasa hormat dan menghargai satu sama lain, itulah wujudnyata kedalaman hati ketika relasi kita dengan Allah terus dijalankan. Buah perbuatan kita semestinya membawa kabar sukacita bagi sesama, itulah cara kita berkarya dalam Tuhan sebagai umat beriman pada-Nya. Amin. Salam Komunio! ***