Pangkalpinang, BERKATNEWS.COM—Menjalani rahmat imamat itu, ternyata penuh dengan pengalaman-pengalaman unik dan datang secara mengejutkan. Pengalaman unik dan penuh kejutan itu pun dialami Uskup Keuskupan Pangkalpinang, Mgr Adrianus Sunarko OFM. Pengalaman unik itu, Mgr Adrianus OFM ceritakan dalam misa syukur ultah ke 27 tahbisan imamatnya. Dan ternyata pengalaman unik terjadi ketika Uskup yang juga profesor Teologi ini, belajar kesalehan dari umat.
Awalnya, Bapak Uskup bertanya kepada umat dalam kotbah, “apakah umat harus belajar dari imam atau imam harus belajar dari umat?”
Mgr Adrianus sebagai sosok gembala yang berbahagia hari itu, melanjutkan tuturannya.”Karena semangat Sinode Para Uskup maka kita menjawab C saja yah. Artinya dua-duanya boleh. Bisa juga imam belajar dari umat dan sebaliknya,” ungkap Mgr Adrianus.
Karena saya yang berultah, kata Uskup Pangkalpinang ini lagi, tidak mungkin saya menceritakan yang lain. Saya sharingkan beberapa pengalaman unik, saya harus belajar dari umat.
Pengalaman Petama dan Kedua, Ketika Masih Romo Muda
Pengalaman pertama dialami Mgr Adrianus OFM ketika setelah ditahbiskan dan ditempatkan sebagai pastor rekan di Paroki Keramat. Paroki ini, kata Monsinyur, dikelilingi Rumah Sakit. “Ada RS Karolus, ada RS Cipto Mangun Kusuma,” imbuhnya.
Kata Bapak Uskup, karena faktor beberap rumah sakit di sekitarnya, maka di paroki Karamat ada Pastor khusus untuk sakramen perminyakan. “Suatu ketika, Romo yang bertugas khusus untuk perminyakan itu pergi cuti,” kenang Monsinyur.
Suatu malam, Monsinyur sebagai imam muda sudah tidur nyenyak, tetapi ada telepon berbunyi. Monsinyur mengaku mendengar. Tetapi Monsinyur lebih berharap agar Romo yang lain juga mendengar itu dan segera bangun dan terima telepon. Karena, kata Monsinyur, biasanya telepon saat malam hari artinya ada perminyakan. Tunggu-tunggu, Romo yang satunya tidak bangun, lantas Monsinyur mengingat lagi kotbah Mgr Kardinal Julius SJ saat tahbisannya bersama teman-temannya.
“Waktu itu Uskup pentahbisan mengingatkan kami bahwa menjadi imam, harus kerja 24 jam,” tutur Mgr Adrianus OFM. Mengingat pesan itu, walaupun sambil menggerutu, Mgr Adrianus sebagai Romo muda tetap bangun terima telepon. “Dan memang benar, ada telepon dari RS Karolus minta perminyakan, saya pun menjawab bahwa siap melayani sakramen perminyakan, ” kata Mgr Adrianus.
Waktu itu, imam muda tersebut, akan dijemput dengan ambulance. “Sambil menunggu ambulance, saya tidur bentar,” imbuhnya.
Setibanya di RS Carolus, Romo muda itu menyaksikan istri, anak-anak dan keluarga pasien itu sedang berdoa. Romo muda seketika itu terdiam, dan berkata dalam hati. “Saya ke sini sambil menggerutu, sedangkan keluarga sederhana itu, berdoa agar ada pastor yang datang memberi perminyakan,” tutur Mgr Adrianus disambut tertawa kecil beberapa Romo yang hadir dalam misa di Gua Maria Jung Fo Pangkalpinang (8/7/22) itu.
Itulah pelajaran pertama bagi Mgr Adrianus. Pasalnya, keluarga itu berdoa secara tulus, agar ada pastor yang bisa datang memberi perminyakan kepada suami ataupun ayah mereka. “Saya harus belajar dari mereka,” imbuhnya.
ePelajaran kedua, ketika Mgr Adrianus diundang untuk membawakan mimbar agama di Stasiun Televisi Indosiar. “Saat itu seperti biasa, saya bersama naraaumber lainnya, sebelum rekaman kami harus briefing dulu untuk memahami apa arah pertanyaan,” kenang Mgr Adrianus.
Usai briefing, Mgr Adrianus langsung berjalan masuk ke studio. Langkahnya terhenti. “Langkah saya terhenti karena seorang ibu yang juga narasumber saat itu, panggil saya Romo mari kita doa dulu agar acara berjalan dengan penuh berkat Tuhan,” tutur Mgr Adrianus. Di situlah, Mgr Adrianus merasa dapat pelajaran kedua dari umat.
Inilah pelajaran ketiga
“Pelajaran ketiga, saya dapat dari Batam, ketika sudah jadi Uskup,” ungkapnya. “Ketika itu saya diantar umat ke Bandara. Saat itu saya merasa buru-buru. Takut terlambat,” tuturnya.
Saat itu Mgr Adrianus mengharapkan agar sang sopir melaju cepat ke bandara. Tetapi tak disangka, sang sopir itu tiba-tiba meminggirkan mobil di kiri jalan. Uskup pun diam, tetapi cukup risau karena harus buru-buru ke bndara. Dalam situasi diam yang risau itu, tiba-tiba sang sopir berkata kepada Bapak Uskup, “Monsinyur, kita berhenti sejenak yah, karena jam berdoa koronka.”
Mendengar ajakan itu, Monsinyur pun ikut berdoa. “Walau ikut berdoa, tetapi risau juga, takut terlambat naik ke pesawat,” ungkap Monsinyur lagi. Usai berdoa, sopir yang tidak memahami kerisauan Monsinyur itu melajukan mobil lagi ke bandara Hang Nadim.
Tiba di bandara, Bapak Uskup belum terhitung terlambat. “Ternyata dengan diselingai doa koronka dulu pun, tetap tidak terlambat naik pesawat. Dari situlah pengalaman ketiga saya belajar dari umat,” pungkas Mgr Adrianus OFM. (sfn)