Bacaan pertama, 2Raja-raja17: 5-8.13-15a.18, Tuhan menjauhkan Israel dari hadapan-Nya, dan tidak ada yang tinggal kecuali suku Yehuda saja; Mazmur, 60: 3-5.12-13, Selamatkanlah kami dengan tangan kanan-Mu, ya Tuhan, dan jawablah kami; Bacaan Injil Matius 7: 1-5, Keluarkanlah dahulu balok dari matamu sendiri.
Allah Kita Adalah Bijaksana
Kitab dua Raja-raja mengisahkan bahwa Israel dibuang ke Asyur, di tepi Sungai Habor, yaitu sungai negeri Gozan dan kota-kota orang Madai. Mereka dibuang karena mereka telah berdosa, tidak patuh pada perintah dan ketetapan Allah. Mereka telah membuang peraturan-peraturan Allah. Padahal peraturan-peraturan itu telah ditetapkan oleh Allah melalui nenek moyang mereka. Ketidaktaatan dan ketidakpatuhan Israel berkali-kali diingatkan Allah, namun Israel tetap menolaknya. Penolakan Israel atas perintah dan ketetapan Allah, berdampak fatal yaitu hidup di negeri orang. Hanya orang Yehuda yang tidak.
Dari kisah dua raja-raja itu, ada dua kata kunci yaitu tidak mau mendengarkan dan tegar hati. Tidak mau mendengarkan berarti bahwa Israel percaya lagi kepada Allah yang telah membebaskan mereka dari Mesir. Mereka justru lebih mendengarkan diri sendiri. Mereka bersifat egoisme. Seakan tanpa Allah mereka sendiri bisa melakukan apa saja. Tidak mau mendengarkan berarti sikap egoisme meraja dalam hati mereka. Dampaknya adalah hati mereka tertutup oleh Firman Allah. Mereka bersikap tegar tengkuk, keras kepala, lebih mengutamakan diri dan keluarga.
Dalam bacaan Injil, Matius melukiskan tentang Kotbah Yesus di Bukit. Kotbah di Bukit, Yesus memberikan nasihat ini. “Jangan menghakim, supaya kalian tidak dihakimi…” Nasihat Yesus ini sekurang-kurangnya memiliki dua makna ini.
Pertama, Secara tegas Yesus meminta kepada para pendengar-Nya, supaya tidak menghakimi orang lain. Karena tindakan menghakimi orang lain merupakan tindakan yang membedakan, tindakan mengecam orang lain. Tindakan membedakan atau tindakan mengecam orang lain, cenderung memakai ukuran dari diri sendiri. Memakai ukuran diri sendiri sama artinya bahwa melegalkan peraturan-ketetapan sendiri. Muncul egoisme diri. Karena belum tentu ukuran yang dipakai untuk membedakan dan mengecam orang lain dikehendaki oleh Allah dan sesama.
Kedua, dalam tindakan menghakimi orang lain, selain ukuran yang diukurkan kepada orang lain berasal dari diri sendiri, namun cara yang dilakukan menghakimi orang lain, secara tidak langsung, mengambil peran penilaian Allah. Padahal cara Allah menilai atas kebenaran atau kesalahan, jauh berbeda dengan cara penilaian manusia. Disinilah, Allah mengingatkan setiap kita. Jangan menghakimi, supaya kita sendiri tidak dihakimi oleh Allah.
Bagaimana dengan kita? Kitab dua raja-raja memberikan nasihat yang cukup untuk kita. Taat dan patuh pada ketetapan dan perintah Tuhan. Bagaimana caranya? Caranya ialah mengdengarkan Sabda Tuhan. Membaca dan mendengarkan Sabda dalam Kitab Suci, membaca renungan-renungan rohani dari berbagai buku rohani. Membaca buku santo-santa, orang kudus dan perjalanan rohani hidup mereka. Dan yang paling kontekstual ialah membaca, merenungkan, dan mendengarkan ajaran-ajaran Gereja termasuk nasihat-nasihat pembimbing rohani.
Tidak cukup dengan itu, tetapi harus dijalankan dalam kehidupan sehari-hari dalam hidup bersama orang lain dari setiap Firman Allah. Berbuat baik kepada sesama, menghargai orang lain siapapun dia, menghargai lingkungan hidup, dll. Inilah cara hidup mempraktekan apa yang diterima dari Tuhan dalam hidup bersama dengan orang lain, tanpa menghakimi, membedakan, dan mengecam. Amin. Semoga Tuhan memberkati kita semua! ***