Jangan sampai yang namanya konstitusi itu kalah oleh kesepakatan. Konsitusi tidak boleh kalah dengan kesepakatan.
BERKATNEWS.COM — PRESIDEN JOKO WIDODO mengingatkan para kepala daerah ataupun jajaran Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) untuk memastikan kebebasan beribadah setiap warga betul-betul dijamin.
Menurut Presiden, para penganut agama Kristen, Katolik, Hindu, Buddha dan Khonghucu memiliki hak yang sama dalam beribadah.
“Yang beragama Kristen, Katolik, Hindu dan Konghuchu ….memiliki hak yang sama dalam hal kebebasan beragama dan beribadah,” kata Presiden pada rapat koordinasi dengan para kepala daerah dan Forkopimda, Selasa (17/1).
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengingatkan kebebasan beragama dan beribadah dijamin oleh konstitusi, yaitu UUD 1945 Pasal 29 ayat 2 dan karena itu setiap kepala daerah mesti memperhatikan hal tersebut.
Preisden juga secara khusus menyoroti peran Forum Kerukunan Umat Beragama [FKUB] di setiap daerah yang seringkali membuat kesepakatan yang justru berlawanan dengan konstitusi.
“Ada rapat FKUB ini misalnya yang sepakat tidak memperbolehkan membangun tempat ibadah,” katanya.
“Jangan sampai yang namanya konstitusi itu kalah oleh kesepakatan. Konsitusi tidak boleh kalah dengan kesepakatan,” imbuhnya.
Jokowi juga meminta pimpinan militer, polisi, hingga jaksa bareng-bareng memperhatikan kebebasan beribadah dan mendesak agar para kepala daerah tidak membuat aturan yang justru bertentangan dengan konstitusi.
Ia mengatakan menyampaikan hal itu karena “saya lihat masih terjadi” praktik penghadangan bagi orang yang akan beribadah.
“Kadang-kadang saya berpikir, sesusah itukah orang yang akan beribadah. Sedih kalau kita mendengarnya,” ungkapnya.
Dilansir Ucannews, upaya-upaya menghalangi kelompok minoritas untuk beribadah masih terus terjadi.
Menurut kelompok advokasi kebebasan beragama, Setara Institute for Justice and Peace, selama 2007-2022, terjadi 573 gangguan terhadap peribadatan dan tempat ibadah.
Gangguan tersebut mencakup pembubaran dan menolak peribadatan, penolakan tempat ibadah, intimidasi, perusakan, pembakaran, dan lain sebagainya.
Seluruh gangguan tersebut menimpa kelompok minoritas, baik dalam relasi eksternal maupun internal agama, demikian menurut Setara.