Oleh RD Hans Jeharut
Manusia adalah makhluk yang terus mencari. Pertanyaan yang sering diajukan sejak seorang masih kanak-kanak adalah “apa cita-citamu?”
Saya ingat ketika masih di Sekolah Menengah Pertama teman-teman sekelas berinisiatif menyebarkan Buku Diary di antara rekan sekelas. Masing-masing menempel foto dan mengisi data dirinya. Termasuk cita-cita dan motto atau semboyan hidup. Cita-citanya sangat beragam khas remaja. Menarik dan menggemaskan juga kalau bertanya pada anak-anak kecil apa cita-cita mereka. Ponakan saya pernah dengan begitu mantap menyebut “pemadam kebakaran’ ketika ditanya mau jadi apa ketika besar nanti. Kemudian cita-citanya berubah lagi. Pernah ingin jadi pastor. Belakangan ini mau jadi “dokter jantung’. Alasannya, tiap kali dia melakukan gerakan yang membahayakan ketika bermain dan ketahuan mamanya, mamanya sering berucap ‘dede bikin mama jantungan!”. Mau jadi dokter jantung supaya mamanya tidak jantungan.
Bacaan Injil Minggu ini – Minggu Biasa XXVII tahun B – mengajak kita berkaca pada seorang yang datang kepada Yesus, berlari-lari dan berlutut di hadapan Yesus , dan bertanya, “ Guru yang baik, apa yang harus kuperbuat untuk memperoleh hidup yang kekal?”
Orang ini sepertinya seorang yang serius mencari. Ia berlari-lari, bukan berjalan apalagi mengendap-endap. Gambaran keseriusan untuk segera berjumpa dengan Yesus. Ketika sudah mendekat ia berlutut. Sikap taat dan merendahkan diri di hadapan Tuhan. Dari bahasa tubuhnya ia serius. Pertanyaannya pun bukan kaleng-kaleng. Ia ingin memperoleh hidup yang kekal.
Yesus menanggapi pertanyaan ini dengan mengajukan pertanyaan, “Mengapa kaukatakan Aku baik? Tak seorang pun yang baik selain Allah! Lalu Yesus menyampaikan apa yang tentu diketahui orang yang bertanya ini : beberapa poin dari dekalog (sepuluh perintah Allah). Menariknya bagian perintah Allah yang dikutip Yesus adalah perintah-perintah yang menyangkut relasi antar manusia.
Dan hebatnya orang ini pun sudah melakukan semua yang diperintahkan itu. “Guru, semuanya itu telah kuturuti sejak masa mudaku”. Luar biasa. Orang ini seorang taat dan patuh pada Perintah Allah. Apalagi yang kurang untuk memperoleh hidup kekal? “Hanya satu lagi kekuranganmu : Pergilah, juallah apa yang kau miliki, dan berikanlah itu kepada kepada orang-orang miskin. Maka engkau akan beroleh harta di surga. Kemudian, datanglah kemari dan ikutilah Aku”, kata Yesus. Injil mengisahkan, setelah mendengar ini orang itu kecewa, lalu pergi dengan sedih, sebab banyaklah hartanya.
Hasrat untuk memperoleh hidup kekal adalah keinginan terdalam semua orang. Kerinduan hakiki hati manusia. Selama hidup orang memperjuangkannya. Bahkan setelah seorang meninggal pun, sahabat-sahabatnya yang masih hidup mendoakannya agar memperoleh hidup kekal. Orang dalam kisah Injil ini melakukan banyak hal baik,sejak masa mudanya. Ia ‘tidak lulus’ di TPA (test penilaian akhir) : pergilah dan juallah apa yang kau miliki dan berikanlah kepada orang-orang miskin.
Menjadi murid sejati Yesus adalah perjalanan panjang untuk dari hari ke hari semakin menyerupai Yesus. Yesus yang taat pada kehendak Bapa dan selalu tergerak oleh belas kasih pada yang lemah, miskin, tersingkir dan menderita. Karena itu kualifikasi yang dituntut tinggi. Tidak cukup hanya ketaatan prosedural : melakukan perintah dan menjauhi larangan! Murid sejati harus berani mengosongkan diri, melepaskan ikatan-ikatan yang membelenggu, menanggalkannya supaya bisa lolos melewati lobang jarum. Pendengar tahu maksud Yesus. Seekor unta yang dibawa tuannya kembali dari perjalanan akan penuh dengan berbagai barang bawaan yang diikatkan di tubuhnya. Ketika pulang, mau masuk ke kota, mereka akan melewati gerbang kota. Gerbang biasanya terdiri dari pintu utama yang besar dan di kiri kana nada pintu kecil yang disebut ‘lubang jarum’. Unta tidakakan bisa melewati ‘lubang jarum’ kalau ikatan-ikatan yang ada di tubuhnya tidak dilepaskan. Setelah ikatan-ikatan dilepaskan, unta menundukkan diri dan melewati lubang jarum, pintu kecil dan sempit itu.
Gambaran itu menjadi peringatan bagi siapa pun. Selama tidak mau dan tidak bisa menanggalkan ikatan-ikatan akan sulitlah untuk melewati pintu kecil itu. Semoga kita sebagai murid dan pengikut Yesus taat dan patuh pada perintah Allah dan memiliki hati penuh belas kasih. Hati penuh belas kasih adalah hati tanpa pamrih, hati yang tidak terbebani dengan ikatan-ikatan yang membuat kita sulit untuk lepas bebas menemui saudara-saudari yang miskin dan menderita.
Selamat berjuang menjadi murid yang penuh belas kasih, agar cita cita hidup kekal tercapai. (***)
Yung Fo, 9 Oktober 2021