REDAKSI BERKATNEWS telah menerima Surat Gembala Uskup Keuskupan Pangkalpinang dalam rangka perayaan syukur 100 tahun Keuskupan.
Berikut ini Surat Gembala Bapa Uskup yang telah dibacakan saat perayaan di seluruh Gereja/Kapel Katolik Keuskupan Pangkalpinang, Selasa 27 Desember 2022. Selamat membaca.
Umat Keuskupan Pangkalpinang yang terkasih dalam Yesus Kristus, Semoga Tuhan memberimu damai! Semoga pulau-pulau bersukacita!
Pada sore hari ini kita merayakan Ekaristi secara istimewa. Kita ingin memohon berkat Tuhan atas tahun 2023 yang memiliki makna penting bagi kita sebagai umat Allah Keuskupan Pangkalpinang. Pada tahun 2023 ini kita sebagai Umat Allah Keuskupan Pangkalpinang merayakan 100 tahun kelahiran sebagai Gereja partikular yang mandiri. Pada 27 Desember 1923 wilayah Bangka Belitung dan Kepulauan Riau disahkan sebagai Prefektur Apostolik Banka dan Biliton oleh Paus Pius XI melalui Konstitusi Apostolik ‘Cum Propagationes Cristianae Religionis’. Sebelum itu, Bangka Belitung merupakan bagian dari Vikariat Apostolik Batavia dan kemudian menjadi bagian dari Prefektur Apostolik Sumatra (sejak 30 Juni 1911). Kelak pada tanggal 8 Februari 1951, status Prefektur Apostolik ditingkatkan menjadi V ikariat Apostolik Pangkalpinang sampai akhimya menjadi Keuskupan Pangkalpinang pada tanggal 3 Januari 1961.
Kepada Allah Tritunggal yang maha rahim dan murah hati sepantasnya kita lambungkan syukur atas penyertaan-Nya yang setia selama perjalanan sejarah Gereja kita. Dengan penuh syukur dan trimakasih kita kenangkan para pendahulu (kaum awam, biarawan/wati, para imam dan Uskup) yang dengan satu dan lain cara memperkenalkan iman kristiani, menghayatinya, meneruskannya dari generasi ke generasi. Kiranya baik bila tahun syukur ini kita isi pula dengan upaya untuk mengenal secara lebih baik sejarah Gereja keuskupan Pangkalpinang yang kita cintai. Jangan lupa pula merawat tempat-tempat bersejarah yang menandai tonggak-tonggak penting perjalanan Gereja kita. Secara khusus saya ingin berterima kasih atas inisiatif untuk merapikan tempat bersejarah di Sungai Selan, di mana jemaat perdana Gereja kita pernah hidup.
Selain bersyukur atas 100 tahun ‘keuskupan’, tahun 2023 akan kita isi dengan upaya untuk melihat kembali perjalanan kita selama beberapa tahun terakhir guna menentukan langkah-langkah dan prioritas untuk tahun-tahun mendatang.
Sejak tahun 2018 kita telah berusaha mewujudkan identitas Gereja kita sebagai Gereja partisipatif yang dijiwai Allah Tritunggal. Mengikuti apa yang kita kenal dengan istilah ‘tiga bintang’, secara berturut-turut kita telah memberi perhatian pada upaya menjadi Gereja yang berpusat pada Kristus (2019), yang membangun komunio (2020 dan 2021) serta melaksanakan misi (2022).
Pertama-tama saya mengajak kita semua untuk bersyukur atas banyak hal positif yang telah kita capai berkaitan dengan upaya untuk makin berpusat pada Kristus, membangun komunio dan melaksanakan misi.
Di lain pihak kita juga akan mengadakan evaluasi, menemukan jalan-jalan kreatif baru berkaitan dengan ketiga bintang tersebut. Sejauh mana kita sebagai pribadi dan komunitas memiliki relasi yang erat dengan Kristus? Apakah kita mencintai Ekaristi yang merupakan pusat peribadatan kita? Apakah perayaan Ekaristi mingguan dan terutama harian cukup dihadiri banyak umat dan dirayakan dengan baik? Apakah kelompok-kelompok kita trampil mengupayakan perdamaian dan rekonsiliasi atau lebih sering bertengkar karena iri hati dan gossip? Apakah kita telah menjadi saksi Kristus di tengah masyarakat, membela mereka yang lemah, mengupayakan kelestarian lingkungan hidup yang pada tahun-
tahun belakangan ini menjadi keprihatinan masyarakat dunia dan Gereja semesta? Manakah hal-hal yang hendaknya kita jadikan prioritas untuk tahun-tahun mendatang?
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus
Sebagai Keuskupan (Gereja partikular), kita tidak boleh mengabaikan atau menutup diri dari dinamika dan gerak Gereja universal. Dan sebagaimana kita ketahui, sejak tahun lalu Paus Fransiskus mengajak kita semua untuk membangun Gereja yang sinodal (berjalan bersama). Ciri ‘berjalan bersama’ ini merupakan sifat hakiki yang amat penting dari Gereja. Sifat sinodal (berjalan bersama) merupakan ‘modus vivendi/cara hidup dan modus operandi/cara kerja’ yang khas dari Gereja, yaitu sebagai
persekutuan ( communio) yang berjalan bersama, berkumpul, dan mengambil bagian (partisipasi) secara aktif dalam melaksanakan misi. Kita diajak untuk bertanya: Bagaimana ‘perjalanan bersama’ yang sudah terjadi selama ini di pelbagai tingkatan yang berbeda (keluarga, KBG, kelompok-kelompok kategorial, paroki, kevikepan, keuskupan), memungkinkan Gereja mewartakan Injil sesuai dengan misi yang dipercayakan kepadanya; dan langkah-langkah apa yang diminta oleh Roh Kudus untuk kita tempuh agar berkembang sebagai Gereja sinodal?”
Bagi kita, seruan untuk menjadi Gereja yang sinodal bukanlah sesuatu yang asing. Hal itu meneguhkan upaya kita selama ini untuk menjadi Gereja yang partisipatif meskipun belum sempuma, kita bersukacita karena boleh menikmati buah-buah dari upaya selama ini seperti nampak dalam keterlibatan dan partisipasi yang tinggi dari banyak pihak dalam kehidupan Gereja di Keuskupan yang kita cintai ini.
Menurut pengamatan saya, dari proses sinode yang berlangsung hingga saat ini (yang sedang berada di tingkat kontinental/benua), ada tiga hal yang dapat membantu proses refleksi kita di tahun syukur ini:
Laporan dari berbagai negara dan benua nampak sepakat pada kenyataan, bahwa seringkali mereka yang berada di pinggiran masyarakat kurang didengar suaranya dan karena itu untuk mewujudkan Gereja sinodal perlu diupayakan agar suara mereka lebih didengar ( orang miskin, kaum difabel, yang kesepian, suku-suku tradisional, para migran, anakjalanan dll). Semoga mereka yang menderita (para migran, ibu bumi yang rusak) tidak hilang dari pandangan kita.
Laporan lintas negara dan benua juga memberi perhatian besar pada fenomen yang disebut religiusitas populer/kerakyatan. Hal ini kiranya bergema kuat juga di keuskupan Pangkalpinang.
Kehidupan devosional kerakyatan memainkan peran penting dalam kehidupan menggereja. Dokumen sinode pada tingkat kontinental mendorong kita untuk memelihara dan mempromosikan serta mengintegrasikannya dalam kehidupan menggereja secara keseluruhan.
Mengingat ciri plural dari masyarakat kita, penting juga untuk memperhatikan dan mengupayakan terus menerus ciri inklusif dari Gereja kita. Kita diajak untuk mendengarkan seruan nabi Yesaya: “Lapangkanlah tempat kemahmu, dan
bentangkanlah tenda tempat kediamanmu, janganlah menghematnya; panjangkanlah tali-tali kemahmu dan pancangkanlah kokoh-kokoh patok-patokmu!” (Yes 54:2).
Tanpa kehilangan identitas, kita diingatkan untuk berjalan bersama juga dengan saudara-saudara dari gereja lain, tetapi juga dengan orang-orang dari berbagai penganut agama lain. Semoga praktek-praktek jalan bersama dan dialog lintas Gereja dan agama yang telah diupayakan selama ini makin meluas menjadi bagian hakiki dari perwujudan ciri sinodal Gereja kita.
Saudara-saudari yang terkasih, selamat memasuki tahun baru, selamat merayakan tahun syukur dengan penuh sukacita injili.
“Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang . . . Damai sejahtera Allah yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus” (Fil 4:4-5.7).
Diberikan di Pangkalpinang, 27 Desember 2022
+Adrianus Sunarko OFM
Uskup Keuskupan Pangkalpinang