Home KATEKESE Renungan Harian Senin, 14 Februari 2022

Renungan Harian Senin, 14 Februari 2022

by Alfons Liwun

Hari Biasa, Pekan Biasa VI

Bacaan pertama Yakobus 1: 1-11, Ujian terhadap imanmu menghasilkan ketekunan, agar kamu menjadi sempurna dan utuh; Mazmur 119: 67.68.71.72.75.76, Semoga rahmat-Mu sampai kepadaku, ya Tuhan, supaya aku hidup; Bacaan Injil Markus 8: 11-13, Mengapa angkatan ini meminta tanda?

Orang yang mendua hati, tidak akan tenang dalam hidup

Oleh: Alfons Liwun *)

 Saudara-saudari yang dikasih Tuhan,

Hari  ini kita disapa oleh Tuhan kita Yesus Kristus, dengan tegas dan jelas. Bahwa hidup yang kita lakoni adalah hidup yang pasti. Kepastian hidup ialah bahwa kita dikasihi Yesus. Dan karena kepastiaan semacam ini, jawaban dari pihak kita pun harus pasti, tidak ragu-ragu, bukan abu-abu, namun jelas dan tegas.

Rasul Yakobus dalam bacaan pertama mengatakan bahwa orang yang mendua hati, tidak akan tenang dalam hidup. Kata-kata rasuli ini mau menegaskan kepada kita bahwa kejelasan dalam hidup itu penting. Dan lebih khusus kejelasan kita kepada Yesus Tuhan kita. Karena Dia yang telah kita imani ini, telah dengan jelas dan tegas mengasihi kita.

Karena itu, jelas Rasuli lagi, jika di antara kita ada yang kekurangan hikmat, hendaknya ia memintanya kepada Allah. Dengan nasihat ini pun secara jelas bahwa kekurangan dalam diri kita, semestinya perlu terbuka pada kehendak Tuhan. Terbuka kepada kehendak Allah ialah jujur dan tidak ragu-ragu datang kepada Dia.

Orang Farisi datang kepada Yesus untuk meminta tanda (foto:suarawajarfm.com)

Sementara Markus dalam bacaan Injil melukiskan “hati mendua” dalam diri orang Farisi yang datang kepada Yesus. Mereka meminta tanda supaya mereka bisa percaya, mereka bisa meyakinkan diri mereka. Namun, hebatnya bahwa tanda yang mereka minta kepada Yesus, Yesus sendiri tidak mau menjawabi permintaan mereka. Yesus malahan meninggalkan mereka lalu menyeberang ke seberang dengan perahu.

Mengapa Yesus tidak mau menjawabi permintaan mereka? Sederhana sekali jawabannya yang diberikan Yesus. Berapa pun tanda yang diberikan Yesus, belum tentu mengubah “hati” mereka. Karena, hati dan pikiran mereka terlanjut tertanam benih-benih negatif, meragukan kehadiran Allah yang ada didalam Yesus, dan hanya mau membenarkan diri mereka sendiri. Mereka mau menjerat kembali Yesus. Padahal, setiap kali apa yang dilakoni Yesus yaitu menghadirkan Kerajaan Allah bagi orang-orang yang datang kepada-Nya, mereka sendiri pun hadir. Sekalipun hadir dan menyaksikan karya Yesus, hati mereka tetap membeku.

Disinilah kita boleh belajar. Bahwa seseorang yang telah terperangkap dalam kerangkeng “hati mendua” sulit untuk mengubah diri. Bahkan tidak hanya, tidak mau mengubah diri, tetapi lebih pada mencari jebakan lain untuk menyeret pihak lain lagi. Mereka mau menambah jumlah “hati mendua” dari khalayak ramai yang datang kepada Yesus. Karena itu, sikap Yesus untuk meninggalkan mereka dan permintaan mereka adalah hal yang wajar.

“Hati mendua” berdampak pada ketidaktenangan dalam hidup. Selalu mencari, namun yang ditemuinya ialah menyalahkan orang lain, lebih membenarkan diri sendiri. Karena “hati mendua” itu sulit berubah, maka nasihat Rasul Yakobus “meminta hikmat kepada Tuhan” perlu menjadi aksi nyata dalam hidup kita.

Jika nasihat Rasul Yakobus terasa begitu susah, maka beranikan diri untuk menumpang perahu Yesus dan mengikuti-Nya dan bertolak untuk menyeberang ke seberang.  Biar kita diuji oleh gelombang lautan untuk mengetahui ketahanan iman kita. Karena kekuatan iman kita ini akan menghasilkan ketekunan, dengan begitu iman kita menjadi sempurna dan utuh. Dan pada saatnya, “hati mendua” akan diubah oleh rahmat belaskasih Allah. Hanya percaya kepada Tuhan! Salam sehat, Tuhan memberkati kita. ***

*). Staf PIPA Keuskupan Pangkalpinang

Related Articles

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.