Jurnal Sabta Akhir Pekan, Sabtu 19 Maret 2022

by Alfons Liwun

Bacaan pertama 2Samuel 7:4-5a.12-14a.16, Tuhan Allah akan memberikan kepada Dia takta Daud Bapa-Nya;  Mazmur 89:2-3.4-5.27-29, Anak cucunya akan lestari untuk selama-lamanya; Bacaan Injil Matius 1: 16.18-21. 24a, Yusuf berbuat seperti yang diperintahkan malaikat Tuhan.

 Santo Yosef Sosok Sarat Makna

RD. Lucius Poya H., *)

 Seorang penulis Jepang, Junc’ichi Watanabi, pernah berkata suami yang buruk membawa kesengsaraan seumur hidup bagi istri. Apakah karena peringai kebanyakan suami seperti ini, sehingga Santa Teresa dari Calcuta pun pernah angkat suara agar keluarga menjadi taman senyuman bersemi, supaya dari secercah senyum, bertumbuh kasih satu untuk yang lain?  Tak diketahui pasti. Namun Watanabi dan Teresa memaksa saya membayangkan situasi serupa saat Yosef berencana diam-diam untuk menceraikan Maria, dan ketika rencana itu diam-diam ditarik kembali, setelah ditegur malaikat dalam mimpi.

Bapa Yosef, Jaga juga kami anakmu (foto: dokpapin)

Kalau benar St. Yosef ini seorang yang tulus hati, sebagaimana dilansir Injil, maka bisa dipastikan bahwa hasrat perceraian, kendati dirancang Yosef secara diam-diam, pasti tampak kasat mata dalam ekspresi lahiriahnya, yang memungkinkan Maria segera membaca bahasa tubuh Yosef yang tak biasa. Dan oleh karena itu bisa diduga bahwa pergulatan Yosef sama berat dengan pergulatan Maria, karena dalam kondisi kehamilan pertama sebagai seorang ibu muda, ia harus menghadapi rencana perceraian dari tunangannya itu.

Syukurlah bahwa rancangan Yosef si lurus hati itu tak berlangsung lama. Keterbukaan matanya  untuk melihat persoalan dalam kacamata Allah, keterbukaan hatinya untuk membiarkan Tuhan terlibat penuh dalam persoalan yang ia hadapi, serta kedalaman  iman yang melampui horizon,  memulihkan kegundahan Yosef  mulai dari  alam bawah sadarnya sehingga menyanggupkan Yosef  mengubah  semua rancangan yang telah ia susun. Yosef yang oleh desakan manusiawi berencana menolak, oleh desakan Allah  berubah menjadi sosok yang menerima Maria dan Putra yang dikandungnya. Yosef yang oleh tuntutan manusiawi berencana cerai, diminta Allah untuk setia mengikat persekutuan cinta bersama Maria, sang tunangan yang sedang hamil.

Menakjubkan bahwa perubahan itu bukan sekedar  untuk memberi rasa nyaman kepada Maria yang sedang mengandung, melainkan  konsisten diperlihatkan Yosef dalam ziarah rumah tangganya, dalam untung dan malang, dalam suka dan duka, bersama Maria dan Yesus. Konsistensi pasca pergulatan itu diperlihatkan Yosef dalam ziarah dari Nazareth ke Betlehem; dari Betlehem menuju Mesir; dari Mesir kembali ke Nazareth, sampai  namanya tak lagi menghiasi injil di saat Yesus mulai tampil di muka umum.

Keluarga Mendalami Modul St. Yosef Fokus 2021 (foto:groupfasliat)

Figur bapa Yosef yang luar biasa ini menolong saya memahami mengapa Sri Paus Fransiskus menempatkan tahun 2021 sebagai tahun St. Yosef, sebagai kelanjutan dari arah refleksinya tentang keluarga, yang diwartakannya dalam Dokumen Sukacita Kasih (Amoris Laetitia), lima tahun yang silam. Sebab  bagaimanapun, di tengah gempuran zaman oleh arus gelombang kontemporer, keluarga harus pertama-tama diselamatkan, sebagaimana yang diperbuat Allah kepada Nuh.

Sosok Yosef memang sarat makna. Kisah singkat pergulatan suami Maria ini, sebagaimana dilansir injil, sejatinya menguak fakta fundamental akan problematika kehidupan keluarga yang sedang berkelindan dan perlu mendapatkan perhatian serius di tengah arus perkembangan dunia yang labil, instan, dan kehilangan kendali.

Benar bahwa tidak mudah membangun keluarga di sebuah kondisi dunia yang sedang tergerus zaman. Namun penempatan keluarga sebagai lembaga berkat sejak awal ciptaan, dan penyelamatan keluarga Nuh setelah dosa memporakporandakan dunia, tetap memperlihatkan betapa keluarga adalah institusi fundamental untuk keberlangsungan Gereja dan masyarakat.  Dan oleh karena itu ada dua pesan fundamental di hari Raya St. Yosef hari ini, untuk saya dan mungkin untuk siapa saja yang peduli dengan keluarga.

 Pertama, kalau keluarga itu adalah Gereja Rumah Tangga (Ecclesia Domestica), maka suami adalah pastor dan imamnya. Ia, oleh martabat sebagai suami, dipanggil untuk menggembalakan keluarga dan sekaligus pengudus keluarga karena rahmat sakramen baptis dan sakramen perkawinan yang ia terima. Untuk memaksimalkan fungsi imamat dan gembala sebagai kepala ecclesia domestica itu, seorang suami hendaklah berjuang untuk bertumbuh dalam empat keutamaan, yakni tidak sekedar beriman melainkan menjadi teladan iman; tidak sekedar pewarta melainkan pendengar firman agar segala keputusan selaras dengan rencana Allah; seorang yang setia kepada istri dan pelindung bagi anak dan seorang pekerja keras untuk kesejahteraan keluarga. Empat keutamaan ini harus bertumbuh seimbang tanpa pengecualian, karena keempatnya membentuk keluarga, bukan sekedar sebuah rumah, melainkan ecclesia domestica.

 Kedua, kalau suami itu kepala ecclesia domestica, dan komunio dari ecclesia domestica memancarkan basis-basis paroki, maka pendekatan pastoral terhadap para suami menjadi sebuah tuntutan mendesak. Ketika pendekatan hanya kepada para ibu, maka usaha penyelamatan tidak maksimal. Rasanya perutusan malaikat kepada Yosef  bukan hanya karena ia mau menceraikan Maria, melainkan justru untuk membentuknya menjadi kepala keluarga kudus. Inilah tuntutan pastoral yang perlu mendapatkan perhatian dari para pemangku jabatan. St. Yoseph doakanlah kami. Amin. ***

*). Imam Keuskupan Pngkalpinang, sedang mempersiapkan calon Paroki di Tanjung Uban, Paroki Tanjungpinang, Bintan Kepri.

Related Articles

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.