Berkatpapin–Nama Pastor Dr Vitus Rubianto Solichin, SX, sepertinya asing bagi sebagian umat Katolik di Regio Sumatera, khususnya di Keuskupan Padang.
Sedangkan untuk saya sendiri, walaupun bukan imam dari konggregasi Saverian, juga bukan imam yang pernah belajar di STF Driyakara Jakarta, saya cukup mengenal sosok Pastor yang juga Pakar Kitab Suci ini.
Ceritanya sederhana. Berawal dari keaktifan saya di Komunitas Saint’Egidio Jakarta. Keaktifan ini terlakoni selama saya menempuh pendidikan S2 Ilmu Komunikasi di Universitas Mercu Buana Jakarta.
Saat itu kami mulai sering berjumpa dengan sosok Imam yang sederhana dan cerdas ini. Moment pertemuan kami dimulai dalam pertemuan rutin mingguan sobat-sobat Komunitas Saint’Egidio (KSE) Jakarta, di Rumah Komunitas.
Dalam pertemuan yang sering diadakan setiap sabtu sore ini, Romo Viktus terlihat sungguh dipercayai oleh sobat-sobat di KSE Jakarta sebagai moderator.
Dan Romo yang punya keahlian khusus dalam Kitab Kebijaksanaan ini, memposisikan dirinya bukan sebagai moderator layaknya di seminar, ataupun di talkshow, tetapi ia hadir sebagai pendengar.
Pasalnya, ia begitu konsentrasi mendengar sharing-sharing tentang pelayanan sobat-sobat KSE untuk anak jalanan, sekolah damai, pantai jompo dan mensa.
Mensa adalah semacam rumah singgah yang menyediakan meja makan. Di meja makan itu akan terhidangkan berbagai bungkus nasi yang akan dibagikan untuk anak-anak jalanan dan keluarga kurang mampu seperti pemulung, dan lain-lain.
Segala aktivitas berenergi kasih seperti di mensa dan pelayanan lain itu, disharingkan oleh sahabat-sahabat KSE tidak dari sebuah podium. Tetapi layaknya seperti umat Komunitas Basis Gerejani, sedang mengadakan sharing injil. Kami yang ada dalam moment pertemuan rutin itu, duduk melingkar. Dan Romo Vitus Rubianto SX ada dalam lingkaran itu.
Ada yang mensharingkan dalam perspektif human interest, ada yang melihatnya dalam terang injil, dan tinjauan lainnya. Ada sahabat bercerita dalam logat Tionghwa Padang dan Riau. Teman yang lain lagi dalam logat Batak, Jawa dan Timur Indonesia. Tetapi lebih banyak berdialek Jakarta.
Lantas, Romo Vitus Rubi hanya menjadi pendengar. Ia tidak menyelah, apalagi interupsi. Gestur tubuhnya saat mendengar pun lebih menunduk dan memberi sinyal memuji tanpa kata atas setiap sharing aksi belaskasih dan karitatif yang sudah dilakoni sahabat-sahabat KSE ini.
Romo Rubi begitu ia disapa teman-teman KSE, hanya bisa membagikan permenungannya sebagai clossing reflection atas realitas pelayanan kasih yang ternarasikan secara human interest oleh sahabat-sahabat KSE Jakarta itu.
Saya sebagai imam diosesan yang juga punya interest pada pelayanan kasih seperti itu, moment clossing reflection Romo Rubi adalah sebuah dambaan. Sehingga ketika Uskup Padang terpilih ini sudah mulai membagikan reflesinya saya pun belajar untuk menunduk dan mendengar dengan hati. Tidak dengan forma mentis (cara berpikir) filsafat atau komunikasi media dan politik yang sedang saya dalami ketika itu.
Tuturan yang keluar dari sosok Romo Mgr Rubi SX ini bagaikan untaian narasi kebijaksanaan. Narasi jenis ini menguatkan energi pelayanan kasih sahabat KSE Jakarta dan saya secara pribadi untuk bisa mensintesakan indera kewartawanan saya dengan fakta ketidakadilan, realitas kemiskinan, cerita tentang anak-anak usia sekolah yang tidak bisa bersekolah, dan lain-lain di tengah hiruk pikuk kota Jakarta.
Saya merasa ada energi positif dari setiap uraian dan refleksi Romo Rubi SX. Hal ini kontradiktif dengan isu-isu politik yang saya temukan di Komisi I, II, III dan komisi lainnya di Senayan Jakarta.
Sebab setiap perakapan yang dituturkan oleh mulut politik berkuatan dramaturgis. Apa yang terucapkan di panggung depan, dalam ruang rapat, akan berbeda dengan transaksi dan negosiasi yang terjadi di panggung belakang.
Sedangkan sharing-sharing oleh Sobat KSE Jakarta dan refleksi penutup Romo Rubi SX adalah sebuah pengkontemplasian atas perilaku solidaritas dan kemurahan hati yang sudah dijalankan secara nyata. Sehingga tidak lagi bernada diskursus atau wacana.
Lantas, tidak ada sahut-sahutan dalam proses sharing itu. Karena suara hati yang menjadi acuan, bukan logika dramaturgis dan relasi dialektis.
Tidak ada pihak yang layak disebut inisiator cerita berkategorikan tesis. Juga tidak ada yang menjadi antitesis. Mereka sudah punya satu sintesa yang sama, yang tidak bisa didialektikakan, yakni melayani dalam kasih.
Kemampuan mendengarkan secara aktif dalam diam seperti yang mengkarakter dalam diri Romo Vitus SX itu, sungguh diusulkan oleh para pakar ilmu komunikasi. Pasalnya melalui skill mendengarkan seperti itu, siapapun mampu menyerap informasi dan cerita secara obyektif dan bisa memberikan respon balik secara bijaksana juga.
Proses mendengar dalam komunikasi interpersonal diawali dengan menerima pesan dari pihak yang sedang bercerita. Atau dalam konteks tulisan ini, mendengarkan cerita-cerita sahabat KSE. . Proses mendengar yang efektif yang ditunjukkan Romo Rubi SX adalah proses menerima pesan secara utuh kemudian memberikan timbal balik berupa closing relection.
Mengirim WA Ucapan Proficiat Kepada Mgr Vitus Rubianto SX
Lantas ketika itu mendengar berita gembira bahwa Romo Vitus Rubianto Solichin SX dipilih oleh Paus Fransiskus, untuk jadi Uskup Keuskupan Padang, jujur, saya begitu bangga dan bersyukur. Saya langsung mengirim WA kepada beliau.
“Proficiat Monsinyur Rubi. Salam kasih dari saya Romo Stefan Kelen,” begitu tulis saya pada pesan WhatsApp kepada Romo Vitus Rubianto SX pada Sabtu, 3 Juli 2021 malam.
Saya pun terkejut. Karena beliau menjawab begitu familiar dan mengejutkan. “Terima kasih “Rm Stefan, masih saya simpan kok nomornya.” balasnya di pesan WA selular.
Tampak begitu akrab, karena kami pernah sekamar saat merayakan pekan suci bersama KSE Jakarta di Puncak, tahun 2015.
Proficiat Monsinyur Vitus Rubianto Solichin, SX. Tuhan sudah memilih Romo untuk menggembalakan umat di Keuskupan Padang. Hal itu berarti, Tuhan mendengarkan doa umat di Keuskupan Padang. Dan selanjutnya Allah Tritunggal juga akan menyertai Monsinyur dalam tugas kegembalaan di dua wilayah pemerintahan, Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Riau itu.
Tuhan sudah menunjukkan buktinya, dengan menyertai Bapak Uskup almahrum Mgr Martinus Dogma Situmorang, OFM.Cap dan Uskup-uskup sebelumnya. Salam kasih dan doa. (***)
Penulis : Stefan Kelen, Pr
1 comment
Kae… Diskursus politik memang bertolak belakang dengan sharing teman teman komunitas heheheehe.. Pasti banyak shering ee dengan Mgr waktu satu kamar seperti kita berdialektika waktu istirahat sesi pertemuan.. Muatannya pasti beda, Mgr membedah melalui terang kitab suci sedangkan kita membedah memalui interest condition.. Tapi satu yang pasti itu saling memperkaya tugas pelayanan Kae.. Salam sehat dan senang punya sahabat Mgr Rubby..