By: RD. Zakarias Ujan, Pastor Keuskupan Pangkalpinang
Pesta Saliba Suci, Selasa 14 September 2021
Salib Kristus adalah identitas Kristiani. Pada Salib tersingkap penderitaan dan kematian. Tidak hanya itu, tetapi juga kebangkitan dan kehidupan. Salib adalah tanda kemenangan iman dalam Kasih yang memperteguh pengharapan Kristiani akan keselamatan.
Adalah kisah kuno tentang ular Tembaga. Diberdirikan di kenisah Yerusalem dan dihancurkan pada zaman Hizkia karena adanya ibadah yang berkembang di sekitarnya (2 Raj 18:4) dan dikarenakan oleh kemampuannya membiakan diri. Ular tembaga menjadi lambang kehidupan dan kesuburan di zaman kuno.
Dewasa ini, kisah disusun dengan pola “pemberontakan-hukuman-pengantaraan-pengampunan”. Pola kisah ini sering digunakan. Kemudian, dikisahkan tentang umat yang memberontak. Umat ini tergolong generasi baru dan dekat dengan Tanah Terjanji. Mereka banyak mengeluh, kehilangan kesabaran kepada Allah dan Musa. Keluhan mereka tentang makanan dan minuman dan kerinduan kembali ke Mesir.
Jawaban yang diberikan Allah berupa hukuman, dengan mengirimkan ular-ular. Sejumlah besar umat mati karena dipagut ular. Dalam masalah ini, mereka berpaling dan bertobat kepada Allah; memohon pengantaraan Musa untuk berdoa bagi mereka agar ular-ular tersebut dilenyapkan Allah.
Sesuai dengan perintah Allah, Musa membuat ular tembaga. Ular tembaga dipancangkan pada tiang dan semua yang melihatnya menjadi sembuh. Penyembuhan dari gigitan ular berhubungan dengan ketaatan dan kepercayaan. Ironisnya, penyembuhan datang dari penghukuman.
Karena itu, dapat dilihat madah pujian tentang Salib yang digarisbawahi Paulus dalam suratnya kepada jemaat di Filipi. Dengan lebih awal, Paulus mengatakan bahwa Salib merupakan lambang kemuliaan.
Yang ditekankan Paulus adalah bahwa Yesus menolak dosa Adam. Yesus mengosongkan diri. Kedudukan tinggi diabaikan-Nya. Yesus mengingkari diri. Dia menerima rupa seorang hamba. Dia merendahkan diri dan dalam ketaatan pada Allah Yesus mengalami kematian di “kayu salib”. Tambahan yang diingatkan Paulus yakni “dimensi keteladanan” Yesus bagi Jemaat Filipi yang punya tugas panggilan dan pada gilirannya mereka menjadi saksi Injil. Dengan merendahkan diri-Nya, melalui Salib, Yesus ditinggikan dan dimuliakan. Demikian warta suci bagi jemaat Filipi.
Menurut perspektif Teologi Yohanes, ular yang ditinggikan di padang gurun menunjuk pada ular tembaga yang ditinggikan pada tiang tembaga oleh Musa menjadi sumber keselamatan. Anak Manusia harus ditinggikan dan pernyataan ini akan sering diulangi.
Teologi peninggian-penyaliban dijelaskan sepanjang refleksi tentang salib. Ada keyakinan adanya kasih Allah. Hal ini menjadi prinsip dinamis bagi keselamatan dunia. Allah kita digerakan oleh kasih dan Dialah Kasih lalu memberikan Anak-Nya kepada dunia untuk menyelamatkannya. Dunia dalam artian seluruh ciptaan dan khususnya manusia menjadi obyek kasih Allah yang menyelamatkan. Dan itu terletak pada kesiapan manusia untuk dibaharui dan diselamatkan. Di balik salib Kristus ada kasih yang menyelamatkan. (Rd. Zakarias Ujan)