Home KategorialSeminari Menengah Mario John Boen Puisi-Puisi RD. Martinus Handoko *)

Puisi-Puisi RD. Martinus Handoko *)

by Alfons Liwun

DUPLIKAT MIMPI

 Terlelap mataku mendengar dentingan waktu

Terbuai oleh memori indah nan membekas

Masih kurasakan langkah-Nya yang sayup sepi

Menari-nari indah di dalam pikiranku

Merasuk ke dalam jiwaku

Meninabobokkan hatiku yang berbunga-bunga

Menantikan kehadiran-Nya yang kudamba

Ku seperti merasa di alam surga

Lebih lagi dengan ajakan suara-Mu yang menggema

Jiwaku bahagia tak terhingga

Yang kemudian menggelisahkanku,

“Apakah ini mimpi atau nyata?”

Yaa …

Ini awal dari kenyataan,

Tersadar ku hanya berhalusianasi

Tenggelam dalam alam mimpi yang bergayut

Ku ingin wujudkan mimpi itu

Lewat cara hidupku yang berkarakter memesona

=***=

KATA ORANG

 Orang pandai berkata-kata

Sampai tak tahu apa yang mau dikatakannya

Beribu bahasa terbuang percuma

Karena tak ada rem untuk menghentikannya

Ini, itu, semua dikatakan

Mumpung mulut bisa bicara, katanya …

Katanya …

Bisa membuat yang bulat jadi segitiga

Katanya …

Bisa membuat yang sudah jelas penuh tanya

Katanya lagi …

Orang tak mau lagi mendengarkan!

Karena katanya, bisa benar bisa salah

Bak si tukang penipu ditipu oleh kata-katanya

Membingungkan,

Mengherankan,

Masih ada yang percaya pada katanya …

Yang bicara tanpa dasar

=***=

BERNARASI

Suatu ketika …Pada mulanya … Dikisahkan …

Kata kunci yang mengawali sebuah kisah

Biasa diungkapkan dengan kata sarat makna

Menghantar audiens mencelakkan mata dan telinga

Melihat sosok yang berkisah tapi bukan berorasi

Yang membuka perjalanan pengalaman bukan harapan

Yang berteriak bukan meminta tapi memberitakan

Tak mengharap timbal balik pendengar untuk berkomentar

Hanya menuntut ekspresi yang bebas batas

Tersenyum, heran, bingung, kagum, dan banyak lagi

Terpancar mimik dan lirik dari wajah-wajah yang penasaran

Ketika cerita terhenti seperti layangan putus

Timbullah rasa penasaran yang berkobar-kobar

Ingin tahu kisah selanjutnya,

Bahkan sampai akhir

Supaya tak menjadi buah bibir,

Apalagi menjadi buah simalakama

=***=

LORONG TUA

Masih terngiang dalam ingatan

Pikiranku melayang menuju ke arah kemunduran zaman

Berbicara tentang  tahun ‘89 silam

Yang penuh dengan angan-angan dan romantika

Kakiku berjalan melangkah ke depan sebuah lorong tua

Menjumpaimu di sana yang t’lah memegang setangkai bunga

Yang kau petik di sekitar rel kereta

Parasmu begitu menyilaukan mataku yang sendu

Tertiup sepoi-sepoi angin yang semakin membawa langkahku

Semakin mendekat kepada jejakmu,

yang tertambat di dinding yang usang

Ku s’makin tak karuan

Bertingkah laku bak anak kecil yang bermain ke sana kemari

Lagi,

Melihat senyummu yang indah

Melehkan hatiku yang tadinya tegang dan kaku

Sekuntum bunga yang kau bawa

mewakili paras indah wajamu

yang s’lalu ku ingat

dalam masa-masaku ini

yang tak lagi bersamamu

=***=

*) RD. Martinus Handoko, Imam, Guru, dan Pembimbing Ekskul Menulis Sastra di SMAK Mario Jhon Boen Pangkalpinang

Related Articles

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.