Home KATEKESE Roti Hidup, Renungan Hari Minggu Biasa XVIII

Roti Hidup, Renungan Hari Minggu Biasa XVIII

by Stefan Kelen

Oleh : RD Hans Jeharut

 Bacaan 1 : Kel 16 : 2-4.12-15,

 Bacaan 2  : Ef 4 : 17.20 – 24,

Bacaan Injil         : Yoh 6 : 24 – 35

“Akulah Roti Hidup. Barang siapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barang siapa percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi,” (Yoh 6 : 35).

Saudara – saudari terkasih,

Beberapa Minggu terakhir di media sosial maupun di WAG kita kerap mendapat broadcast atau pesan yang diteruskan yang berisi permohonan bantuan donor darah, bahkan lebih khusus lagi donor plasma darah. Yang terakhir ini khusus untuk pasien Covid19 yang membutuhkan plasma darah dari donor yang statusnya penyintas covid19.

Selain permohonan donor darah atau plasma darah, yang juga banyak dicari adalah oksigen!

Dalam keadaan normal alam menyediakan oksigen cukup untuk kebutuhan manusia. Di tempat yang lingkungannya terjaga  oksigen segar tersedia melimpah. Namun dalam situasi darurat di Rumah Sakit, seperti yang terjadi pada situasi pandemi Covid19, oksigen menjadi barang langka yang dicari.

Orang rela mengeluarkan uang dalam jumlah besar supaya bisa mendapat oksigen. Orang mau membayar berapa pun ketika taruhannya adalah nyawa. Dalam situasi seperti ini selalu ada yang memancing di air keruh. Tersua kabar orang menjual oksigen palsu, orang yang menimbun oksigen dan orang yang menaikkan harga sesuka hati.

Bagi yang membutuhkan, tidak ada pilihan. Orang bersedia membayar demi HIDUP!

Saudara – saudari terkasih,

Bacaan-bacaan Kitab Suci Hari Minggu ini mengajak kita merenungkan Roti Hidup.

Dalam bacaan Pertama (Kel 16: 2-4.12-15) kita mendengar orang-orang Israel yang bersungut-sungut di Padang Gurun Sin karena kelaparan. Mereka merasa lebih baik mati di Mesir di hadapan kuali penuh daging dan makan roti sepuasnya daripada dibawa keluar tapi kelaparan. Tuhan menanggapi sungut-sungut orang Israel, “Sesungguhnya Aku akan menurunkan dari langit hujan roti bagimu” (Kel 16 : 4).

Selanjutnya Tuhan juga berkata, “Aku telah mendengar orang Israel bersungut-sungut. Katakanlah kepada mereka, ‘Pada waktu senja kamu akan makan daging dan pada waktu pagi kamu akan makan roti sampai kenyang. Maka kamu akan mengetahui bahwa Akulah Tuhan, Allahmu” (Kel 16:12).

Orang Israel akhirnya mendapat roti berlimpah, meskipun mereka bertanya-tanya karena mereka tidak tahu. “Inilah roti yang diberikan Tuhan menjadi makananmu”, kata Musa.

Dalam bacaan Injil kita mendengarkan kisah orang banyak yang mencari Yesus. “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya kamu mencari aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.” (Yoh 6:26).

Jawaban Yesus tentu mengingatkan mereka akan peristiwa sebelumnya di mana Yesus memberi makan lima ribu orang. Setelah menjelaskan banyak hal Yesus kemudian “memperkenalkan diriNya”, “Akulah Roti Hidup. Barang siapa datang kepadaKu, ia tidak akan lapar lagi, dan barang siapa percaya kepadaKu, ia tidak akan haus lagi,” (Yoh 6 : 35).

Saudara-saudari terkasih,

Manusia selalu mencari dan berusaha mendapatkan yang terbaik untuk dirinya. Bahkan karena itu orang berkompetisi, bersaing dan tak jarang mencelakakan satu sama lain. Jika sudah mendapatkan yang diinginkan orang menikmatinya dan berusaha merasakannya selama mungkin. Ibarat menggenggam sesuatu dan tak mau dilepaskan.

Dalam pembuangan di Mesir orang-orang Israel mendapatkan “kebahagiaan semu” : kuali penuh daging dan roti berlimpah. Karena mereka orang buangan, tawanan, hidup dalam cengkraman bangsa asing. Allah membawa mereka ke luar dari Mesir untuk memperoleh kebahagiaan sejati, kebebasan seutuhnya. Namun mereka tidak sabar. Merek bersungut-sungut karena lapar. Mereka berhenti bersungut-sungut setelah mendapat roti.

Sementara orang banyak yang mencari Yesus pun kurang lebih sama. Pengalaman makan sampai kenyang membuat mereka mencari Yesus. Sayangnya usaha mencari itu hanya karena alasan lapar secara fisik. Padahal bukan roti yang telah membuat kenyang itulah yang utama, melainkan Yesus Sang Roti Hidup sejati.

Seperti kisah banyak saudara, sahabat kita yang mencari dan bersedia membayar dengan mahal darah dan oksigen karena ingin HIDUP, pencarian kita akan Yesus Kristus pun demikian. Karena Dialah Sang Roti Hidup yang memberi kita hidup kekal, maka selayaknya menjadi yang utama untuk dicari. Maka dalam pencarian tersebut jangan sampai kita justru mendapatkan yang oplosan, tiruan. Sakramen-sakramen Gereja, terutama Ekaristi menjadi sumber dan puncak hidup kita. Dari Ekaristi kita menimba kekuatan hidup dan melalui Ekaristi kita Bersatu erat dengan Sang Roti Hidup.

Selamat mencari dan Menemukan Tuhan.

 

Related Articles

Leave a Comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.