Bacaan 1, Yesaya 2: 1-5, Tuhan menghimpun semua bangsa dalam kerajaan damai abadi Allah; Mzm. 122: 1-2.3-4a.4b-5.6-7.8-9, Aku bersukacita, ketika orang berkata kepadaku, “Mari kita pergi ke rumah Tuhan”; Bacaan Injil Matius 8: 5-11, Banyak orang akan datang dari timur dan barat masuk Kerajaan Surga.
“Tuan, aku tidak layak menerima Tuan
didalam rumahku”
Oleh: Alfons Liwun
Kerinduan untuk berjumpa dengan Tuhan, adalah sebuah tulisan yang terpatri dalam hati semua orang beriman sejak awal mula diciptakan. Tulisan itu ada didalam hati manusia. Tulisan itu akan disadari, jika manusia beriman itu, tahu dan paham akan eksistensi dirinya: dari mana ia ada, di mana posisinya sekarang, ke mana ia akan pergi, dan bagaimana ia akan pergi”. Kalau ini sungguh dipahami dengan rendah hati dan tulus, manusia akan pahami juga akan kehadirannya, yang tak terpisahkan dari sesamanya, dunia tempat ia berada, dan seluruh proyeksi perencanaan akan hidupnya.
Yesaya dalam bacaan pertama, mengedepankan sebuah ajakan. Ajakan Yesaya ditujukan kepada orang-orang Yehuda, yang memiliki kerinduan untuk pergi ke gunung sion dan bertemu di Yerusalem. Secara eksplisit, ajakan Yesaya ini ketika Yesaya berada di tempat pembuangan, Babel. Ajakan Yesaya untuk orang-orang tawanan Yehuda untuk berjuang kembali kepada gunung sion, Kota Yerusalem, Kota Allah.
Membaca ajakan Yesaya, rupanya tidak hanya sebatas verbal saja sebagai seorang nabi, utusan Allah. Ajakan Yesaya rasanya, membongkar kerinduan diri seorang beriman untuk kembali berjumpa dengan Allah, apapun kondisi dan risiko yang sedang dihadapi seseorang. Dan rinduan itu perlu diwujudkan dengan cara yang manusiawi dan tetap berpegang pada tulisan Allah dalam hatinya. Cara manusiawi ialah membangun komunikasi kapan dan dimana pun kerinduan manusia itu memotivasi diri seseorang.
Membaca peta jalan hati ajak Yesaya ini, rasanya sampai juga pada kerinduan seorang perwira untuk kesembuhan anaknya dalam bacaan Injil, kisah Matius hari ini (8:5-11). Seorang perwira datang berlutut dihadapan Yesus dan mengungkapkan kerinduan eksistensinya, supaya anaknya di rumah sembuh. Bahkan dengan rendah hati, ia mengungkapkan kepada Yesus, bahwa ia tidak layak menerima Yesus di rumahnya, karena itu biarlah Yesus saja yang bersabda.
Ungkapan seorang perwira demikian kepada Yesus, bisa dibayangkan, bagaimana kesibukkan seorang perwira dan tugasnya yang siap sedia dijalankan. Mungkin dia seorang perwira bawahan, yang patuh dan setia. Yang belum ada kepalsuan yang ada didalamnya, sehingga Yesus menangkap apa yang diucapkannya sebagai seorang perwira yang beriman, yang penuh berpengharapan akan kasih setia Yesus.
Sharing seorang perwira kepada Yesus, tentu bernilai. Sebab, sharingnya mengungkapkan ketulusan, kerinduan yang mendalam akan keselamatan anaknya. Gambaran keselamatan khususnya untuk anaknya, setidaknya setara dengan ajakan Yesaya untuk orang-orang Yehuda, pergi ke gunung sion, ke Kota Yerusalem, disana akan mendengarkan pengajaran Allah. Mendengarkan pengajaran Allah, jalan untuk mencapai keselamatan.
Kita pun memiliki kerinduan yang sama seperti Yesaya dan orang-orang Yehuda, seperti seorang perwira dan anaknya. Kerinduan akan keselamatan dalam Tuhan, ada jauh didasar hati setiap manusia beriman. Dan kerinduan ini melekat dan menjadi pemotivasi bagi seseorang. Kerinduan yang ada didalam hati manusia, selalu mendorong, memotivasi, mengarahkan kita, asal kita selalu memberi ruang untuk mendengarkan, menemukan cara, dan memahami maksudnya. Di dalam kerinduan ini, Roh Kudus ada dan menghidupkan semangat yang mengarah kepada Allah. Yesus memberkati kita semua. Amin. ***